Sejarah Hari Ini: Mengenang Tragedi Semanggi II | Cek&Ricek Anugerah Pewarta Astra 2025 - Satukan Gerak, Terus Berdampak
Sumber: Titiknol

Sejarah Hari Ini: Mengenang Tragedi Semanggi II

Ceknricek.com -- Tepat pada tanggal hari ini, 20 tahun lalu, 24 September 1999, demontrasi besar-besaran menentang rencana pengesahan RUU Penanggulangan Keadaan Bahaya (PKB), serta tuntutan pencabutan dwifungsi ABRI pecah di Jakarta.

Wikipedia mencatat, dalam tragedi tersebut, seorang mahasiswa UI, Yap Yun Hap, tewas tertembak dan 11 lainnya di Jakarta, serta 217 korban luka-luka. 

Penolakan Terhadap RUU PKB 

Aksi unjuk rasa menentang pengesahan RUU PKB, sebelumnya sudah terjadi di beberapa daerah dari awal September 1999.

Dicatat Kompas (21/9/1999), ratusan demonstran dari Urban Poor Consortium (UPC) berunjuk rasa di depan Gedung MPR/DPR. Selain penghentian pembahasan RUU PKB, UPC juga menuntut pencabutan UU Keadaan Bahaya yang telah berlaku sejak 1959 serta penghentian aksi represif TNI di berbagai wilayah. 

Pada hari yang sama, aksi demonstrasi juga terjadi di Bandung, dan Semarang. Di Bandung, setidaknya 12 kesatuan aksi dari berbagai perguruan tinggi dan ormas berdemonstrasi di Gedung DPRD Jawa Barat. Sementara, di Semarang unjuk rasa di halaman Gedung DPRD Jawa Tengah digerakkan oleh Komite Semarang untuk Aksi Demokrasi (KSAD).

Mengenang Tragedi Semanggi II
Sumber: Kompas

Baca Juga: Aksi Kamisan ke-600 Bukti Pemerintah Tidak Serius Menangani Kasus HAM?

Ada beberapa poin dalam RUU PKB yang memunculkan kontroversi bagi mahasiswa dan masyarakat. Salah satunya, jika disahkan, sejumlah LSM berpandangan, UU PKB akan menjadi pembenaran bagi TNI untuk melakukan operasi militer.  

Hal ini juga dikhawatirkan akan mengekang konsep-konsep damai yang muncul dari rakyat. Kekhawatiran lainnya, TNI akan masuk dalam ranah publik sehingga dianggap berpotensi melumpuhkan komponen gerakan sipil dengan alasan keadaan bahaya.

Meskipun demikian, pada 23 September 1999, DPR RI tetap mengesahkan UU PKB walau sejumlah aksi menuntut penolakan undang-undang tersebut masih berlangsung di sejumlah kota. Di Jakarta sendiri aksi ini kian memanas dan mencapai puncaknya. 

Sebagaimana dilansir harian Kompas (24/9/1999), massa aksi yang terkonsentrasi di depan Gedung DPR/MPR Senayan merangsek masuk ke Kompleks Parlemen yang dihadang aparat. Tidak hanya itu, aksi massa ini juga menimbulkan bentrokan dengan aparat keamanan. Namun, sejak petang dan malam hari, demonstrasi berjalan dengan tenang dan damai. 

Tragedi Semanggi II

Pasca demonstrasi damai di malam hari, sekitar 300-an demonstran dari kalangan mahasiswa dan masyarakat umum makan bersama di pinggir jalan di sekitaran RS Jakarta. Di sana ada pula aparat kepolisian yang bertugas. Keadaan tenang dan tidak ada keributan sama sekali. 

Ketenangan itu koyak ketika terdengar suara tembakan dari kejauhan. Massa pun kaget dan mulai melihat keadaan. Dari kejauhan tampak rombongan iring-iringan truk tentara mengarah ke arah mereka sambil melancarkan tembakan yang kian gencar dari arah Jalan Jenderal Sudirman. 

Mengenang Tragedi Semanggi II
Sumber: Dictio

Para demonstran mulai berhamburan lari dan menyelamatkan diri. Karena posisi mereka dekat dengan kampus Atma Jaya dan Rumah Sakit Jakarta, mereka mencoba mencari perlindungan ke sana. namun, sebagian mahasiswa masih melakukan perlawanan. 

Rentetan tembakan itu mengakibatkan dua orang tewas di tempat, belasan lainnya mengalami luka-luka. Salah satunya Yun Hap, mahasiswa semester 7 Jurusan Elektro, Fakultas Teknik UI. Sementara itu, satu korban lainnya belum teridentifikasi.

Tewasnya Yun Hap pun mengundang reaksi keras dari sejumlah kalangan. Mereka kemudian mengutuk ABRI yang terus menggunakan cara-cara represif untuk mengatasi demonstrasi mahasiswa. Salah satunya berasal dari ketua DPP partai Amanat Nasional, Amien Rais. 

"RUU PKB harus ditunda dan bahkan harus dihentikan. Karena kalau tidak, justru menimbulkan pertanyaan ''maunya apa''. Kita tentu amat kecewa sampai ada nyawa melayang dan luka-luka parah," ungkap Amien dikutip dari Kompas (26/9/1999). 

Penyelesaian yang Tidak Jelas

Perkara tewasnya Yun Hap kemudian diusut oleh Tim Pencari Fakta (TPFI) yang diketuai Hermawan Sulistyo. Dikutip dari Tirto, menurut penelusuran TPFI, seperti dilaporkan Kompas (28/9/1999), Yun Hap kena tembak tentara sekira pukul 20.40. Ia tewas sebelum berhasil masuk ke RSJ. TPFI menegaskan tak ada kendaraan lain saat itu kecuali kendaraan ABRI.

Dalam tim yang terdiri dari sejumlah pakar dan ahli dari berbagai bidang ilmu ini kemudian menyimpulkan, bahwa yang melakukan penembakan membabi buta terhadap sekelompok massa yang berada di sekitar Jalan Jenderal Sudirman adalah dua kelompok prajurit.

Mengenang Tragedi Semanggi II
Sumber: Kompas

“Dari dua saksi utama yang kami cek silang secara mendalam, Yun Hap jatuh tersungkur oleh kelompok tembak pertama. Sesudah kelompok tembak pertama, ada kelompok tembak kedua. Jadi, tidak mungkin ada satu kendaraan apa pun yang masuk di tengah kedua kelompok tembak tersebut. Karena itu, penjelasan Kapolda (Kepala Kepolisian Daerah Metro Jaya Mayjen (Pol) Noegroho Djajoesman-Red) itu sangat tidak bisa dipertanggungjawabkan," kata anggota TPFI, Tamrin Amal Tomagola, dikutip dari Harian Kompas, (28/9/1999).

Selepas pembentukan TPFI ini, atas desakan mahasiswa dan keluarga korban kekerasan aparat keamanan, DPR kemudian membentuk Pansus Trisakti, Semanggi I, dan Semanggi II (TSS) pada tahun 2000. Setelah satu tahun bekerja mereka kemudian memperoleh kesimpulan  bahwa tidak terjadi pelanggaran HAM berat dalam kasus-kasus tersebut. 

Mengenang Tragedi Semanggi II
Sumber: Kompas

Kesimpulan itu tentu saja menimbulkan kekecewaan mendalam bagi keluarga korban. Hingga saat ini, setelah dua puluh tahun berlalu, dalang di balik tragedi Semanggi II dan peristiwa-peristiwa lainnya terkait pelanggaran HAM berat juga masih belum terungkap. Sepertinya negara -memang- sengaja untuk membiarkan kasus ini menguap, dan lambat laun tergerus oleh waktu.

BACA JUGA: Cek OPINI, Opini Terkini Persepektif Ceknricek.com, Klik di Sini. 



Berita Terkait