Sekitar dua bulan setelah Jerman menginvasi Polandia pada tahun 1939 dan secara resmi memulai Perang Dunia II, Nazi mulai melumpuhkan negara yang diduduki secara budaya dan kekerasan dengan menghilangkan elit intelektual dari negara tersebut. Pada hari itu, pemimpin Gestapo di Krakow, Kolonel SS Obersturmbannfuhrer Bruno Muller memerintahkan rektor Jagiellonian University, Professor Tadeusz Lehr-Spławinski untuk mengumpulkan para dosen dan profesor dari universitas tersebut.
Dengan dalih mengenai rencana Jerman bagi dunia pendidikan di Polandia, Bruno Muller memerintahkan pada sang rektor untuk menyebar undangan kepada para akademisi di Polandia untuk datang dalam ceramahnya yang akan dilaksanakan di salah satu kelas di universitas tertua kedua di Eropa Tengah itu.
Sumber: Krakow
Hari itu pun tiba, 6 November 1939, hari ini 80 tahun yang lalu, sebanyak 144 akademisi dari Jagiellonian University, 21 dari Technology University, dan tiga lainnya dari Economic University digiring ke ruang kuliah No.66 di Collegium Novum, Universitas Jagiellonian. Ruang kelas cukup sesak, para akademisi sudah hampir setengah jam menunggu, namun acara yang tak kunjung dimulai.
Apa yang terjadi kemudian sangatlah mengejutkan, ketika sepasukan tentara Nazi masuk ke kelas tersebut membekuk ilmuwan-ilmuwan di sana lalu mengirimnya dalam kamp konsentrasi Sachsenhausen yang dibangun Jerman di Polandia.
Baca Juga: Joseph Goebbels Ahli Propaganda Era Hitler
Nazi kemudian berdalih, para akademisi ditahan karena memulai perkuliahan tanpa izin. "Mereka juga menunjukkan sikap permusuhan terhadap ilmu pengetahuan Jerman," demikian penjelasan Nazi, dikutip dari Krakow Post.
Kondisi penahanan ini berlangsung cukup lama hingga datang musim dingin di Polandia yang akhirnya merenggut nyawa 15 ilmuwan di dalam kamp konsentrasi. Protes besar-besaran pun akhirnya berhasil menekan Jerman untuk melepaskan para ilmuwan.
Insiden tersebut akhirnya memang menuai kecaman dari dunia internasional, termasuk dari pemimpin fasis Italia, Benito Mussolini. Lalu sebanyak 101 akademisi yang berusia di atas 40 tahun dibebaskan pada Februari 1940 meskipun beberapa di antara meninggal setelah dibebaskan karena perlakuan yang buruk di dalam kamp konsentrasi.
Perlakuan Rasis yang Memicu Kekalahan
Sepanjang Perang Dunia II, sudah jadi rahasia umum jika Jerman merupakan salah satu kekuatan dunia yang maju di berbagai bidang sains dan teknologi. Adolf Hitler, melalui Nazi, memang berkeinginan untuk menguasai Eropa dan dunia.
Kemajuan ini tentu saja berkat kontribusi beragam ilmuwan yang dipekerjakan oleh Nazi untuk menghasilkan sederet teknologi yang paling mutakhir di masanya. Namun, di sisi lain, banyak juga ilmuwan yang melarikan diri ke luar negeri, khususnya Yahudi akibat ideologi ras Nazi, Holokaus.
Sumber: Istimewa
Baca Juga: Sejarah Hari Ini: Hitler Menjadi "Fuhrer", Pemimpin Absolut Jerman
Dari sinilah kemudian banyak orang beramai-ramai meninggalkan tanah Jerman dan Polandia yang kebanyakan terdiri dari ilmuwan, insinyur, guru, seniman, dokter, tukang terampil dan yang lainnya, yang dalam hal ini dibutuhkan tenaga dan pikirannya untuk memenangkan perang. Kehilangan para ilmuwan inilah yang kemudian menjadi luka yang dibuat sendiri oleh Nazi.
Sejarah mencatat mereka akhirnya kalah dalam perlombaan pengembangan senjata atom serta menjadi salah satu penyebab kekalahan mereka dalam PD II. Salah satu orang yang paling tersohor yg meninggalkan Jerman karena rasisme ini adalah Albert Einstein. Banyak dari orang-orang yang pindah ke Amerika Serikat ini akhirnya menyumbangkan seluruh tenaga mereka untuk mengalahkan Nazi Jerman dengan berbagai cara.
Selain menjadi tentara, tentu saja para pelarian tersebut memilih menjadi insinyur dan ilmuwan dan bergabung dalam Proyek Manhattan untuk merancang bom atom pertama di dunia. Para pengungsi Jerman inilah yang kemudian memainkan peran kunci, untuk memastikan Amerika Serikat (Sekutu) keluar sebagai pemenang PD II.
BACA JUGA: Cek BUKU & LITERATUR, BeritaTerkini Persepektif Ceknricek.com, Klik di Sini.