Ceknricek.com -- Rapat pleno rekapitulasi hasil penghitungan suara Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) selesai sebelum waktu yang ditentukan. Ketua KPU, Arief Budiman, menetapkan keputusan itu di kantor KPU, Jalan Imam Bonjol, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (21/5) dini hari.
"Menetapkan, memutuskan keputusan KPU tentang hasil Pemilu anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota secara nasional dalam Pemilu 2019," katanya membacakan surat keputusan KPU.
Hasil Pemilu ini kali tidak begitu mengejutkan karena sejumlah quick count sebelumnya sudah memberi ancar-ancar bahwa hasilnya mirip-mirip hitungan real KPU. Banyak yang meragukan hitung cepat, nyatanya hitung lambat hasilnya dekat-dekat saja.
Juara untuk pemilihan legislatif dipegang PDI Perjuangan dengan 27.053.961 (19,33%), disusul Gerindra 17.594.839 (12,57%), Partai Golkar 17.229.789 (12,31%), PKB 13.570.097 (9,69%), dan NasDem 12.661.792 (9,05%).
Partai Keadilan Sejahtera atau PKS menyusul berikutnya dengan suara 11.493.663 (8,21%), Demokrat 10.876.507 (7,77%), PAN 9.572.623 (6,84%), dan PPP 6.323.147 (4,52%).
Partai-partai di luar itu, tidak lolos parliamentary threshold 4%. Mereka adalah Perindo 3.738.320 (2,67%), Berkarya 2.929.495 (2,09%), Hanura 2.161.507 (1,54%), PSI 2.650.361 (1,89%), PBB 1.099.848 (0,79%), Garuda 702.536 (0,50%), dan PKPI 312.765 (0,22%).
Satu hal yang menarik untuk ditelaah dari hasil Pileg ini adalah partai Islam dan partai yang berbasis massa Islam mengalami penurunan yang signifikan. Pemilu 2019 menjadi Pemilu paling buruk bagi partai Islam. Di sisi lain, partai nasionalis semakin gemuk.

Sumber: Istimewa
Sejak 1955
Selanjutnya, mari kita tengok suara parpol Islam macam PKS, PBB, dan PPP, serta partai berbasis massa Islam seperti PKB dan PAN. Pemilu 2019 ternyata adalah Pemilu paling sulit bagi partai ini. Berdasarkan hasil real count KPU terkini, parpol Islam dan yang berbasis massa Islam hanya mengoleksi 29,05%. Ini adalah angka kecil bahkan terkecil dalam sejarah Pemilu di Indonesia.

Sumber: Tirto
Perolehan angka 29,05% itu adalah dari hasil penjumlahan perolehan suara Partai Keadilan Sejahtera (PKS) 7,21%, Partai Persatuan Pembangunan (PPP) 4,52%, Partai Bulan Bintang (PBB) 0,79%, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) 9,69%, dan Partai Amanat Nasional (PAN) 6,84%.
Partai nasionalis justru mengantongi suara signifikan. Total suara partai nasionalis menguasai 70,95%.
Selama ini, memang pilihan politik pemeluk Islam menyebar dan terbanyak justru dijatuhkan ke parpol nasionalis. Kondisi itu tidak hanya terjadi pada tahun ini saja. Pada Pemilu 2014 dan Pemilu sebelumnya juga begitu.
Dari data KPU, perolehan suara partai-partai Islam dan yang berbasis massa Islam terus menurun pasca reformasi. Pada Pemilu 1999 dan 2004, PPP selalu masuk dalam tiga besar. Namun, perolehan suara partai berlambang Kakbah itu anjlok pada Pemilu 2009 dengan kehilangan 20 kursi di DPR, yaitu dari 58 kursi (2004) menjadi 38 kursi (2009). Sedangkan PKS, PAN, dan PKB juga hanya menempati posisi sepuluh 10 besar perolehan suara hingga Pemilu 2014.
Pada Pemilu 2014, setidaknya ada 5 partai politik yang memiliki ideologi atau basis pemilih Islam. Mereka antara lain PKB, PKS, PAN, PPP, dan PBB. Jika digabungkan, total perolehan suara dari lima parpol Islam ini sebanyak 39,2 juta dari 125 juta suara sah. Sedangkan perolehan suara parpol nasionalis 85,7 juta. Jika dipersentase, suara parpol Islam sebesar 31,45% berbanding 68,6% suara parpol nasionalis.
Tren menurunnya suara partai Islam telah terjadi sejak lama. Pada Pemilu 1955 parpol Islam meraih suara 43,7%, lalu pada 1999 menurun drastis menjadi 36,8%. Meski sempat meningkat kembali pada Pemilu 2004 dengan presentase 38,1%, namun Pemilu 2009 turun tajam dengan hanya mendapat 29,16%.
Gap curam kembali terjadi pada Pemilu 2009. Jika keterpilihan gabungan parpol Islam 29,16% pada tahun itu, gabungan elektabilitas parpol nasionalis mencapai 70,84%. Nahasnya, Pemilu 2009 seolah menjadi “kuburan” bagi partai yang berideologi Islam. Dari enam partai politik berideologi Islam yang ikut serta dalam Pemilu--PKS, PPP, PBB, PKNU, PBR, dan PMB--hanya 2 partai yang lolos aturan parliamentary threshold 2,5%, yakni PKS dan PPP.
Sentimen Agama
Peneliti LSI Denny JA, Ikram Masloman, menilai tren penurunan perolehan suara partai Islam seiring dengan terjadinya proses sekulerisasi politik. "Pemilih ini saleh secara agama dan ritual. Tapi secara politik, menurut mereka, agama tidak serta-merta sakral kemudian muslim memilih partai muslim," katanya kepada Tempo.

Peneliti LSI Denny JA Ikrama Masloman. Sumber: Antara
Sentimen agama pada Pemilu 2019 memang menguat sejak Pilkada 2017, karena Ahok tersandung kasus penodaan agama. Ikram melihat, partai-partai Islam ini mencoba memanfaatkan konservatisme agama.
Meski teruji berhasil di Pilkada DKI 2017 dan menguatkan pemilih pasangan kepala daerah yang diusung PKS, namun sentimen agama belum teruji berhasil di Pileg selama ini. Apalagi, magnet Pilpres 2019 jauh lebih kuat ketimbang Pileg.
Ikram mengatakan, hanya partai yang berkaitan langsung dengan calon presidenlah yang akan mendapatkan insentifnya, yaitu PDI Perjuangan sebagai partai Joko Widodo dan Gerindra sebagai partai Prabowo Subianto. "PKS yang mendorong 2019 ganti presiden, faktanya tidak bisa mengangkat karena magnet Pilpres jauh lebih kuat," katanya.
Ikram pun menyarankan pada parpol Islam untuk memperbaiki representasi simbol parpol yang mewakili entitas agama. Sebab, tulang punggung partai Islam adalah kapitalisasi agama. "Minimal representasi agama diperkuat, saya pikir bisa saja mendongkrak (perolehan suara)," kata dia.
Saran berikutnya ialah memperbaiki kualitas kader partai, sehingga tidak terjebak pada korupsi yang bisa membuat masyarakat antipati terhadap partai Islam. Pasalnya, partai Islam yang terjebak kasus korupsi memiliki daya rusak lebih kuat ketimbang partai sekuler.