CNR INDONESIA MOVIE RATING 0012: ROMA | Cek&Ricek wardah-colorink-your-day
CREDIT: PHOTO BY CARLOS SOMONTE

CNR INDONESIA MOVIE RATING 0012: ROMA

IMR & AMR

NILAI IMR
(Indonesia Movie Rating)
4 : Terserah
5 : Biasa Saja
6 : Cukup
7 : Lumayan
8 : Menarik
9 : Bagus
10 : Luar Biasa

NILAI AMR
(Anjuran Menonton Rating)
4 : Membuang Waktu dan Uang
5 : Tunggu, tak Perlu Ditonton
6 : Boleh Nonton kalau ada Waktu
7 : Memenuhi Syarat Tontonan
8 : Asyik sebagai Hiburan
9 : Direkomendasikan untuk Ditonton
10 : Jangan Lewatkan!

---


IMR 012
ROMA
Kisah PRT Mexico Menyabet 3 Oscar
Ulasan : Yan Widjaya
Nilai IMR & AMR : Oleh Komite IMR

Credit Title

LSF : 17+
Durasi : 135 Menit
Tayang : NetFlix
Genre : Drama
Para Pemain : Yalitza Apanzio, Marina De Tavira, Diego Cortina Autrey, Carlos Peralta, Marco Graf, Fernando Grediaga, Jorge Antonio Guerrero, Veronica Garcia
DOP : Alfonso Cuaron
Skenario : Alfonso Cuaron
Cerita : Alfonso Cuaron
Sutradara : Alfonso Cuaron
Produser : Nicolas Celis, Alfonso Cuaron
Produksi : Esperanto Filmo, Participant Media


MEXICO CITY, 1970, Cleo, seorang perawan tanggung berusia 17 tahunan, berasal dari kampung di Morocco. Sekarang bekerja sebagai pembantu rumah tangga di rumah keluarga Dokter Antonio. Ada rekan kerjanya yang sebaya di rumah yang terletak di kawasan Roma, nama distrik kelas menengah (jadi bukan nama ibukota negara Italia). Isteri Dr Antonio, Senora Sofia, memperlakukannya dengan baik, begitu juga ibu Sofia, Nenek Teresa. Sedangkan keempat anak sangat lekat padanya, sudah menganggap Cleo anggota keluarga yang tak terpisahkan. Bahkan Cleo juga yang mengurus anjing mereka.


Masalah pertama timbul ketika Dr Antonio pergi bertugas ke Kanada, dan tak pernah kembali lagi, karena sesungguhnya hidup baru dengan selingkuhannya tanpa pernah mengirim biaya tunjangan hidup untuk anak-isterinya! Sedangkan hubungan Cleo dengan mahasiswa radikal Fermin, berbuah kehamilan. Celakanya Fermin tak bertanggung-jawab, bahkan mengusir Cleo dari tempat latihannya, “Jangan pernah mencoba mencari aku lagi!”

Senora Sofia memeluk Cleo sambil meratap, “Semua lelaki memang sama, egois, dan mencampakkan kita, perempuan!”

Justru saat Nenek Teresa membawa Cleo ke toko peralatan bayi, berkobar kerusuhan, mahasiswa unjuk rasa pada rezim Presiden Alvarez. Susah payah sang nenek membawa bedindenya yang sudah berdarah-darah ke Rumah Sakit yang sedang dijubeli korban huru-hara.

Klimaks berikutnya terjadi di pantai sunyi Acapulco, saat anak-anak Senora Sofia nyaris terseret ombak besar. Cleo mesti berjuang menyelamatkan mereka semua.


Alfonso Cuaron

SINEAS Mexico berusia 57 tahun ini, sudah menyutradarai 17 film. Termasuk yang terlaris, Harry Potter and the Prisoner of Azkaban (2004). Sudah pula menyabet dua piala Oscar; sebagai sutradara dan editor film Graviti (2013).

Memang Cuaron sineas multi-talenta, terbukti sekarang menambah koleksi dua Oscar lagi sebagai sutradara dan Penata Kamera (Director of Photography) lewat karya terbarunya ini, Roma.

Sineas Indonesia yang juga sering merangkap dua jabatan terpenting itu; sutradara dan penata kamera, diawali dari Lukman Hakim Nain (setelah banyak bekerja sama dengan Wim Umboh). Beralih ke masa kini kita mengenal sineas yang merangkap dua profesi itu, antaranya Yadi Sugandhi, Faozan Rizal, Jose Poernomo, dan juga Nayato Fionuala (yang memang pernah belajar sebagai juru kamera di Jepang).


Membuat film dengan latar belakang masa kini, tentu saja jauh lebih mudah daripada bikin film dengan setting 50 tahun lalu. Mungkin karena itulah, film ini dibuat bukan dalam tata warna technicolor melainkan black and white, hitam-putih, untuk lebih menekankan suasana tempo doeloe. Toh Cuaron membuktikan mampu, dengan teliti dan njelimet, dipaparkan situasi dan kondisi Mexico City pada tahun 1970-an. Mobil-mobil yang berseliweran di jalan, model busana yang dipakai orang pada masa itu, bahkan film-film yang mereka tonton di bioskop (antara lain ada cuplikan film Marooned, 1969).


Dua tokoh lelaki yang dihadirkan Cuaron, keduanya bukan cermin tokoh baik. Yang pertama Fermin yang ugal-ugalan, ada adegan ia bugil sambil memainkan toya rotan, memang masih anak muda yang labil, tapi tokoh lelaki kedua, justru seorang dewasa, dokter bermartabat yang intelektual, toh tega menelantarkan isteri dan keempat anaknya yang sangat mencintainya.

Semua jerih-payah Cuaron yang juga menulis sendiri cerita dan skenarionya tidak sia-sia karena Roma juga diganjar piala Oscar sebagai Best Picture Foreign Language, Film Berbahasa Asing Terbaik. Yang dimaksud Bahasa Asing adalah bukan berbahasa Inggris. Dan dialog sepanjang film memang bahasa Spanyol. Tahun ini Indonesia juga mengirimkan film Marlina the Murderer in Four Acts, karya Moully Surya, namun belum beruntung masuk nominasi. Yang menjadi saingan berat Roma adalah film Jepang, The Shoplifter.

CREDIT: PHOTO BY CARLOS SOMONTE

Roma tidak beredar di bioskop, namun mulai akhir tahun 2018 sudah bisa disaksikan lewat Netflix. Alhasil menjadi tontonan bagi peminat sinema yang lebih serius, bukan sekadar mencari hiburan ringan di waktu senggang. Hal yang sama dengan film aksi berdarah habis-habisan Indonesia, The Night Comes For Us, yang digarap Mo Brothers, serta dibintangi Joe Taslim dan Iko Uwais, hanya tayang di Netflix juga.

Didapuk memerani tokoh Cleo, pendatang baru Yalitza Apanzio, 24 tahun, yang bikin debut akting lewat Roma. Wajahnya memang tidak cantik, begitu pula body tubuhnya bukan ngartis (jangan dibandingkan dengan bintang sensual Doris Calleboute yang didapuk sutradara Nya Abbas Acup untuk bermain dalam trilogi komedi Inem Pelayan Sexy) namun justru tampil sangat meyakinkan sebagai seorang PRT dari kampung dan menjadi saksi mata berbagai peristiwa yang bergolak di Mexico.

IMR       : 8

AMR      : 8


...

Untuk Iklan dan Partnership:
Whatsapp: 0816710450



Berita Terkait