Ceknricek.com--Seorang ASN harus mengucap janji atau sumpah sebelum memulai tugasnya sebagai ASN. Sumpah ini bertujuan agar ia benar-benar bersih dan jujur serta sadar akan tanggung jawabnya sebagai unsur Aparatur Negara, Abdi Negara, dan Abdi Masyarakat. Dasar hukum dari sumpah ASN ini tertuang pada PP No. 21-1975 tentang Sumpah/ janji Pegawai Negeri Sipil (yang digantikan dengan PP No. 11- 2017 tentang Manajemen PNS, dan diubah dengan PP No. 17-2020), UU No. 5-2014 tentang ASN pasal 66 ayat (1), dan PP No. 53- 2010 tentang Disiplin PNS pasal 3.
ASN harus menjunjung tinggi kehormatan Negara, Pemerintah, dan martabat ASN, serta senantiasa mengutamakan kepentingan Negara daripada kepentingan pribadi, seseorang, atau golongan. Bagian terakhir dari sumpah ASN berbunyi : “saya akan bekerja dengan jujur, tertib, cermat, dan bersemangat untuk kepentingan negara”. Kejujuran dalam bekerja menuntut ASN untuk secara professional dan berdasarkan ‘common sense’ berani menyuarakan kebenaran.
Artinya, dalam posisi atau jabatan apapun, seorang ASN harus berani menilai apakah seorang pimpinan atau pejabat publik masih ada di jalan lurus bekerja untuk kepentingan rakyat, atau telah berkhianat terhadap tujuan pokok berbangsa dan bernegara, alias bekerja untuk kepentingan bisnis pemilik modal, keuntungan pribadi dan kelompok, atau bahkan kepentingan Asing.
Dengan UU 17/2023, menkes Berkuasa Penuh atas seluruh SDM Kesehatan, dan Bernafsu Menguasai Proses Produksi Dokter dan Dokter Spesialis
Sejak awal penyusunan RUU yang sekarang jadi UU 17/2023, beredar Surat Dirjen Yankes No. HK.01.01/D/4902/2023, tanggal 11 April 2023, yang ditujukan kepada para pimpinan Satker di Kantor Pusat Ditjen Yankes dan para pimpinan UPT Ditjen Yankes (semua RS Kemenkes se Indonesia). Tertulis di surat ini bahwa seluruh ASN Kemkes baik di kantor pusat maupun di UPT nya, serta pegawai BLU dari seluruh UPT Tidak Diperkenankan (dilarang) untuk membahas RUU di luar forum resmi Kemkes, atau ikut menandatangani/ memberi saran melalui institusi/ organisasi di luar Kemkes. Pimpinan satker/ UPT diminta untuk mengawasi seluruh ASN/ pegawai BLU nya, dan bagi yang tidak patuh terhadap ketentuan ini akan dilakukan pembinaan secara administrasi.
Kata ’Pembinaan administrasi’ ini bisa berupa Surat Peringatan, Mutasi, sampai Penghentian Kerjasama Kemitraan tanpa alasan yang jelas. Isi surat tersebut jelas memperlihatkan arogansi, kesombongan dan Abuse of Power menkes, padahal saat itu UU 17/2023 belum diberlakukan. Di sisi lain, para ASN kemenkes, terutama mereka yang ada di jajaran Ditjen Yankes, tentu paling berpotensi memiliki informasi dan pengalaman paling banyak tentang berbagai kendala dan persoalan tentang layanan kesehatan. Sebagaimana warga negara dan warga masyarakat yang lain, para ASN ini memiliki hak konstitusi untuk menyampaikan pendapat, saran, usulan, bahkan kritik melalui berbagai media yang tersedia dalam lingkup tata-krama/ kearifan lokal dan UU ITE.
Dengan berlakunya UU 17/2023, semua tatakelola SDM kesehatan, dari hulu sampai hilir, benar-benar ada dalam cengkeraman kekuasaan absolut seorang menkes. Bahkan menkes juga amat bernafsu untuk menguasai urusan pendidikan dokter dan dokter spesialis, padahal berdasarkan UU 12/2012 (UU Dikti) masih dikelola oleh Universitas dibawah Kemendikti-Sainstek. Upaya menkes menguasai pendidikan dokter dan dokter spesialis ini dilakukan dengan membangun opini publik bahwa sistem yang ada sebelumnya bobrok dan penuh dengan skandal. Adalah terlalu naif, ceroboh, dan berbahaya, bila Kebenaran dan Masadepan Bangsa ini diperlaruhkan atas dasar pendapat dan dugaan yang jauh dari fakta seekor Musang berbulu Domba, seorang menkes yang samasekali Zonk terkait pemahaman tentang pendidikan dokter.
Power Tend to Corrupt, Absolute Power Corrupt Absolutely, dan Potensi Berulangnya Mega Skandal ‘Pojok Maut’ di Kemenkes
Menkes telah menjadi Super Body alias Fir’aun Moderen, yang dengan kekuasaan absolut-nya telah terbukti melakukan abuse of power terhadap semua SDM Kesehatan di Indonesia, termasuk para Guru Besar Pendidik Klinis di RS Kemenkes, Inna Lillahi, wa Inna Ilaihi Roji’uun. Semua dokter senior tentu ingat akan terjadinya sebuah Mega Skandal yang dikenal sebagai ‘pojok maut’ di jajaran kemenkes, di dalam Kantor Pusat Kemenkes, sekitar 3-4 dekade lalu, yang bisa mengatur penempatan dokter di ‘daerah basah’ dengan imbalan setara mobil Kijang.
Sejarah perjalanan bangsa ini pernah ditandai dengan beberapa kali peralihan kekuasaan yang extra konstitusi (jatuhnya Pemerintahan Orla tahun 1966, dan Orba tahun 1998) semuanya didahului oleh tumbuhnya kekuasaan pemerintahan yang absolut, mengangkangi konstitusi, dan membungkam hak-hak konstitusi warga negara untuk berpendapat dan berserikat, melalui berbagai cara termasuk ancaman pembinaan administrasi, mulai dari penundaan hak kepangkatan sampai pemindahan tugas, bahkan pemecatan bagi ASN.
Peristiwa Pembungkaman atas Kritik dan Perbedaan Pendapat dengan cara yang arogan dan tanpa prosedur yang benar pernah terjadi di awal April 2023 terhadap 2 (Dua) orang Guru Besar dan Pendidik Klinis di RS Kemenkes, yaitu Professor Menaldi Rasmin, mantan Dekan FKUI dan mantan Ketua Konsil Kedokteran, serta Professor Zainal Muttaqin, seorang pakar dan inisiator pengembangan Bedah Epilepsi di Indonesia. Selama lebih dari 25 tahun berkarya, sebelum diberhentikan sepihak oleh menkes, Prof. Zainal telah membangun Tim Dokter, dan setidaknya telah dan sedang mendidik 9 (sembilan) spesialis Bedah Saraf lain (dalam ilmu Bedah Epilepsi), serta atas izin Allah SWT telah merubah Nasib dan Masa-Depan lebih dari 1000 orang pasien penyandang Epilepsi Kebal Obat dari seantero negeri.
Pembungkaman atas Kritik dan perbedaan pendapat terhadap ASN ini rupanya semakin marak lagi, bahkan dengan cara yang bertentangan dan melanggar pelbagai peraturan Perundangan (Aturan BKN No. 5/2019; SE Menpan-RB No. 21/2022; PP No. 17/2020; dan UU No. 5/2014 tentang ASN). Surat Dirjen Yankes No. KP.02.03/D/46359/2024, tg. 3 Des.2024 memaksakan Mutasi secara tiba-tiba terhadap 9 orang ASN Fungsional Kemenkes. Diantara yang dimutasi adalah Dr. Fitri Hartanto, Sp. A. Konsultan Pediatri Sosial dan Dr. Hikari Ambara Sjakti, Sp A. Konsultan Hemato-Onkologi (Kanker Darah) Anak.
Setidaknya, keduanya tidak pernah diberitahu alasan dan tujuan mutasi tersebut, bahkan direktur RS Asal dan RS Tujuan juga tidak tahu alasan mutasi itu, semua adalah perintah atasan yang haram untuk dipertanyakan. Dr. Hikari adalah Sektretaris Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dan Dr. Fitri adalah satu-satunya Dokter Subspesialis Pediatri Sosial yang dimiliki RS Kariadi RS Kariadi. Pada saat dimutasi Dr. Fitri sedang mempersiapkan berdirinya Pendidikan Subspesialis Pediatri Sosial di Semarang, padahal di tempat tujuan mutasinya, RS Sardjito, telah memiliki 2 orang Subspesialis terkait.
Mutasi dan Pemutusan Kerjasama Kemitraan yang Penuh Rekayasa, Ancaman bagi Tradisi Ilmiah dan Kebebasan Akademik
Mutasi sebagai cara pembungkaman terhadap Kritik kini terulang lagi dengan Surat Mutasi yang bahkan sudah beredar via medsos sebelum para pihak yang dimutasi (13 orang Dokter Spesialis) masing-masing menerima Surat Mutasi tersebut. Diantara yang dimutasi adalah Dr. Piprim B Yanuarso, Sp A. Konsultan Kardiologi Intervensi Anak. Berdasarkan informasi langsung darinya. (https://www.instagram.com/reel/DJAxhxETcvU/?igsh=bGQ2OTA1NDZwdzI0) terkait mutasi dari RSCM ke RS Fatmawati, semuanya terjadi tiba-tiba dan mendadak tanpa didahului prosedur yang benar sesuai aturan-aturan tentang Mutasi ASN. Semua orang tahu Dr Piprim adalah Ketua Ikatan Dokter Spesialis Anak Indonesia (IDAI) yang kokoh dan penuh integritas mengikuti Keputusan Kongres IDAI, menolak Kolegium Palsu alias Kolegium Idol bentukan menkes.
Melalui sebuah video singkat yang beredar luas tersebut, Dr. Piprim, sebagai akademisi yang secara jujur dan penuh integritas, berbasis logika Sains dan Peraturan Perundangan yang masih berlaku, secara tegas menolak proses mutasi tersebut. Dalam upaya memenuhi tuntutan informasi bagi publik, tentu saja tidak mudah bagi para pejabat kemenkes untuk merekayasa alasan mutasi tersebut. Penjelasan yang diberikan oleh Ka Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes (https://health.detik.com/berita-detikhealth/d-7890788/gaduh-ketua-idai-dr-piprim-mendadak-dimutasi--ini-respons-kemenkes) mengatakan tujuan mutasi untuk memenuhi kebutuhan mendesak RS Fatmawati yang dokter Subspesialis Kardiologi Anaknya akan segera Pensiun ternyata merupakan Kebohongan Publik, karena dokter dimaksud baru akan pensiun 7 (tujuh) tahun lagi.
Kebohongan berikutnya adalah alasan mutasi demi penguatan layanan Jantung Anak di RS Fatmawati (yang juga RS Pendidikan Utama FK UIN) juga terbantahkan dengan mudah oleh penjelasan dari Ketua UKK Kardiologi IDAI, Dr Rizky Adriansyah. RS Fatmawati memang RS Pendidikan Utama (untuk mendidik Calon Dokter) dari FK UIN, tapi bukan untuk Pendidikan Spesialis, apalagi Subspesialis. Sedangkan Dr. Piprim adalah seorang Pendidik Klinis bagi Calon Dokter Subspesialis Jantung Anak. Kebohongan Publik menkes guna menutupi kebohongan dengan kebohongan ini ternyata terungkap secara gamblang lewat kejujuran, keberanian, dan integritas seorang Dr. Rizky.
Tak pelak lagi, tanpa ada jeda, sehari kemudian turunlah Surat Pemberhentian Dr Rizky Sp A., Konsultan Kardiologi Anak sebagai Dokter Mitra di RSU H Adam Malik (Surat Dirut RSU HAM No. KP.05.06/D.XXVIII.2.21/2321/2025). Isi surat Pemberhentian Dr. Rizky sama persis dengan surat Dirut RS Kariadi No. KP.02.03/I.II/3700/2023 yang secara sepihak memberhentikan Prof. Zainal tanpa ada konsideran apapun. Semua RS Kemenkes, termasuk RS Kariadi dan RSU H Adam Malik, langsung berada di bawah perintah dirjen yankes, Azhar Jaya. Tampak jelas adanya upaya Pembungkaman Kebebasan Akademik dan Keterbukaan Informasi Publik oleh menkes dan jajarannya, melalui cara-cara yang Kasar, Tidak Bermoral, dan melanggar aturan yang berlaku.
Kebodohan itu Berbahaya karena Tidak ada Batas Ukurannya, Stupid Leadership di Kemenkes Harus Segera Diakhiri
Pada hakikatnya, semua RS Kemenkes yang berjumlah 37, adalah Badan Layanan Publik dan Milik Publik, bukan milik menkes atau kemenkes. Semua RS kemenkes bermodalkan dana yang berasal dari Rakyat, yang sebesar besarnya harus dipergunakan untuk kesejahteraan (kesehatan) rakyat. Di saat yang sama. Badan Publik ini tidak boleh dijadikan alat bisnis yang harus tunduk pada menkes atau Pemilik Modal dibalik menkes, dan tidak boleh dijadikan alat kekuasaan untuk membungkam pihak-pihak yang berbeda pendapat.
Hadirnya Stupid Leadership di kemenkes ini mengancam dan membungkam hak konstitusional bawahan/ pegawai/ dan tenaga fungsional dokter spesialis serta para akademisi/ pendidik klinis. Pemimpin yang Bodoh akan jauh lebih berbahaya dari Pemimpin Jahat. Pemimpin Jahat masih punya logika dan bisa ditebak alasan/ tujuan setiap langkah perbuatannya. Kalau kepandaian ada tolok ukurnya (misal IQ), Kebodohan itu Tidak Terbatas karena tidak ada tolok ukurnya.
Berhadapan dengan Menteri yang Bodoh jauh lebih berbahaya dan menakutkan, karena secara tiba-tiba bisa muncul segala bentuk kekonyolan dan ungkapan kebodohan seperti misalnya Tukang Gigi dianggap sama dengan Dokter Gigi (Tukang Batu disamakan dengan Sarjana Teknik Sipil), STR disamakan dengan Sekedar Pencatatan Administratif, Stetoskop (yang lebih dari 100 tahun membantu dokter menegakkan diagnosa penyakit) dianggap tidak ilmiah, Deteksi Dini Kanker bukan di Faskes Primer tapi dengan PET Scan di RS Rujukan Tersier, Etika dan Moral Profesi Dokter yang menolong disamakan dengan Etika dan Moral Bisnis Jual Beli yang mencari untung dari rakyat yang sakit, Pencapaian Kompetensi disamakan dengan Pelatihan Ketrampilan Vokasi di BLK.
Bentuk kekonyolan berikutnya yang berpotensi destruktif, antara lain mengangkat pejabat yang 100% buta ilmu kedokteran dan praktek profesi dokter sebagai Penjaga Etika dan Disiplin Profesi Dokter, ketika terjadi kejahatan seks di rumah sendiri akibat SOP diabaikan maka tetangga layak dijadikan kambing-hitam dan asetnya dibekukan, yang paling mengenaskan adalah ketika kematian seorang peserta didik PPDS dijadikan alat legitimasi pembekuan aset tetangga dan sarana pansos, pencitraan diri bak pahlawan kesiangan.
#Zainal Muttaqin, Pengampu Pendidikan Dokter Spesialis, Guru Besar FK Undip
Editor: Ariful Hakim