Ceknricek.com--Siang itu, bukit Cisanti yang merupakan hulu Sungai Citarum cukup sejuk. Langit melukiskan suasana “mendung tanpo udan”. Sebuah tenda berbalut kain merah-putih tampak megah, dengan hamparan karpet dan meja pendek, pertanda di situ akan digelar acara reriungan sambil lesehan.
Di meja, selain benda wajib hand sanitizer, tampak satu piring berbalut tutup plastik wrap berisi kacang rebus, jagung rebus, dan umbi rebus. Kasdam III/Siliwangi, Brigjen TNI Dian Sundian sebagai tuan rumah, tampak sudah ada di lokasi, saat penggagas Citarum Harum, yang juga mantan Pangdam III/Siliwangi, Letjen TNI Purn Doni Monardo tiba di tempat.
Doni Monardo langsung memandang sekeliling area titik nol, hulu Sungai Citarum yang sangat sejuk penuh pepohonan. “Luar biasa… padahal dulu tempat ini gersang,” kata Doni sambil tertawa senang.
Prajurit Siliwangi tampak siaga dan sigap mengatur rangkaian acara kunjungan Doni Monardo yang saat ini menjabat Komisaris Utama PT MIND.ID, sebuah perusahaan konsorsium yang membawahkan perusahaan-perusahaan tambang milik negara. Ia mengajak serta jajaran direksi dan staf BUMN-BUMN tambang untuk melihat dari dekat program Citarum Harum. Harapannya, BUMN-BUMN tambang bisa mengambil hal-hal positif dari Cisanti untuk diaplikasikan dalam mereklamasi lahan bekas tambang di penambangan masing-masing.
Doni Monardo
Kasdam Brigjen Dian mengucapkan selamat datang kepada seluruh hadirin. Sebagai pejabat yang belum lama menjabat, ia mengaku langsung terlibat pula dalam program Citarum Harum warisan Doni Monardo. “Jika Sungai Citarum makin baik kondisinya, itu bukti bahwa Satgas bekerja. Meski begitu, kami tetap memohon arahan kepada Pak Doni serta para senior,"katanya.
Tampak hadir dan menyampaikan testimoni, Mayjen TNI Purn Yosua Pandit Sembiring. Mantan Pangdam XVII/Cendrawasih itu adalah Kasdam III/Siliwangi era Pangdam Doni Monardo. Karenanya, ia tak bisa melupakan bagaimana awal mula lahirnya Program Citarum Harum.
“Saat wisuda purna wira di Magelang beberapa waktu lalu, Pak Doni memang mengatakan rencana beliau mengadakan acara seperti yang kita saksikan hari ini. Sampai kemudian Pak Doni menelepon dan mengajak ikut acara ini. Meski sejak itu kami jarang bertemu, tapi saya yakin moment ini memang bakal terjadi. Saya kenal betul karakter baliau,” kata Sembiring, sambil memandang Doni Monardo yang duduk di sebelah kirinya.
Sungai Citarum sangat besar arti, nilai, dan manfaatnya bagi masyarakat. Mengaliri tiga waduk sekaligus, Saguling, Carita, dan Jatiluhur. Ada jutaan orang yang menggantungkan hidupnya pada sungai ini. "Tiba saatnya saya mengetahui perihal status Citarum sebagai sungai terkotor di dunia," ungkap Yosua.
“Kalau tidak salah urutannya, sungai terkotor pertama adalah Sungai Sarno Italia. Yang kedua, sungai Gangga di India. Ketiga sungai Pasig di Filipina. Keempat, Citarum di Indonesia. Dan kelima sungai Yellow River di Tiongkok,” katanya.
Konon, pernah ada statement kampanye saat pilkada yang mengatakan, bahwa di tahun 2017, air sungai Citarum sudah bisa diminum. "Faktanya, malah mendapat predikat sungai terkotor di dunia. Jadi, terus terang, sebelum Citarum Harum sudah banyak program memulihkan kondisi Citarum, tapi baru Citarum Harum yang berhasil,” katanya, bangga.
Yosua Sembiring menengarai, ketidakberhasilan program-program pemulihan Citarum yang terdahulu, karena dikerjakan secara sektoral. “Pak Doni masuk menjadi Pangdam kalau tidak salah 14 November 2017, empat bulan kemudian lahir Perpres Nomor 15 tahun 2018. Perpres ini mengatur dan melibatkan semua pihak. Dan sebelum lahir Perpres, kami hampir tiap hari rapat tiga kali, persis seperti orang minum obat,” katanya disusul tawa hadirin.
Selesai rapat bisa jam 22.00 atau 23.00, masih harus menyiapkan surat-surat. Praktis jam 02.00 dinihari baru istirahat. “Sejak itu saya banyak suntik vitamin,” katanya, lagi-lagi sambil tertawa.
Sejak menangani Citarum bersama Doni Monardo, sejak itu pula Yosua Sembiring menjadi “jenderal pro lingkungan”. “Karena saya paham betul penting dan strategisnya lingkungan dan ekosistem yang terjaga. Alhasil, ketika saya menjadi panglima di Papua, saya babat semua tambang-tambang liar. Tidak sedikit yang mencoba-coba menyuap,” katanya.
Yosua juga terinspirasi saat Doni Monardo membabat penambangan liar di Gunung Botak, Pulau Buru, Maluku. Itu pula yang ia jadikan pedoman. “Agak ngeri juga permainan para penambang liar itu. Tapi prinsip saya, lu jual gua beli, tidak ada urusan,” katanya tegas.
Begitu dalam ia tenggelam dalam program Citarum Harum, sampai-sampai anak-anaknya pun ikut melibatkan diri. “Mereka yang bikin taman di Cisanti. Sempat diwawancarai media segala…. Saya senang, anak-anak pun mulai peduli dengan Citarum,” kata Yosua.
Ia merasa sangat beruntung pernah bekerja langsung di bawah komando Doni Monardo. “Kita semua pasti tahulah, beliau seorang perwira pekerja keras, punya integritas, kapabel, dan visioner. Karenanya, saat menjadi Kasdam semua staf saya dorong untuk mengikuti irama beliau. Kalau beliau lari 150 km per jam, paling tidak kita mendekati angka itulah…. Saya motivasi mereka, ruh komando tidak harus menjadi prajurit komando, tapi warisi spiritnya, yaitu pantang menyerah,” ujar Yosua (bersambung).
Editor: Ariful Hakim