Ceknricek.com -- Terdakwa penyebar berita bohong alias hoaks, Ratna Sarumpaet, memohon keadilan pada majelis hakim. Ia bahkan meneteskan air mata saat membacakan nota pembelaan (pleidoi).
"Majelis Hakim dapat menilai tentang kebenaran yang sebenar-benarnya kebenaran tentang berita yang dianggap sebagai kebohongan itu, sehingga dapat memutuskan perkara saya ini dengan seadil-adilnya," kata Ratna dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (18/6).
Ratna tak menyangka kebohongannya berdampak hukum. Ia sampai-sampai ditahan. Aktivis itu menegaskan tak mengerti keonaran apa yang ia buat, seperti tuduhan Jaksa Penuntut Umum (JPU). "Kebohongan yang saya lakukan sangat jauh dari menimbulkan rasa kebencian dan permusuhan," ucapnya.
Ruang sidang hening ketika Ratna membacakan pleidoi. Hanya isak tangis Ratna sejak awal hingga akhir pembacaan pleidoi.Sebelumnya, JPU menyatakan Ratna Sarumpet terbukti bersalah atas kasus hoaks. Dia dituntut 6 tahun penjara.
"Telah terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan tindak pidana menyebarkan berita bohong dengan sengaja. Menjatuhkan pidana terhadap Ratna Sarumpaet dengan pidana penjara selama enam tahun," kata koordinator JPU Daroe Tri Sadono dalam sidang pembacaan tuntutan.
Daroe menyebut Ratna terbukti menyiarkan berita bohong tentang penganiayaan terhadap dirinya. Dia kemudian mengirim foto gambar wajah lebam dan bengkak kepada sejumlah orang.
"Berita itu mendapat reaksi dari masyarakat dan menyebabkan kegaduhan, keributan atau keonaran di masyarakat baik di media sosial, media elektronik, dan telah terjadi demonstrasi," jelas Daroe.
Daroe menyebut tuntutan ini sudah berdasarkan fakta persidangan. Jaksa tak menemukan alasan untuk membebaskan Ratna.
Hal yang memberatkan tuntutan Ratna, dia dikenal sebagai orang yang berintelektual, tetapi tidak berperilaku baik. Ratna juga kerap memberikan keterangan berbelit di persidangan. "Yang meringankan terdakwa, terdakwa sudah minta maaf," lanjut Daroe.
Ratna dinilai terbukti bersalah melanggar Pasal 14 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana. Dia dinilai telah menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong dan dengan sengaja menerbitkan keonaran di kalangan rakyat.