Ceknricek.com -- Bank umum yang hanya memiliki modal inti kurang Rp3 triliun bersiap-siaplah turun kelas menjadi bank pengkreditan rakyat alias BPR. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan menetapkan ketentuan itu.
Aturan ini memang akan diterapkan secara bertahap. OJK memberikan kelonggran waktu selama tiga tahun. Pada 2020, ketentuan minimal modal inti bank ditetapkan Rp1 triliun. Tahun depan menjadi Rp2 triliun. Selanjutnya, pada 2022, modal inti bank minimal sudah harus Rp3 triliun.
Sumber: Istimewa
Aturan tersebut sudah pasti membuat bank kecil ketar-ketir. Begitu juga dengan sejumlah bank pembangunan daerah alias BPD. Soalnya, rata-rata BPD memiliki modal inti sebesar Rp1 triliun sampai Rp2 triliun saja. Bank-bank milik daerah ini akan menjadi BPR jika dalam tiga tahun mendatang tak juga menambah modal inti.
Sekadar mengingatkan, saat ini bank umum konvensional diklasifikasikan menjadi empat kelas berdasarkan modal inti yang dimiliki, yakni BUKU I, BUKU II, BUKU IIII, dan BUKU IV.
Bank BUKU I merupakan bank dengan modal inti kurang dari Rp1 triliun. Bank BUKU II memiliki modal inti paling sedikit Rp1 triliun hingga kurang dari Rp5 triliun. Bank BUKU III memiliki modal inti paling sedikit Rp5 triliun hingga kurang dari Rp30 triliun. Sementara itu, bank BUKU IV memiliki modal inti setidaknya Rp30 triliun.
Baca juga: Rupiah Melemah Dibayangi Sentimen Korona
Berdasarkan data OJK, hingga Oktober 2019 ada sebanyak 96 bank umum konvensional yang beroperasi di Indonesia. Komposisinya, ada enam bank BUKU IV, 25 bank BUKU III, 52 bank BUKU II, dan 13 bank BUKU I.
Sumber: Istimewa
Ini artinya, ketika aturan permodalan yang baru secara total diimplementasikan pada tahun 2022, minimal ada 13 bank umum konvensional yang terancam turun kelas menjadi BPR.
BPR sendiri merupakan bank dengan layanan yang terbatas. Bank jenis ini hanya bisa memberikan layanan simpanan tabungan dan deposito. Wilayah operasi BPR lebih terbatas dari bank umum. Besaran minimum modal inti dari BPR saat ini di bawah Rp100 miliar.
Kelonggaran
Rupanya, ketentuan modal inti Rp3 triliun sampai pada 2022 tidak menyasar ke BPD. OJK mengafirmasi bahwa ada kelonggaran bagi bank daerah untuk memenuhi ketentuan tersebut. Jika bank umum diberi tenggat pada 2022, maka bank daerah punya waktu hingga 2024.
Sumber: Istimewa
Setidaknya, ada 27 bank daerah yang beroperasi saat ini. Hingga September 2019 masih ada 4 BPD yang punya modal di bawah Rp1 trilliun, atau BUKU I. Mereka adalah PT Bank Pembangunan Daerah Banten Tbk. (BEKS) Rp190 miliar, PT Bank Pembangunan Daerah Lampung senilai Rp643 miliar, PT Bank Pembangunan Daerah Bengkulu Rp689 miliar, dan PT Bank Pembangunan Daerah Sulawesi Tengah Rp814 miliar.
Sementara itu, ada setidaknya sembilan bank lainnya yang modal intinya masih di bawah Rp2 triliun. Bank itu antara lain Bank BPD Maluku dan Maluku Utara (Rp1 triliun), BPD Sulawesi Tenggara (Rp1 triliun), BPD Sulawesi Utara Gorontalo (Rp1,123 triliun), Bank BPD Jambi (Rp1,209 triliun), Bank NTB Syariah (Rp1,384 triliun), BPD Kalteng (Rp1,497 triliun), BPD Kalimantan Selatan (Rp1,735 triliun), BPD NTT (Rp1,758 triliun), dan BPD DIY (Rp1,820 triliun).
Lalu, ada empat BPD dengan modal inti Rp2 triliun tapi tak sampai Rp3 triliun. BPD itu adalah Bank Aceh (Rp2 triliun), dan BPD Kalimantan Barat (Rp2,539 triliun), BPD Sumatera Barat (Rp2,783 triliun), BPD Riau dan Kepulauan Riau (Rp2,856 triliun).
Sedangkan yang bermodal inti Rp3 triliun tapi di bawah Rp5 triliun adalah BPD Sumatera Selatan dan Bangka Belitung (Rp3,031 triliun), BPD Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat (Rp3,108 triliun), BPD Papua (Rp3,138 triliun), BPD Sumatera Utara (Rp3,261 triliun), BPD Bali (Rp3,289 triliun), dan BPD Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara (Rp4,367 triliun).
Sumber: Istimewa
BPD dengan modal di atas Rp1 triliun sampai Rp5 triliun itu masuk BUKU 2. Jika aturan minimal modal inti bank ditetapkan Rp3 triliuan, maka 13 BPD terancam berubah menjadi BPR. Itu jika tidak ada penambahan modal.
Memang tidak semua BPD bermodal cekak. Ada tiga BPD yang masuk kategori BUKU 3 atau bermodal inti di atas Rp5 triliun hingga Rp30 triliun. Tiga bank itu adalah PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk. PT Bank Pembangundan Daerah DKI Jakarta, dan PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Timur Tbk.
PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk. memiliki modal inti Rp9,20 triliun. Bank yang telah go public sejak 2010 ini mencatatkan total aset Rp123,6 triliun pada kuartal III 2019 lalu.
Modal inti Bank DKI tercatat mencapai Rp7,54 triliun per September 2019. Sepanjang kuartal III/2019 Bank DKI mencatatkan peningkatan laba 3,8% menjadi Rp584,3 miliar dari periode yang sama tahun lalu Rp563 miliar.
Bank ini berencana melantai di bursa untuk menambah modal. Rencana ini akan diwujudkan pada semester II 2020. Bank milik pemerintah DKI ini hendak melepas sahamnya sekitar 20% - 30% ke publik. Demi memuluskan aksi ini, Bank DKI juga telah menggandeng beberapa penjamin emisi, serta menunggu perizinan dari DPRD.
Baca juga: Mengajari Daerah Berutang
Sedangkan modal inti PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Timur Tbk. sebesar Rp7,42 triliun. Bank yang sudah melantai di bursa sejak 2012 ini mampu mengoleksi laba bersih Rp1,38 tiliun pada 2019 lalu. "Laba kami tumbuh cukup baik, naik 9,22%. Kami berharap kinerja ini dapat terjaga juga di tahun ini," kata Pjs. Direktur Utama sekaligus Direktur Keuangan Bank Jatim Ferdian Satyagraha.
Ferdian Satyagraha. Sumber: Istimewa
Tambah Modal
Kini, sejumlah bank daerah tengah menyiapkan aksi penambahan modal. Bank Banten misalnya, bakal menggelar rights issue untuk menerbitkan 4 miliar saham dengan nominal Rp3 per lembar. “Perseroan melaksanakan PUT VI dan PUT VII dengan alasan pemenuhan kebutuhan modal. Dan mendukung pelaksanaan fungsi intermediasi perseroan,” papar Bank Banten dalam prospektusnya.
Sumber: Istimewa
Sedangkan bank daerah lain yang modalnya berada di atas Rp2 triliun juga punya rencana penambahan modal. BPD itu ingin naik kelas menjadi BUKU III. “Per Desember 2019 modal inti kami mencapai Rp2,2 triliun. Tiap tahun juga akan ada tambahan modal yang hingga 2025 totalnya akan mencapai RP2,3 triliun,” kata Direktur Pemasaran PT Bank Pembangunan Daerah Yogyakarta, Agus Trimurjanto, seperti dikutp Kontan.
Direktur Pemasaran PT Bank Pembangunan Daerah Sumatera Selatan dan Bangka Belitung, Antonius Argo Prawiro, juga menyatakan hal senada. Pada 2023, perseroan juga menargetkan jadi anggota BUKU III dengan penambahan modal regular dari pemerintah daerah. Per September 2019 lalu modal inti perseroan mencapai Rp3,19 triliun.
Hanya saja, jika OJK mengubah ketentuan modal inti bank, maka cukup sulit bagi BPD Banten dan BPD Yogyakarta untuk masuk BUKU I sekalipun. Bahkan BPD Sumsel dan Babel juga mungkin tetap di BUKU II. Naik kelas ternyata memang sulit.
BACA JUGA: Cek LINGKUNGAN HIDUP, Persepektif Ceknricek.com, Klik di Sini