Ceknricek.com--Prabowo Subianto presiden RI yang baru terpilih, telah menegaskan salah satu komitmen program pemerintahannya adalah untuk mengembangkan kualitas sumber daya manusia Indonesia dalam lima tahun mendatang. Komitmen ini direalisasikan dengan program makan siang gratis bagi anak-anak sekolah. Karena itu, punya komitmen kuat untuk meningkatkan kualitas nutrisi dari anak-anak bangsa. Bagaimanapun gizi ataupun nutrisi yang bergizi akan membantu "menggenjot" kualitas anak Indonesia, dan itu harus dimulai dari sejak dini.
Dengan komitmen dan tekad itu, nampak adanya gagasan yang "membumi" untuk memberikan perhatian kepada pembangunan manusia di garis lapisan masyarakat terbawah. Pemikiran sederhana, tapi mengandung muatan besar untuk mengantarkan bangsa Indonesia menuju Indonesia raya dengan memberikan gizi yang cukup kepada anak-anak Indonesia.
Ketulusan dan keluhuran moral itu, sebagai wujud kontrak sosial dengan rakyatnya, bahwa cita-cita Indonesia Raya akan terejawantahkan melalui jalan investasi yang maksimal pada pembangunan kualitas sumber daya manusia.
Pertanyaannya, mengapa ide yang tergolong gagasan besar itu lebih memilih investasi pada modal manusia (human capital) daripada modal fisik (physical capital) atau infrastruktur, sebagai indikator riil kemajuan Indonesia tercinta ?.
Esensi pembangunan yang patut direnungkan bahwa investasi yang maksimal pada modal fisik tanpa dikombinasikan dengan investasi yang maksimal pula pada modal manusia justru membuat kompetisi kualitas anak-anak Indonesia jadi "kedodoran" dan kalah bersaing. Apalagi jika dimaksudkan SDM anak-anak dalam rangka mempersiapkan generasi emas 2045.
Dalam konteks inilah, satu hal yang perlu digaris bawahi bahwa dalam Human Capital Index yang dirilis Bank Dunia di berbagai tahun yang berbeda, kualitas sumber daya manusia Indonesia tertinggal jauh dengan dunia, bahkan termasuk dengan negara-negara Asia Tenggara sekalipun.
Inilah sesungguhnya yang harus membuat kita jadi miris sebagai bangsa yang besar, sehingga pemimpin bangsa ke depan haruslah memprioritaskan investasi secara maksimal pada pengembangan kualitas sumber daya manusia. Aspek ini sangat penting dan mendesak untuk mengatasi berbagai ketertinggalan. Termasuk membebaskan anak-anak dari kehidupan yang dianggap masih tergolong kurang memiliki kesehatan yang baik, sehingga terus mengalami gangguan pertumbuhan seperti gizi buruk. Katakanlah angka "Stunting" yang masih tinggi mempengaruhi kondisi kesehatan anak-anak di pedesaan.
Masalah ini, harus diakui masih seperti gunung es, padahal yang tidak tercatat jauh lebih besar dari yang tampak dipermukaan. Fakta ini menunjukkan bahwa anak-anak bangsa Indonesia belum mendapatkan perhatian penuh dari pemerintah, sehingga tetap menjadi pemandangan yang memprihatinkan. Dan, sekaligus menunjukkan realitas kesenjangan sosial yang amat ekstrim ini masih dengan kasat mata terjadi di negeri ini.
Oleh sebab itu, program makan siang dan minum susu gratis dari Presiden RI ke 8, diharapkan dapat menjadi solusi penyelesaian masalah yang melanda anak-anak yang kurang gizi. Serta memberikan dampak positif yaitu motivasi (semangat) pendidikan bagi anak-anak, yang pada gilirannya dapat menumbuhkembangkan prestasi dan daya saing untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.
Bahkan, tidak hanya itu, tetapi program pemerintah ini juga mampu menyentuh dan menjawab kebutuhan masyarakat terutama yang ada di daerah. Sebab, yang pasti program ini bukan "mercusuar" yang punya kecenderungan hanya menghambur-hamburkan anggaran (APBN). Sehingga impeknya tidak jelas apalagi signifikansinya kepada masyarakat bawah. Maka dari itulah, tampak sekali masyarakat begitu antusias menyambut program pemerintahan baru yang merupakan bagian dari program yang diharapkan mampu menyasar 82,9 juta orang yang terdiri dari siswa di sekolah , santri, ibu hamil, dan anak balita. Lebih dari itu, diharapkan pula mampu memberikan multiplier efek kepada perekonomian rakyat seperti UMKM.
Selain itu, komitmen pemerintah secara nasional diharapkan pula dapat "mengentaskan" gizi buruk anak-anak yang ada dibangku sekolah tingkat dasar. Karena itu, konvergensi dari pemerintah pusat hingga daerah diperlukan, karena program itu benar-benar menyentuh/menyasar pada rumah tangga miskin. Dampaknya, anak-anak bisa mengkonsumsi makanan yang banyak protein.
Akhirnya, aspek kualitas manusia inilah yang akan menjadi "penentu/pembeda" bagi kemajuan, kesejahteraan, dan kebesaran bangsa. Hanya dengan melalui pendidikan anak-anak Indonesia maka pembangunan kualitas sumber daya manusia akan tercapai, sehingga bonus demografi akan jadi bermanfaat. Tetapi jika tak difungsikan dengan baik, akibatnya akan jadi musibah dan beban bangsa Indonesia.
Jakarta, 10 Agustus 2024
#Abustan, Dosen/Pengajar Universitas Islam Jakarta
Editor: Ariful Hakim