Happy dan Was-was
Ceknricek.com--Sementara itu, mantan Kepala Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Barat, Anang Sudarna menambahkan, “Saya hadir di sini dengan dua perasaan: Happy dan was-was. Happy karena bisa silaturahmi dengan para pelaku dan penggiat Citarum Harum. Was-was tentang bagaimana nasib Citarum pasca berakhirnya Perpres tahun 2025,” katanya.
Air di Sungai Citarum memang sudah jauh lebih bersih dibanding empat tahun lalu. Yang perlu dikaji saat ini adalah apakah masyarakat sudah terlibat secara maksimal. Tidak saja membersihkan air, tapi juga menjaga kualitas kebersihan, bersih lingkungan, bersih rumah, bersih udara. Jadi selain bicara kualitas air, juga kualitas udara.
Karena itu, Citarum Harum perlu dibarengi program pengelolaan sampah. Menurut penelitian, sampah rumah tangga 56 – 58 persen adalah sampah organik. Selebihnya ada sampah kertas, plastik, gelas, kain, dan sebagainya. Itu artinya, sebagian besar sampah bisa dimanfaatkan.
Kalau tidak salah ada sekitar 1.400 desa yang berada di tepian Sungai Ciliwung, mulai dari Cisanti sampai Muara Bendera dekat Muara Gembong, Bekasi. Jika semua desa itu bisa mengelola sampah dengan baik, niscaya kualitas hidup masyarakat juga akan jauh lebih baik.
Bicara setelah Anang, adalah Prima Mayaningtyas, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Jawa Barat. Ia membenarkan, bahwa perhatian terhadap Citarum sudah ada sejak dahulu kala. Pernah ada program Citarum Bergetar, Citarum Geulis, Citarum Bestari. “Baru di Citarum Harum bisa dikatakan berhasil,” katanya.
Doni Monardo
Dalam banyak kesempatan Gubernur Ridwan Kamil mengatakan, bahwa yang bergerak di lapangan adalah TNI. Kualitas air Citarum tahun 2018 cemar berat 33,43 persen, naik menjadi 55 persen di kadar tercemar ringan. “Kami memantau di 150 titik, dan 100 titik di antaranya dilakukan sinkronisasi. Kualitas ketercemaran belakangan naik menjadi 50 persen, tapi masih dalam kategori tercemar ringan. Kami yakin masih terkendali sepanjang koordinasi tetap terjalin,” ujarnya.
Keberhasilan Citarum Harum bahkan sudah terdengar oleh telinga dunia. Gubernur Jawa Barat diundang ke Glasgow untuk presentasi Citarum Harum. Di sana, Gubernur Ridwan Kamil menyebutkan peran besar TNI dalam keberhasilan itu. Semua peserta sempat kaget, demi mendengar peran yang begitu besar dari TNI dalam pemulihan lingkungan.
Prima juga mendapat keluhan dari Dansektor mengenai sulitnya berkomunikasi dengan pejabat lingkungan hidup di tingkat kabupaten/kota. Untuk itu, ia telah mengeluarkan SK tentang naradamping dari Gubernur sebagai fungsi koordinator dengan naradamping di tingkat kabupaten/kota, agar bisa lebih sinergis dengan para Dansektor. “Saya berharap, tahun 2025, program Citarum Harum bisa sukses,” harap Prima.
Ada Tentara
Aktivis lingkungan Irma Hutabarat yang tampak hadir di Cisanti, unjuk kenangan saat dirinya bergelut dengan pemulihan situ Cisanti “sendirian”. “Saya beberapa kali mengadu ke Pak Doni saat beliau menjabat Pangdam Pattimura. Tapi saat itu, beliau sedang sibuk dengan program emas biru dan emas hijau di sana,” katanya.
Tiba saatnya Doni Monardo bergeser menjadi Pangdam III/Siliwangi, 2017. Ia termasuk yang diundang, bersama Ipong Witono dari Wanadri, dan lain-lain. Doni minta masukan. “Sejak itu, ada anggota prajuritnya yang empat bulan di Cisanti tidak pulang-pulang.
Sampai sekarang, Irma masih rajin ke Cisanti menanam vetiver untuk mencegah longsor di daerah-daerah dengan tingkat kemiringan terjal. “Sejauh ini saya melihat masyarakat tertib, tapi karena ada tentara. Persoalannya, setelah 2025, apakah tanpa tentara kondisi masyarakat di bantaran Citarum masih bisa tertib?” tanya Irma.
Acara siang itu juga dihadiri Dini Dewi Heniarti, dosen hukum Unisba yang menjadi “the women behind” lahirnya Perpres 15/2018. “Pertama kali ketemu Pak Doni saya benar-benar merasa tertampar. Beliau mengatakan, banyak sarjana hukum yang hanya menyalahkan tentara, tentang HAM-lah, tentang demokrasi-lah…. Mana sarjana hukum yang bicara HAM Lingkungan?”
Lalu Doni pun bicara panjang lebar tentang ekokrasi, ujungnya ke program Citarum Harum. Ia membutuhkan draft Perpres untuk memayungi program tersebut. Dini pun merencanakan seminar nasional tentang Citarum. Sebuah seminar yang bermuara pada lahirnya Perpres.
“Saya pikir ngapain nunggu selesai seminar. Saya langsung kebut bikin draft Perpres. Empat jam selesai. Jam 08.00 sampai jam 12.00. Lalu jam 14.00 saya menghadap Kasdam Pak Yosua. Beliau sedang diinfus vitamin. Tapi buru-buru infus dicabut, dan beliau langsung ikut rapat dalam kondisi kurang fit. Luar biasa semangatnya,” kenang Dini Dewi.
Dini mengaku memang tidak banyak berkotor-kotoran di Citarum. Ia bermain di ranah akademik. Hasilnya, sangat banyak mahasiswa S1, S2, bahkan S3 yang menulis skripsi, tesis, dan disertasi yang mengangkat Sungai Citarum. “Karena dikerjakan menggunakan teori dan metodologi ilmiah, maka hasilnya pun menjadi ilmiah. Jika ada yang membantah, harus melakukannya dengan cara yang sama,” katanya.
Peran TNI memang sangat dominan. Itu tergambar dari skripsi, tesis atau disertasi mengenai Citarum Harum. Tergambar bagaimana TNI menjadi penggerak bersama unsur masyarakat yang lain. Kolaborasi pentahelix. Peran TNI mengubah dan mengakselerasi program. “Dalam melakukan penelitian, para mahasiswa juga pasti mewawancarai para Komandan Sektor, di samping masyarakat,” ujarnya (bersambung).
Editor: Ariful Hakim