Ceknricek.com -- Berminat mempelajari sejarah kehidupan manusia purba? Jika, ya, datanglah ke Museum Trinil, di Kabupaten Ngawi, Jawa Timur. Pengunjung yang datang ke museum ini akan mendapatkan informasi mengenai asal usul manusia purba, yang konon merupakan nenek moyang bangsa Indonesia. Berlokasi di bantaran Sungai Bengawan Solo, museum ini mengingatkan pengunjung bahwa di tempat itulah manusia purba tinggal dan membangun kebudayaannya.
Museum Trinil memang menjadi salah satu objek wisata sejarah yang penting, terutama untuk para pelajar atau peneliti. Trinil merupakan salah satu kawasan yang menjadi penemuan fosil-fosil dari masa pliosen, sekitar 1,5 juta tahun yang lalu, hingga zaman pleistosen berakhir, yaitu sekitar 10.000 tahun sebelum masehi.
Sumber: ngawikab.go.id
Pengunjung akan disambut gapura museum dengan latar belakang patung gajah purba tepatnya di halaman. Patung ini cukup besar dibanding ukuran sebenarnya, dengan gading sangat panjang, dan anatominya lebih mirip Mammoth tetapi tanpa bulu.
Di halaman museum juga terdapat monumen penemuan Pithecanthropus erectus yang dibuat oleh Eugene Dubois, seorang dokter berkebangsaan Belanda. Pada monumen tersebut tertulis P.e. 175m (gambar anak panah), 1891/95. Maksudnya, Pithecanthropus erectus (P.e.) ditemukan sekitar 175 meter dari monumen itu, mengikuti arah tanda panah, pada ekskavasi yang dilakukan dari tahun 1891 hingga 1895.
Menyimpan replika fosil
Museum Trinil juga memiliki koleksi 1.200 fosil yang terdiri dari 130 jenis. Beberapa replika fosil manusia purba yang dipamerkan antara lain, replika Phitecantropus Erectus yang ditemukan di Karang Tengah (Ngawi), Phitecantropus Erectus yang ditemukan di Trinil (Ngawi), serta fosil-fosil yang berasal dari Afrika dan Jerman, yakni Australopithecus Afrinacus dan Homo Neanderthalensis.
Sumber: rri.co.id
Baca Juga: Museum Prasasti Dalam Lintasan Sejarah
Kendati hanya berupa replika, fosil tersebut dibuat mendekati bentuk aslinya. Sementara fosil-fosil yang asli disimpan di beberapa museum di Belanda dan Jerman.
Selain fosil manusia, museum ini juga memamerkan fosil tulang rahang bawah macan (Felis Tigris), fosil gigi geraham atas gajah (Stegodon Trigonocephalus), fosil tanduk kerbau (Bubalus Palaeokerabau), fosil tanduk banteng (Bibos Palaeosondaicus), serta fosil gading gajah purba (Stegodon Trigonocephalus).
Fosil hewan ini umumnya lebih besar dan panjang daripada ukuran hewan sekarang. Misalnya saja fosil gading gajah purba yang panjangnya mencapai 3,15 meter, bandingkan dengan gajah sekarang yang panjang gadingnya tak lebih dari 1,5 meter.
Proses pembangunan museum Trinil
Pembangunan Museum Trinil Ngawi berawal dari penemuan fosil Pithecanthropus Erectus oleh Eugene Dubois, seorang pejabat kedokteran tentara kolonial Belanda. Untuk memperingati kejadian tersebut, dibuatlah tugu berisi gambar anak panah dengan arah timur laut yang bertuliskan P.e 175 m.
Setelah penemuan tersebut, pada 1980 baru dimulai perencanaan pembangunan sebuah gedung museum oleh Pemerintah Daerah (Pemda) Kabupaten Ngawi. Rencana tersebut berawal dari pembelian tanah di sekitar tugu peringatan dengan luas 16 meter x 25 meter.
Sumber: Situsbudaya.id
Pada 1982 dimulai pembangunan sebuah gedung. Gedung yang semula berfungsi sebagai balai penyelamat itu, beralih menjadi gedung museum khusus untuk menata koleksi fosil-fosil serta dana konservasi dari proyek pengembangan Permuseuman Provinsi Jawa Timur.
Museum Trinil yang berdiri saat ini adalah gedung baru yang diresmikan oleh Gubernur Provinsi Jawa Timur, Soelarso, tahun 1991. Peresmian tersebut bertepatan dengan satu abad Pithecanthropus Erectus ditemukan di Trinil.
BACA JUGA: Cek FILM & MUSIK, Persepektif Ceknricek.com, Klik di Sini