Oleh Redaksi Ceknricek.com
09/14/2019, 20:28 WIB
Ceknricek.com -- Veronica Koman angkat bicara. Pengacara Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) itu memberi penjelasan soal penetapan dirinya sebagai tersangka kasus provokasi insiden Asrama Mahasiswa Papua di Surabaya oleh Polda Jawa Timur.
Melalui pesan tertulis yang diterima redaksi, Sabtu (14/9), Veronica menyebut apa yang ia alami adalah kriminalisasi dan intimidasi. Menurut dia, hal serupa bahkan dialami orang-orang Papua saat ini.
Ada beberapa poin yang ia sampaikan. Veronica misalnya menyebut, penetapan dirinya sebagai tersangka karena pemerintah dan aparat tidak memiliki kompetensi dalam menyelesaikan konflik berkepanjangan di Papua, hingga harus mencari kambing hitam atas apa yang terjadi saat ini. "Cara seperti ini sesungguhnya sedang memperdalam luka dan memperuncing konflik Papua," tulis dia.
Sumber: Twitter
Baca Juga: Polri Sudah Ketahui Keberadaan Veronica Koman
Berikut pernyataan lengkap Veronica Koman:
Saya Veronica Koman, dengan kesadaran penuh, selama ini memilih untuk tidak menanggapi yang dituduhkan oleh polisi lewat media massa. Hal ini saya lakukan bukan berarti karena semua yang dituduhkan itu benar, namun karena saya tidak ingin berpartisipasi dalam upaya pengalihan isu dari masalah pokok yang sebenarnya terjadi di Papua.
Kasus kriminalisasi terhadap saya hanyalah satu dari sekian banyak kasus kriminalisasi dan intimidasi besar-besaran yang sedang dialami orang Papua saat ini. Hal yang jauh dari ingar bingar. Aspirasi ratusan ribu orang Papua yang turun ke jalan dalam rentang waktu beberapa minggu ini seolah hendak dibuat menjadi angin lalu.
Pemerintah pusat beserta aparaturnya nampak tidak kompeten dalam menyelesaikan konflik berkepanjangan di Papua hingga harus mencari kambing hitam atas apa yang terjadi saat ini. Cara seperti ini sesungguhnya sedang memperdalam luka dan memperuncing konflik Papua.
Saya menolak segala upaya pembunuhan karakter yang sedang ditujukan kepada saya, pengacara resmi Aliansi Mahasiswa Papua (AMP). Kepolisian telah menyalahgunakan wewenangnya dan sudah sangat berlebihan dalam upayanya mengkriminalisasi saya, baik dalam caranya maupun dalam melebih-lebihkan fakta yang ada.
Bahwa betul saya terlambat memberikan laporan studi kepada institusi beasiswa, tetapi urusan itu telah selesai per 3 Juni 2019 ketika universitas tempat saya studi mengirimkan seluruh laporan studi saya kepada institusi beasiswa saya.
Adapun Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Australia pernah mengganggu studi saya usai saya berbicara tentang pelanggaran HAM Papua di acara yang diselenggarakan oleh Amnesty International Australia serta gereja-gereja Australia.
Para staf KBRI tidak hanya datang ke acara tersebut untuk memotret dan merekam guna mengintimidasi pembicara, tapi saya juga dilaporkan ke institusi besasiswa atas tuduhan mendukung separatisme di acara tersebut. Itu juga yang membuat hubungan saya dengan institusi beasiswa saya menjadi dingin dan saya tidak meminta lagi pembiayaan beberapa hal yang seharusnya masih menjadi tanggungan beasiswa.
Bahwa rekening saya dalam batas nominal yang wajar sebagai pengacara yang juga kerap melakukan penelitian. Bahwa betul saya menarik uang di Papua ketika saya berkunjung ke Papua, dengan nominal yang sewajarnya untuk biaya hidup sehari-hari.
Bahwa saya hanya pernah ke Surabaya sekali dalam seumur hidup saya selama 4 hari, yaitu ketika pendampingan aksi 1 Desember 2018 bagi klien saya AMP. Saya tidak ingat bila pernah menarik uang di Surabaya. Apabila saya sempat pun ketika itu, saya yakin maksimal hanya sejumlah batas sekali penarikan ATM untuk biaya makan dan transportasi sendiri.
Saya menganggap pemeriksaan rekening pribadi saya tidak ada sangkut pautnya dengan tuduhan pasal yang disangkakan ke saya sehingga ini adalah bentuk penyalahgunaan wewenang kepolisian, apalagi kemudian menyampaikannya ke media massa dengan narasi yang teramat berlebihan.
Waktu dan energi yang negara ini alokasikan untuk menyampaikan propaganda negatif selalu jauh lebih besar ketimbang yang betul-betul digunakan untuk mengusut dan menyelesaikan pelanggaran HAM yang saat ini terjadi di Papua. Secara terang benderang, kita melihat metode shoot the messenger sedang dilakukan aparat untuk kasus ini. Ketika tidak mampu dan tidak mau mengusut pelanggaran/kejahatan HAM yang ada, maka seranglah saja si penyampai pesan itu.
Papua adalah satu wilayah yang paling ditutup dunia. Dan kembali saya tegaskan, kriminalisasi terhadap saya adalah rangkaian dari upaya negara untuk terus membungkam informasi yang keluar dari Papua.
14 September 2019
Veronica Koman
BACA JUGA: Cek HEADLINE Persepektif Ceknricek.com, Klik di Sini