Produksi Dokter Spesialis Tertunda Akibat Kolegium Palsu Kemkes yang tidak Kompeten | Cek&Ricek wardah-colorink-your-day
Foto: Istimewa

Produksi Dokter Spesialis Tertunda Akibat Kolegium Palsu Kemkes yang tidak Kompeten

Ceknricek.com--Adalah sebuah fakta sejarah yang tidak bisa dihapus maupun diputar-balikkan begitu saja, bahwa Kolegium Bidang Ilmu atau Kolegium Dokter Spesialis adalah sebuah Lembaga independen/ mandiri (self regulating body) yang dibentuk oleh Organisasi Profesi Spesialis untuk menjaga Baku Mutu Pendidikan, Kompetensi, sampai pada Praktek Profesi Spesialis.

Sesuai dengan UU 29/2004 Pasal 1 butir 13, Kolegium adalah badan otonom yang dibentuk oleh Organisasi Profesi (OP) untuk masing-masing cabang disiplin ilmu, yang bertugas mengampu pendidikan bidang ilmu tersebut. Kolegium memiliki tugas utama untuk menjaga baku mutu pendidikan profesi dokter, dokter spesialis, dan dokter subspesialis.

Keanggotaan kolegium adalah para Guru Besar Bidang Ilmu tersebut dan para pengelola pendidikan bidang ilmu yang terdiri atas Ketua Program Studi dan ketua Departemen/Institusi Pendidikan Dokter Spesialis terkait. Keberadaan kolegium juga mengacu pada UU 20/2013 tentang Pendidikan Kedokteran, yang menyebut Fakultas Kedokteran sebagai penyelenggara program pendidikan bersama dengan Rumah Sakit Pendidikan berkoordinasi dengan Kolegium sebagai bagian dari Organisasi Profesi.

Semua aturan terkait Kolegium dalam UU 29/2004 maupun UU 20/2013 adalah bukti adanya pengakuan Negara atas peran kelompok masyarakat terpelajar yaitu Perhimpunan Dokter Spesialis yang telah memilih yang paling terpelajar di antara mereka, yaitu para Guru Besar Bidang Ilmu untuk mengampu dan mengembangkan pendidikan spesialis tersebut. Rasanya tidak mungkin dibantah bahwa kelompok Guru Besar Bidang Ilmu inilah yang paling pantas mengampu dan mengelola pendidikan spesialis, tidak mungkin digantikan bahkan oleh Presiden sekalipun, apalagi seorang Menkes yang sama sekali tidak memiliki latar belakang pendidikan kedokteran.

Bahkan Keberadaan Kolegium dan MKKI ini telah dikukuhkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK), dalam amar putusan No. 10/PUU-XV/2017, MK berpendapat bahwa Kolegium Kedokteran/ Majelis Kolegium Kedokteran Indonesia (MKKI) merupakan unsur yang terdapat dalam IDI dan bukan merupakan organisasi yang terpisah dari IDI. Kolegium Kedokteran Indonesia/ MKKI merupakan unsur dalam IDI yang bertugas melakukan pengaturan dan pembinaan pelaksanaan sistem pendidikan profesi kedokteran. Jadi Kolegium/ Majelis Kolegium adalah sebuah Academic Body Profesi Kedokteran.

Rakyat mesti tahu bahwa selama lebih dari 30-35 tahun, para Guru Besar Bidang Ilmu yang tergabung dalam Kolegium Profesi Spesialis ini telah berkiprah menjalankan tugas konstitusi, menjaga baku mutu dan menghasilkan dokter spesialis yang terstandar secara nasional, bahkan regional, secara mandiri tanpa sepeserpun mendapatkan kucuran anggaran dari negara (baca: menkes). Saat secara paksa diambil-alih alias dirampok oleh menkes, mereka bisa menghasilkan sebanyak 2700 orang lulusan spesialis baru setiap tahun, sebuah pengabdian tulus yang bahkan tidak tertandingi oleh kerja seorang menkes yang cuma bisa menambah beban utang rakyat lebih dari 63 Triliun.

Kaidah Ilmu, Independensi, dan Zero Conflict of Interest, 3 syarat yang tidak dimiliki oleh Kolegium Palsu Kemenkes

Tugas seorang dokter dalam berprofesi dibatasi oleh kompetensi, harus terus mengikuti perkembangan keilmuan, dan hanya mempraktekkan bentuk pengobatan yang sudah terbukti bermanfaat menurut kaidah ilmu kedokteran (Evidence Based Medicine). “Seorang Dokter wajib selalu melakukan pengambilan keputusan professional secara independen dan mempertahankan perilaku profesional dalam ukuran/ standar yang tertinggi," demikian bunyi salah satu ketentuan dalam Kode Etik Kedokteran Indonesia (Kodeki).

Dalam hal ini kolegium berperan sebagai peer-group yang merumuskan dan menjadi rujukan kebenaran kaidah ilmiah dan budaya ilmiah, dan sekaligus menjadi bagian dari Masyarakat Ilmiah Dunia. Kolegium adalah lembaga pengampu ilmu yang menyusun pelbagai standar terkait Pendidikan dan Pengembangan ilmu, menyusun kurikulum pendidikan, menentukan batasan-batasan kompetensi, cara pencapaian kompetensi, sampai menguji kompetensi lulusan spesialis dari dalam dan luar negeri. Jadi ada kaidah ilmu dan tradisi ilmiah yang melekat erat dalam Lembaga Kolegium.

Terkait Kaidah Ilmu dan Tradisi Ilmiah ini, seperti disampaikan oleh Prof Djohansjah Marzoeki, Guru Besar Unair, ada 4 syarat yang harus dipenuhi, yaitu Harus Rasional (kebenaran ilmu harus bisa dipahami secara sebab-akibat dan masuk akal), Harus Benar (kebenaran ilmu harus bisa diulang oleh siapapun dengan hasil yang selalu konsisten), Harus Mandiri atau Independen (kebenaran Ilmiah tidak bisa diletakkan di bawah penguasa, betapapun besar kekuasaannya), dan yang terakhir Tidak Boleh ada Konflik Kepentingan (intervensi kekuasaan tidak bisa diterima dalam kaidah ilmu dan pengelolaan ilmu, kebenaran ilmiah tidak boleh tunduk pada perintah penguasa).

Oleh karena itu, secara logika sederhana dan akal sehat, Kolegium yang dibentuk atas dasar UU 17/2023, PP No.28/2024, serta PMK 12/2024 bukanlah sebuah Lembaga Ilmiah, alias Kolegium Palsu karena tidak mandiri, dikendalikan oleh penguasa, dan penuh dengan conflict of interest. Hal ini terlihat jelas pada PP No. 28/2024 Pasal 1 Butir 44, Kolegium adalah Kumpulan Ahli dari setiap disiplin Ilmu Kesehatan…..yang menjalankan tugas dan fungsi secara independen dan merupakan alat kelengkapan Konsil. Tapi pada Pasal 707 tertulis, Kolegium dalam melaksanakan tugas, fungsi, dan wewenang harus berkoordinasi dengan menkes dalam rangka menjamin kesesuaian dengan kebijakan yang ditetapkan menkes. Dalam hal pelaksanaan tugas, fungsi, dan wewenang tidak sesuai dengan kebijakan yang ditetapkan oleh menkes, menkes dapat melakukan penyesuaian pelaksanaan tugas, fungsi, dan wewenang.

Kebohongan Publik seorang menkes terkait Penentuan Ketua Kolegium Spesialis

Terkait mekanisme seleksi anggota dan ketua Kolegium Kesehatan Indonesia, bahkan sampai penetapan ketua Kolegium Bidang Ilmu (PMK No. 12/2024, Pasal 18-22), semuanya diatur oleh menkes yang memposisikan diri sebagai Firaun Moderen, seorang Penguasa Tunggal alias Diktator bagi semua urusan mulai dari pendidikan, rekrutmen,  sampai tatakelola seluruh tenaga kesehatan dan tenaga medis.

Terkait penentuan Ketua Kolegium Spesialis ini, dalam sebuah unggahan IG, menkes menyebut dengan jelas bahwa Ketua Kolegium dipilih oleh menkes dari Suara Terbanyak dalam proses Voting oleh Anggota Organisasi Profesi (OP) Spesialis (https://www.instagram.com/reel/DBGhsllS7D6/?igsh=MWs4MHI1b2tqN-nYzbw==). Jelas ini adalah sebuah Kebohongan Publik seorang menkes karena banyak bukti yang memperlihatkan bahwa mayoritas Ketua Kolegium (Palsu) tersebut ditunjuk oleh menkes secara tidak transparan.

UU No. 17/2023 serta PP No. 28/2024 dan PMK No. 12/2024 telah mengambil paksa alias merampok Lembaga Kolegium, dari tangan para putra terbaik bangsa dalam setiap bidang spesialis, dan menggantinya dengan para petugas menkes yang bekerja dan tunduk pada perintah menkes, dengan kriteria yang tidak jelas. Dalam PMK No.12/2024 Pasal 23, tentang tata kerja, tertulis Kolegium Kesehatan Indonesia memiliki tugas melakukan koordinasi pelaksanaan peran, tugas, fungsi, dan kewenangan kolegium tiap disiplin ilmu kesehatan sesuai dengan kebijakan yang ditetapkan oleh menkes. Di sini terlihat jelas sekali tidak adanya independensi Kolegium karena dikangkangi di bawah ketiak menkes, dan ini juga inkonsisten dengan isi PP No. 28/2024 Pasal 1 Butir 44, “Kolegium adalah Kumpulan Ahli dari setiap disiplin Ilmu Kesehatan…..yang menjalankan tugas dan fungsi secara independen”.

Produksi Spesialis Baru tertunda gegara Kolegium Profesi di-Rampok dan di-Begal menkes

Ada tiga tugas pokok yang wajib dilakukan Kolegium Kedokteran Spesialis dalam proses Pendidikan profesi spesialis. Pertama adalah membantu FK pemilik Program Studi terkait proses Akreditasi oleh Lembaga Akreditasi yang sah. Tugas penting berikutnya adalah menyusun dan selalu memperbaiki kurikulum pendidikan dan proses pencapaian kompetensi sesuai standar yang sudah disahkan oleh Negara via Konsil, serta mengawasi penerapan dan pelaksanaannya oleh Institusi Pendidikan. Dan tugas pokok terakhir adalah bekerjasama dengan Institusi Pendidikan Dokter Spesialis guna penyelenggaraan evaluasi akhir nasional atau uji kompetensi spesialis (UKom), bagi para peserta didik yang sudah memenuhi semua tahapan pendidikannya.

Terkait penyelenggaraan UKom Nasional ini, dengan berbagai alasan, Kolegium Palsu kemkes ini banyak memiliki kendala alias ketidakmampuan dalam penyelenggaraannya. Tidak satupun Kolegium Palsu kemkes yang mampu secara mandiri menyelenggarakan UKom, karena hanya Kolegium Profesi yang memiliki semua perangkat mulai dari Bank Soal, Tim Reviewer Soal Ujian, penguji nasional yang memenuhi kriteria, dan banyak lagi. Akibatnya, demi menyelamatkan peserta didik agar jangan jadi korban ketidakmampuan kolegium palsu kemkes, Kolegium Asli milik Profesi (yang telah dirampok dan dibegal oleh menkes via PMK 12/2024) dengan terpaksa berkolaborasi mewakafkan seluruh potensi yang dimilikinya demi menyelamatkan peserta didik dan tentu saja demi tanah air tercinta.

Ketidakmampuan ini telah nyata-nyata merugikan kepentingan para peserta UKom dari banyak program studi Spesialis akibat tertundanya penyelenggaraan UKom bagi peserta didik yang sudah siap untuk diuji, sampai tertundanya penerbitan Sertifikat Kompetensi sebagai syarat untuk bisa mengurus Ijin Praktek Spesialis. Dari sisi jumlah peserta UKom, dari Profesi Ilmu Bedah saja ada lebih dari 200 orang peserta UKom setiap tahun, apalagi Profesi Spesialis Anak yang lebih dari 400 orang setiap tahun. Padahal setidaknya ada 38 Profesi Spesialis yang Kolegium Spesialis-nya dirampok dan dibegal oleh menkes dan digantikan oleh Kolegium Palsu Kemkes. Dan lebih konyol lagi, ternyata kolegium palsu kemkes masih memungut biaya penyelenggaraan UKom ini, untuk Profesi Bedah, besarnya pungutan adalah 4 juta/ peserta.

Akibatnya jelas yaitu ratusan calon spesialis yang sudah siap untuk bertugas mengabdikan ilmu dan profesinya di banyak daerah yang memerlukan menjadi tertunda. Hal ini selain merugikan para calon spesialis baru tersebut, juga merugikan seluruh warga masyarakat yang memerlukan layanan kesehatan spesialistik. Jelas terbukti bahwa kolegium palsu bentukan kemkes tersebut adalah sekedar para petugas menkes selaku juragan, dan mereka semua tidak kompeten dalam Pengelolaan  Pendidikan Spesialis dan dalam Penyelenggaraan Uji Kompetensi Spesialis

#Zainal Muttaqin, Pengampu Pendidikan Dokter Spesialis, Guru Besar Universitas Diponegoro


Editor: Ariful Hakim


Berita Terkait