Suruhan Hidup Rukun dan Damai | Cek&Ricek Anugerah Pewarta Astra 2025 - Satukan Gerak, Terus Berdampak
Sumber: Istimewa

Suruhan Hidup Rukun dan Damai

Ceknricek.com--Tidak mudah memang untuk terus menjalin kerukunan dan perdamaian/kedamaian antara sesama manusia. Bahkan di antara suami/istri yang pernah memadu rasa cinta dan kasih sayang satu sama lain pun bisa terjadi keretakan. Begitu juga antara sesama sanak saudara dan handai taulan.  Namun wajib hukumnya kita berusaha untuk mewujudkannya, sebisa mungkin.

Belakangan ini di Indonesia “keretakan” yang timbul antara satu golongan dengan golongan lain, sampai-sampai memunculkan julukan-julukan yang sama sekali tidak lagi berada dalam kategori kepatutan. Bahkan ada julukan yang sarat konotasi agama yang dengan seenaknya disemburkan ke arah mereka yang tidak disukai. Misal saja “KADRUN” alias kadal gurun, yang umumnya dimaksudkan adalah sesuatu yang keArab- Arab-an, alias Islam.

Dan ternyata di antara Umat Islam pun tidak sedikit juga yang begitu seenaknya menuding Muslim lainnya sebagai “Kadrun”, hanya karena perbedaan paham politik.

Dalam salah satu Surah atau Bab Al Qur’an yang menjadi panduan, pedoman dan bimbingan hidup setiap Muslim, yakni Surah ke-49 “Al Hujarat” (Bilik-Bilik), ayat ke-10, Islam menegaskan:"Sesungguhnya orang-orang Mukmin (yang beriman) bersaudara, karena itu lakukanlah islah (kerukunan) di antara kedua saudaramu."

Judul Surah ke-49 dalam Al-Quran itu (Al Hujurat –Bilik-Bilik), mirip dengan ucapan Yesus dalam Yohanes 14:2 (In my Father’s house are many mansions) atau “Di rumah BapakKu banyak tempat tinggal….” (Alkitab – Lembaga Alkitab Indonesia, Jakarta 1991).

Dan mereka yang dicap kadrun menciptakan istilah olok-olok mereka sendiri untuk membalas ejekan lawan mereka, yaitu Cebong. Mungkin julukan “Cebong” itu yang notabene adalah cikal bakal kodok, diambil dari kegemaran Presiden Joko Widodo untuk mendengarkan “suara” kodok yang dapat, katanya, melenakannya. Hal ini diungkapkannya dalam wawancara dengan koran Singapura “The Straits Times” baru-baru ini:

To relax, he (Presiden Joko Widodo – penulis) loves listening to his pet frogs. “Their croaking at night is soothing. The frogs themselves aren’t.” (Untuk relaksasi dia (maksudnya Presiden Joko Widodo) gemar mendengarkan kodok-kodok peliharaannya.

"Suara mereka di malam hari menyenangkan/menyejukkan. Meski kodok-kodok itu sendiri tidak mendatangkan kesejukan – kata Presiden Joko Widodo).”

Mungkin saja kegemaran atau hobi Presiden Joko Widodo ini yang menjadi cikal bakal para pendukungnya kemudian dijuluki “Cebong”. Apapun alangkah baiknya kalau kedua belah pihak mufakat untuk menjalin “genjatan senjata”.

Bahkan antara Arab Saudi yang menganut aliran “ahlu sunnah wal jamaah alias Sunni” dan Iran yang Shi’ah saja bisa dirukunkan oleh Tiongkok. Islam menganggap “para keturunan Nabi Adam telah dimuliakan.” (Dan sungguh Kami telah muliakan keturunan Adam….QS 17:70).

Ternyata dalam kalangan Umat Kristen pun ada “julukan-julukan” yang menusuk perasaan. Seperti ungkapan “papists” yang, paling tidak dahulu, sejak zaman Martin Luther, sering digunakan oleh kalangan Protestan untuk menyentil Umat Katolik. 

“The term (papist) is a polemic and an epithet describing anyone who, in the estimation of the user, is more beholden to the Pope than to Christ” (Ungkapan papist adalah suatu ucapan atau tulisan yang penuh kecaman tentang seseorang yang dianggap lebih patuh pada Paus ketimbang Kristus).

Banyak yang tidak atau belum tahu bahwa dalam agama Islam sangat dipantangkan saling olok mengolok antara satu sama lain. Larangan ini termuat juga dalam Surah Al Hujurat (49) ayat ke-11, yang antara lain berbunyi:

“Hai sekalian orang-orang yang beriman: Janganlah suatu kaum mengolok-olokkan kaum yang lain, boleh jadi mereka (kaum yang diolok-olokkan itu) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olokkan).”

Masih dalam ayat itu juga terdapat larangan “panggil memanggil dengan gelar-gelar (atau julukan-julukan) yang buruk.”

Islam pada hakikatnya mengutamakan kesantunan dan kepatutan. Juga terhadap non-Muslim. Ketika menyiapkan buku berjudul “JIHAD YANG SESUNGGUHNYA” (kini diterbitkan on- line oleh Gramedia) penulis mengawali halaman pertamanya dengan kutipan tentang perlakuan Nabi Muhammad (saw) terhadap Umat Kristen di Sinai, Mesir.

Dalam tahun 626 Masehi, sebuah perutusan dari biara Santa Caterina (yang merupakan biara Kristen tertua di dunia dan sampai sekarang masih berfungsi di Sinai, Mesir), tiba di Madinah, yang waktu itu merupakan pusat Islam.

Perutusan tersebut ditugaskan menemui Rasulullah (saw) untuk meminta jaminan keamanan dan perlindungan untuk mereka. Diriwayatkan Rasulullah (saw) langsung memanggil seorang juru tulis untuk mencatat pesan berikut:

"Ini adalah pesan dari Muhammad ibn Abdullah, sebagai perjanjian dengan mereka yang menganut ajaran Kristiani, dimanapun mereka berada, kami bersama mereka. Sesungguhnya aku, para pembantuku dan para pengikutku, melindungi mereka karena Umat Kristiani adalah wargaku, dan Demi Allah! Aku akan membela mereka sekiranya ada yang mengganggu mereka.

Mereka tidak boleh dipaksa. Begitu pula para hakim mereka tidak boleh disingkirkan dari jabatan mereka, juga para pendeta mereka tidak boleh diusir dari biara mereka. Tidak boleh ada yang menghancurkan rumah ibadah mereka, atau merusaknya, atau mengambil sesuatu darinya untuk dibawa ke rumah-rumah Muslim. Apabila ada yang melakukan hal seperti itu, maka niscaya mereka telah melanggar ketentuan yang dibuat Allah dan sekaligus durhaka pada Nabi mereka.

Sesungguhnyalah mereka adalah sekutuku dan memiliki jaminan dariku untuk menentang segala yang mereka tidak sukai. Tidak boleh ada yang memaksa mereka untuk melakukan perjalanan atau mewajibkan mereka untuk bertempur. Umat Islam-lah yang akan bertempur untuk mereka.

Apabila seorang perempuan Kristiani dinikahi seorang lelaki Muslim, maka itu hanya dapat terjadi dengan persetujuan sang perempuan. Dia (sebagai istri) tidak boleh dihalangi untuk pergi ke gereja untuk berbakti. Gereja-gereja mereka harus dihormati. Mereka tidak boleh dicegah atau dihalangi untuk memperbaikinya, juga kesucian dari kepercayaan mereka. Tidak ada Umat Islam yang boleh melanggar perjanjian ini sampai akhir zaman (kiamat),” (Piagam ini masih tersimpan dalam Biara Santa Catherine di Sinai, Mesir, sampai sekarang - penulis).

Jadi sudah jelas ajaran Islam yang sesungguhnya, yang mendambakan kerukunan. Bukan saja Al-Quran menyukai kerukunan antara Umat Islam dan umat lainnya, sebagaimana disebut dalam Surah Al Mumtahanah (60) ayat ke-7: "Mudah-mudahan Allah mengadakan kasih sayang antara kamu dengan orang-orang yang memusuhi kamu di antara mereka. Allah Maha Kuasa dan Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”, melainkan juga dalam Islam diingatkan: "Dan janganlah kamu memaki (sesembahan-sesembahan) yang mereka sembah selain Allah….”.

Semoga ada hikmahnya.


Editor: Ariful Hakim


Berita Terkait