TNI AU AMPUH: Menginspirasi melalui Karya dan Dedikasi untuk Negeri | Cek&Ricek wardah-colorink-your-day
Foto: Istimewa

TNI AU AMPUH: Menginspirasi melalui Karya dan Dedikasi untuk Negeri

Ceknricek.com--Dalam dunia kedirgantaraan militer, tak semua pengabdian tercatat di halaman depan berita. Ada kisah-kisah sunyi yang hanya diketahui oleh mereka yang menjalaninya. Kisah ini tentang pilihan untuk bertahan, berjuang, dan membangun saat jalan keluar tampak begitu jauh.

Saya menulis ini bukan untuk membanggakan diri, melainkan untuk berbagi sepotong cerita dari pengabdian yang pernah saya jalani sebagai seorang prajurit Angkatan Udara. Bukan di medan perang, bukan di tengah sorotan publik, tapi di balik layar pelatihan para penjaga langit negeri ini yaitu awak pesawat tempur Indonesia.

Sebagai Kepala Kesehatan Penerbangan dan Ruang Angkasa dr. Saryanto, (Kalakespra dr. Saryanto) pertengahan hingga akhir 2018, saya mengemban tanggung jawab besar: memastikan kesiapan fisik dan psikologis para calon pilot tempur melalui Indoktrinasi dan Latihan Aerofisiologi. Salah satu alat vital yang digunakan adalah Human Centrifuge yakni sebuah alat raksasa yang menyimulasikan gaya gravitasi tinggi (G-force) untuk melatih tubuh pilot menghadapi tekanan Gravitasi ekstrem di udara.

Namun, pada satu titik, human centrifuge kami rusak. Bukan kerusakan biasa. Kerusakan ini membuat Indonesia harus mengirim para pilot ke luar negeri, terutama ke Singapura, hanya untuk menjalani pelatihan G- Force yang seharusnya bisa dilakukan di tanah air sendiri. Ini bukan hanya persoalan teknis, tapi simbolik. Sebagai prajurit, hati saya terganggu.

Saya bertanya dalam hati: "Mengapa kita harus bergantung pada negara lain? Bukankah kita punya sumber daya manusia yang luar biasa? Apakah bangsa sebesar ini benar-benar tak bisa memperbaiki alatnya sendiri?"

Pertanyaan-pertanyaan itu menggema di benak saya, sampai pada akhirnya saya memutuskan untuk bertindak. Dengan penuh keyakinan dan keberanian, saya menulis surat kepada Komandan Komando Pemeliharaan Materiil TNI Angkatan Udara.(Dankoharmatau) saat itu, Marsda TNI Dento Priyono. Saya memaparkan kondisi Human Centrifuge, dan menyampaikan kekhawatiran, serta lebih dari itu, saya mengajukan harapan: agar kita bisa memperbaiki human centrifuge sendiri, di dalam negeri.

Tindakan itu penuh risiko. Bisa saja saya dianggap melampaui batas, terlalu ambisius, atau sekadar idealis. Tapi saya percaya: jika pengabdian dilandasi niat tulus, maka akan ada jalan. Dan benar, jalan itu terbuka.

Marsda TNI Dento bukan hanya menanggapi, beliau menyanggupi. Tak hanya itu, KASAU Marsekal TNI Yuyu Sutisna pun memberi dukungan penuh atas upaya ini. Dalam kolaborasi lintas satuan, dalam semangat “satu udara, satu tekad”, kami mulai memperbaiki human centrifuge yang sempat dianggap "mati".

Saya menyaksikan sendiri bagaimana para teknisi, perwira, hingga tim ahli bekerja tanpa pamrih. Malam berganti siang, ruang latihan kembali hidup. Dan ketika mesin itu berputar lagi, ketika kursi pelatihan itu kembali bergetar menantang gravitasi, saya tahu: ini bukan sekadar alat yang hidup kembali, tapi semangat kebangsaan yang menyala.

Itu adalah momen haru yang tak bisa saya lupakan.

Saya menangis. Bukan karena bangga, tapi karena terharu. Karena dalam diam, kami membuktikan bahwa TNI AU mampu berdiri di atas kaki sendiri. Bahwa kita tak harus terus bergantung. Bahwa kita bisa, dan memang layak percaya pada kemampuan anak bangsa.

Dari pengalaman ini, saya belajar satu pelajaran mendalam: jangan pernah remehkan kekuatan dari niat baik dan tekad kuat. Birokrasi bisa menghambat, keterbatasan bisa menghalangi, tapi kalau hati kita penuh cinta kepada negeri, maka kekuatan itu akan membuka jalan.

Kini, human centrifuge itu kembali aktif di Indonesia. Generasi baru para pilot tempur tak lagi harus ke luar negeri untuk latihan G- Force. Dan mungkin mereka tak tahu cerita di baliknya. Tapi tak apa. Pengabdian memang tak selalu perlu pengakuan.

Karena sejatinya, pengabdian adalah tentang mewariskan harapan.

Tentang menciptakan ruang agar generasi penerus bisa melangkah lebih jauh. Tentang memahat jalan, agar mereka bisa terbang lebih tinggi.

Sebagai mantan prajurit, saya tahu masa dinas saya telah berlalu. Tapi cinta saya pada angkasa, pada negeri ini, pada para kesatria udara yang terus terbang menjaga langit, tak akan pernah pudar.

Dan dengan tulisan ini, saya ingin menyampaikan pesan kepada siapa pun yang membaca:

“Jika ada kemampuan dan kemauan, maka tidak ada hal yang mustahil. Percayalah pada diri sendiri, percayalah pada bangsamu. Karena dari angkasa, kita tak hanya menjaga Indonesia... kita juga belajar untuk mencintainya sepenuh hati.”


Editor: Ariful Hakim


Berita Terkait