Ceknricek.com -- Ketua Presidium Indonesia Police Watch adalah seorang sosok penting di Kandang Ayam. Kandang Ayam adalah nama sebuah tempat di Jalan Daksinapati Raya, Rawamangun, tempat berkumpulnya mantan wartawan maupun yang masih aktif, dan berbagai tokoh lintas profesi lainnya. Di tempat itulah, biasanya Neta menghabiskan waktu sampai malam, ngobrol ngalor-ngidul, termasuk pula topik-topik serius yang terjadi di negeri ini.
Kami di Komunitas Kandang Ayam biasanya memanggil Neta S Pane “Pangeran Kandang Ayam”. Sebab dialah satu-satunya orang yang tidak pernah melepas sepatunya bila datang ke Kandang Ayam, baik di bawah maupun di lantai dua, tempat penghuni dan tamu-tamu biasanya berkumpul. Belakangan kami paham, sepatu yang dikenakan Neta bukan sembarang sepatu, tetapi sepatu yang ditempeli huruf H (Hermes) yang harganya belasan atau mungkin puluhan juta rupiah sepasang. Bayangkan kalau sepatu itu di lepas, sedangkan di Kandang Ayam siapa saja bebas masuk, apa tidak celaka kalau raib?
Mendengar cerita Neta S. Pane, terutama mengenai politik dan hukum di negeri Nyiur Melambai ini cukup mengasyikkan. Neta tanpa sungkan menyampaikan informasi penting yang jarang diketahuai orang. Neta tidak peduli apakah omongannya akan dikutip untuk menjadi tulisan atau hanya sebatas pengetahuan pribadi, yang jelas dia akan menyampaikannya secara terbuka.
Sumber: Istimewa
Sambil berbicara, biasanya ia mengisap cerutu. Neta adalah penggemar cerutu. Dia juga selalu menawarkan cerutu kepada siapa saja yang berminat. Di tas kecil dan di mobilnya selalu tersedia cerutu. Mulai dari yang berharga Rp.100.000 / batang hingga Rp.5 juta / batang. Siapa saja yang mengenal baik Neta S. Pane, pasti pernah merasakan, atau setidaknya ditawari cerutu.
Berbicara cerutu, Neta bisa dikategorikan pakarnya. Sudah katam. Dia tahu merek-merek cerutu, harga dan asal negaranya. Dia bahkan sudah mendatangi pabrik dan pasar cerutu paling terkenal di dunia, yakni di Cuba dan Spanyol. Karena cerutu juga, menurutnya, dia bisa keliling dunia.
Selain menjadi penggemar, Neta mengakui dirinya juga pedagang cerutu. Pelanggannya kebanyakan pejabat-pejabat di negeri ini. Tidak sedikit pejabat yang memesan cerutu mahal seharga Rp.5 juta / batang.
“Kalau sehari saja dia mengisap dua batang, berarti untuk cerutu saja dia keluar uang Rp.10 juta sehari. Cuma dihisap doang! Gila enggak!” kata Neta sambil menyebut nama seorang pejabat sambil tertawa.
Bila ia ke luar negeri, perburuan utamanya membeli cerutu. Ketika pulang koper yang dibawanya terisi berkotak-kotak cerutu mahal. Tentu saja sepatu dan tas mewah merek “H” yang dibelinya langsung di Paris, Perancis.
Sumber: Istimewa
Di dalam negeri cerutu yang dibawanya laris bak pisang goreng. Neta sudah memiliki pelanggan tetap, yang bisa mengeluarkan uang seperti kencing di toilet.
Keuntungan cerutu itulah, diakuinya, yang bisa membiayai kehidupannya selama ini.
Di luar pekerjaan menghasilkan tersebut, Neta S Pane dikenal sebagai Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW), LSM yang menyoroti kinerja kepolisian. Melalui IPW ini dia kerap membuat pernyataan atau siaran pers bila ada hal-hal yang tidak patut di lingkungan kepolisian atau di lingkup kerja kepolisian.
Banyak yang menilai Neta S. Pane adalah sosok yang sangat berani. Betapa tidak, yang disoroti adalah kinerja lembaga yang memiliki kekuasaan luar biasa di negeri ini: Yakni kepolisian. Neta tak pernah takut membuat siaran pers yang menyoroti atau mengkritik buruknya kinerja di lingkungan kepolisian. Terungkapnya skandal red notice buronan Joko Tjandra yang melibatkan jenderal di kepolisian misalnya, pertama kali diungkapkan oleh Neta S. Pane.
Di IPW boleh dibilang Neta adalah seorang "Lone Ranger" Walau pun IPW memiliki tim investigasi, biasanya Neta mengumpulkan informasi – kadang menerima informasi A1 dari sumber-sumber penting – lalu diolah dan disebarluarkan sendiri.
Siaran Pers IPW selalu ditunggu oleh media massa, atau tidak jarang media masa baik cetak, online maupun televisi menemuinya untuk wawancara khusus, karena Neta tak pernah menutup-nutupi informasi penting.
Sumber: Istimewa
Di luar masalah dalam negeri, Neta juga mau berbicara tentang masalah luar negeri yang diketahuinya. Ketika terjadi saling serang antara Hamas dan Israel bulan lalu, penulis secara khusus mewawancarai Neta S. Pane tentang apa yang dilihat dan dirasakannya ketika ia berkeliling Palestina dan Israel, dua tahun lalu. Ceritanya cukup obyektif, tidak memihak, meskipun Neta adalah seorang muslim yang taat. Dia selalu shalat lima waktu waktu, dan rajin berpuasa Senin–Kamis.
“Jangan salah ya, kerukunan beragama di Israel jauh lebih baik dibandingkan di Indonesia. Dalam perjalanan dari Jerusalem ke Tel Aviv, sopir yang membawa gua ngajak shalat di rumah orang Yahudi!” tuturnya.
Bagi warga Kandang Ayam, Neta S Pane adalah sosok yang pemberani dan baik hati. Dia tak segan menolong yang kesusahan. Setiap kali berkumpul di Kandang Ayam, Neta selalu mentraktir makan malam semua yang ada saat itu. Menjelang Idul Fitri 1442 H yang baru lalu, dia secara khusus memberikan tanda mata kepada semua penghuni Kandang Ayam berupa lembarang uang koleksi Rp.75 ribuan plus uang ratusan ribu bergambar Soekarno-Hatta, tanpa terkecuali siapa saja yang ada saat itu.
Sumber: Istimewa
Melacak keberadaan Neta tidak sulit. Meskipun teleponnya sulit dihubungi, dia termasuk aktif di media sosial–Facebook dan Instagram.
Di awal Juni 2021 ini kami semua sahabat beliau di Kandang Ayam sempat bertanya-tanya, setelah ia kembali ke Kampung Halamannya di Sipirok, Neta malah tidak aktif di medsos.
Pertanyaan kami kemudian terjawab. Dalam statusnya di facebook tanggal 8 Juni 2021, Neta S Pane mengabarkan dirinya terpapar Covid-19. Foto yang ditampilkan ia sudah mengenakan ventilator. Kami semua, dan orang-orang yang mengenalnya mendoakan agar Neta S. Pane dapat melewati saat-saat yang berat itu, dan bisa berkumpul kembali bersama-sama. Namun takdir berkata lain. Hari ini, 16 Juni 2021 pukul 10.00 WIB, Neta S. Pane dikabarkan menghembuskan nafas terkahir.
Kami semua terhenyak. Sedih. Tak tahu lagi apa yang harus dikatakan. Kami, dan juga bangsa Indonesia yang mengharapkan tegaknya keadilan di negeri ini, merasa sangat kehilangan atas kepergian Neta S. Pane, sang “Lone Ranger” pemberani yang baik hati. Semoga Tuhan mengampuni dosa-dosanya dan menerima amal baiknya, agar saat ini Neta sudah bisa tersenyum di sorga.
Neta lahir di Medan 18 Agustus 1964, dari keluarga wartawan. Ayah dan kakeknya wartawan.
Neta mengawali kariernya sebagai wartawan Surat Kabar Harian (SKH) Merdeka di Jakarta 1984. Di media yang sama, Neta juga naik jabatan menjadi Redaktur Pelaksana (Redpel) pada 1991.
Tahun 1993, Neta pindah ke Harian Terbit sebagai Redpel. Lalu pada 2002-2004, Neta S Pane juga pernah menjabat sebagai Wakil Pemimpin Rekdaksi Surat Kabar Jakarta, sebelum akhirnya menjadi Ketua Presidium IPW pada 2004 hingga akhir hayatnya.
Neta meninggalkan seorang isteri dan tiga orang anak. Salah seorang anaknya sudah menikah dan memberinya seorang cucu.