Ceknricek.com -- Hari ini 44 tahun yang lalu, tepatnya pada 28 November 1975, Timor Leste mendeklarasikan kemerdekaannya sebagai negara berdaulat dari Portugis (Portugal). Deklarasi ini dibacakan setelah Revolusi Anyelir di Portugal dimenangkan oleh kelompok sosialis pada 1974 yang mengakibatkan negeri jajahan mereka, salah satunya Timor Timur menjadi daerah tak bertuan.
Pada 1974, rezim fasis (sayap kanan) pimpinan Marcelo Caetano di Portugal yang sudah berkuasa sejak 1920-an berhasil digulingkan oleh kelompok militer berhaluan kiri (sosialis) pimpinan Jenderal Spinola dalam Revolusi Anyelir. Sesudah kudeta berlangsung, konstitusi yang memenangkan kudeta tersebut mengharuskan wilayah jajahan Portugis yang sebelumnya berstatus provinsi di luar negeri untuk dilepaskan serta bebas menentukan nasibnya sendiri.
Negeri jajahan Portugal, Timor Leste yang mendengar kabar ini pun sontak mengambil alih peran semi pemerintah setelah mereka dijajah Portugis sejak abad ke-16. Namun tindakan ini juga mengundang reaksi keras dari partai-partai lain di sana.
Dalam keadaan persiapan kemerdekaan di Timor Timur pada waktu itu, muncul partai-partai baru yang memiliki misi masing-masing. Tercatat seperti Partai Front Revolusioner Independen Timor Timur (Fretilin), Partai Uni Demokrat Timur (UDT), dan Demokrat Asosiasi Timor (Apodeti).
Baca Juga: Sejarah Hari Ini: Lebanon Merdeka dari Prancis
Fretilin menginginkan Timor Timur untuk merdeka dan berdaulat sepenuhnya. UDT menginginkan kemerdekaan secara bertahap, sedangkan Apodeti memiliki tujuan untuk berintegrasi dengan Indonesia.
Konflik internal ini kemudian menyebar di kalangan akar rumput sehingga menyebabkan pertumpahan darah terjadi di Timor timur. Singkat cerita, UDT dan Apodeti kemudian meminta bantuan kepada Indonesia untuk meredam situasi tersebut.
Indonesia kemudian mengirim pasukan militernya pada 1975 dalam Operasi Seroja pada 7 Desember 1975. Namun yang terjadi mereka bukannya meredakan ketegangan, masuknya militer rombongan Benny Moerdani dan Prabowo Subianto ke Timor Timur malah memperkeruh keadaan.
New York Agreement
Pasca Operasi Seroja, pasukan Fretilin mengalami kekalahan. Satu tahun kemudian pada 17 Juli 1976, Presiden Soeharto memperkenalkan provinsi ke-27 mereka yang baru, yakni wilayah Timor Timur.
Lewat doktrin-doktrinnya, Orde Baru menyatakan bahwa Timor Timur adalah anak yang hilang dan telah kembali ke pangkuan pertiwi. Orde Baru juga menyatakan bahwa para nasionalis Timor Timur adalah pemberontak dan separatis yang harus ditumpas.
Foto: Istimewa
Baca Juga: Sejarah Hari Ini: Referendum Timor Leste
Tahun 1998, Orde baru lengser. Keadaan ini membawa angin segar bagi Timor Timur. Markus Benzing, dalam bukunya, Midwifing a New State: The United Nations in East Timor menulis, pada 5 Mei 1999, dicapai kesepakatan antara Indonesia dan Portugal untuk membuat perjanjian referendum bagi wilayah itu.
Perjanjian tersebut dikenal sebagai New York Agreement. Tidak hanya itu, PBB juga membentuk United Nations Mission in East Timor (UNAMET) untuk mengawal kesepakatan Indonesia dan Portugal dalam prosesnya menuju referendum Timtim.
Setelah membentuk UNAMET pada 11 Juni 1999, Dewan Keamanan PBB pun menetapkan resolusi 1246, yaitu kesepakatan antara Indonesia, Portugal, dan PBB untuk menggelar referendum. Lewat UNAMET, dewan internasional akan mengawal proses pemungutan suara di Timor Timur.
Pemungutan Suara
Penduduk Timor Timur kemudian diajukan dua pertanyaan dalam referendum pada 30 Agustus 1999. Keduanya ialah apakah akan menerima otonomi khusus untuk Timor Timur dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia, atau menolak otonomi khusus yang diusulkan hingga menyebabkan pemisahan Timor Timur dari Indonesia.
Foto: Istimewa
Baca Juga: Sejarah Hari Ini: India Merdeka Dari Inggris
Ratusan ribu orang kemudian berbondong-bondong untuk mengikuti proses referendum, di mana UNAMET menyediakan 200 lokasi yang tersebar di beberapa tempat di sana. Lima hari kemudian, dikutip dari buku Self Determination in East Timor karya Ian Martin, hasil referendum menunjukkan sebanyak 94.388 penduduk atau sebesar 21,5 persen penduduk memilih tawaran otonomi khusus.
Sementara itu, 344.580 penduduk, atau 78,5 persen dari total penduduk di Timor Timur memilih untuk menolaknya alias memisahkan diri dari Indonesia. Dari sinilah kemudian secara resmi bendera merah putih tidak lagi berkibar di Timor Leste setelah resmi menjadi negara berdaulat pada 20 Mei 2002, dengan presiden pertama mereka Xanana Gusmao.
BACA JUGA: Cek BIOGRAFI, Persepektif Ceknricek.com, Klik di Sini
Editor: Thomas Rizal