Pendirian NU digagas para kiai dari Jawa Timur, Madura, Jawa Tengah dan Jawa Barat, yang menggelar pertemuan di kediaman K.H. Wahab Chasbullah di Surabaya.
Pertemuan tersebut merupakan prakarsa dari K. H. Hasyim Asy’ari yang menginginkan agar Islam tradisional di Indonesia dapat dipertahankan dan perlu dibentuk suatu wadah khusus. Upaya ini sebetulnya sudah pernah dirintis oleh Kiai Wahab dan K. H. Mas Mansur jauh sebelumnya.
Melansir Tirto, sebagaimana ditulis Ahmad Zahro dalam buku Tradisi Intelektual NU: Lajnah Bahtsul Masail 1926-1999 (2004), Kiai Wahab mendirikan Nahdlatul Wathan yang artinya “Kebangkitan Tanah Air” pada 1914.
Kemudian tahun 1918 didirikan Taswirul Afkar atau dikenal juga dengan Nahdlatul Fikri (Kebangkitan Pemikiran), sebagai wahana pendidikan sosial politik kaum dan keagamaan kaum santri.
Selanjutnya didirikanlah Nahdlatut Tujjar, (Pergerakan Kaum Saudagar) yang dijadikan basis untuk memperbaiki perekonomian rakyat.
Dengan adanya Nahdlatul Tujjar itu, maka Taswirul Afkar, selain tampil sebagai kelompok studi juga menjadi lembaga pendidikan yang berkembang sangat pesat dan memiliki cabang di beberapa kota.
Turut Membela Tanah Air
Selain bergerak di bidang keagamaan dan kemasyarakatan, Nahdlatul Ulama juga memiliki andil dalam sejarah kemerdekaan Indonesia. Ketika pecah peristiwa 10 November 1945 di Surabaya, K.H. Wahid Hasyim, K.H. Zainul Arifin bersama Hizbullah turut membela Indonesia dalam perang melawan penjajah Belanda.
Hizbullah adalah kelompok militer yang awalnya hanya untuk kalangan NU, tapi akhirnya terbuka untuk umum. Di masa yang kritis ini mereka kemudian memanggil semua aliansinya, termasuk kiai dan ulama di Jawa dan Madura, yang melahirkan Resolusi Jihad pada 22 Oktober 1945.
Baca Juga: Sejarah Hari Ini: Organisasi Muhammadiyah Berdiri
"Slogan yang banyak disuarakan muslim selama periode tersebut adalah, 'Mencintai negara adalah sebagian dari iman'. Slogan lainnya adalah, 'Hidup terhormat atau mati atas nama Islam',” tulis Faisal Ismail dalam The Nahdlatul Ulama Its Early History and Contribution to the Establishment of Indonesian State mengutip Detik Jumat (31/1).
Lebih lanjut, Faisal menulis bahwa slogan itu juga memberi motivasi pada kaum muslim untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia meski nyawa sebagai taruhannya. “Dalam resolusi tersebut, perang membela dan mempertahankan kemerdekaan disebut fardhu 'ain (wajib),” terang Faisal.
Menjaga Keberagaman Mazhab Islam
Kiai Wahab dan para kiai Islam-tradisional lainnya merasa sangat perlu membentengi Islam Nusantara karena beberapa tata cara ibadah keagamaan mereka kerap ditentang golongan Islam-reformis yang digawangi, misalnya oleh Al-Irsyad dan Muhammadiyah.
Ketika itu, Raja Ibnu Saud hendak menerapkan asas tunggal yakni mazhab wahabi di Makkah, serta hendak menghancurkan semua peninggalan sejarah Islam maupun pra-Islam, yang selama ini banyak diziarahi karena dianggap bid'ah.
Baca Juga: Sejarah Hari Ini: Perkumpulan Ronda Rekso Roemekso Menjelma Sarekat Islam
Melihat hal tersebut Kiai Wahab dan kalangan pesantren yang selama ini membela keberagaman, menolak pembatasan bermazhab dan penghancuran warisan peradaban tersebut dengan mengirim utusan ke Makkah untuk menghadap Raja Ibnu Saud. Namun, usul itu ditolak dengan tegas oleh kaum reformis dalam sebuah rapat di Cianjur pada tahun 1926.
Didorong oleh minatnya yang gigih untuk menciptakan kebebasan bermazhab serta peduli terhadap pelestarian warisan peradaban, maka kalangan pesantren terpaksa membuat delegasi sendiri yang dinamai dengan Komite Hejaz, yang diketuai oleh K.H. Wahab Hasbullah.
Atas desakan kalangan pesantren yang terhimpun dalam Komite Hejaz, dan tantangan dari segala penjuru umat Islam di dunia, Raja Ibnu Saud mengurungkan niatnya. Hasilnya hingga saat ini di Makkah bebas dilaksanakan ibadah sesuai dengan mazhab mereka masing-masing.
Dalam perjalanan riwayatnya, NU kemudian berkembang pesat dan amat terjaga secara tradisional. Kini, NU menjadi organisasi kemasyarakatan Islam terbesar di Indonesia, hidup berdampingan dengan wakil kelompok Islam-reformis yang dulu berpolemik, Muhammadiyah.
BACA JUGA: Cek SOSOK, Persepektif Ceknricek.com, Klik di Sini