Di Australia yang Mengaku Manusia Berdaulat Merasa Kebal Hukum | Cek&Ricek wardah-colorink-your-day
Foto: Istimewa

Di Australia yang Mengaku Manusia Berdaulat Merasa Kebal Hukum

Ceknricek.com -- Ternyata Covid-19 di Australia telah memberi peluang kepada segolongan anggota masyarakat untuk menampilkan keyakinan mereka bahwa sebagai ”manusia yang alami” mereka tidak bisa diatur dengan peraturan apa pun buatan manusia lain (pemerintah/penguasa).

Termasuk kewajiban memakai masker yang belakangan ini diberlakukan di negara bagian Victoria, termasuk, dan khususnya, di ibukota Melbourne.

Menurut Facebook Australia jumlah mereka kini mencapai 5.000 orang. Lantas siapa manusia-manusia yang mengaku dan berkeyakinan kebal hukum ini? Mereka adalah “manusia berdaulat” (sovereign people).

Ketika ada yang menyebut mereka sebagai “warganegara berdaulat”, mereka menolak, karena warganegara (citizen) mengandung makna keharusan patuh pada negara (undang-undang).

Apa pun nama atau istilah yang mereka pakai, kelompok ini ternyata terdapat juga di negara-negara lain, seperti Kanada dan Amerika Serikat serta Inggris.“Perisai” mereka adalah pasal ke-61 dalam Magna Carta yang menurut Wikipedia Indonesia adalah:

“Magna Carta (Latin untuk "Piagam Besar") adalah piagam yang dikeluarkan di Inggris pada tanggal 15 Juni 1215 yang membatasi monarki Inggris, sejak masa Raja John, dari kekuasaan absolut.

Magna Carta adalah hasil dari perselisihan antara Paus, Raja John, dan baronnya atas hak-hak raja: Magna Carta mengharuskan raja untuk membatalkan beberapa hak dan menghargai beberapa prosedur legal, dan untuk menerima bahwa keinginan raja dapat dibatasi oleh hukum. Magna Carta adalah langkah pertama dalam proses sejarah yang panjang yang menuju ke pembuatan hukum konstitusional.”

Khusus dalam pasal ke-61 dalam Magna Carta, antara lain disebutkan adanya komitmen dari Raja John “tidak akan berusaha memperoleh sesuatu dari siapapun, baik secara langsung ataupun melalui orang lain, yang berakibat terhapusnya atau berkurangnya kebebasan orang lain tersebut.”

Baca juga: Covid-19 di Victoria, Laksana Wal Hasil Balik Asal

Alhasil bagi para penganut keyakinan manusia berdaulat ini, khusus yang ada di Australia, mereka punya kebebasan untuk tidak mematuhi kewajiban yang dibebankan pemerintah ke atas diri warganegara dan penduduk di Australia biarpun segala kewajiban itu diberlakukan berdasarkan pernyataan keadaan darurat kesehatan gegara Covid-19.

Sudah ada beberapa peristiwa menyangkut, terutama kaum perempuan di sekitar Melbourne ini, yang tidak bersedia mengenakan masker ketika hendak memasuki toko.

Alasan mereka? “Kami adalah perempuan yang hidup” karenanya berhak untuk tidak mengenakan masker.

Ada yang kemudian menyentil dengan mengatakan bahwa “sudah payah-payah menghiasi muka dengan segala macam bahan kosmetik yang mahal, tahu-tahu diwajibkan menutupnya”.

Bagi mereka yang mengaku sebagai manusia berdaulat ini pemerintah Australia adalah ibarat “bayi yang lahir di luar pernikahan, begitu pula parlemen hasil pilihan rakyat”. Karenanya semua dan segala perundang-undangan yang dikeluarkan parlemen adalah tidak sah.

Telah ada beberapa video yang beredar yang menampakkan para penganut paham manusia berdaulat ini berdebat dengan polisi yang mengaku bahwa kecenderungan untuk menganut paham ini terkesan mulai meningkat.

Mereka tidak segan-segan berdebat dengan polisi yang menjaga pos-pos pemeriksaan, dan bersikeras bahwa mereka tidak wajib untuk menyebutkan nama dan alamat mereka (di Australia tidak dikenal Kartu Tanda Penduduk), dan polisi hanya berhak menanyakan nama dan alamat, kecuali kalau polisi menduga telah terjadi pelanggaran lalu lintas maka barulah polisi berhak meminta untuk melihat Surat Izin Mengemudi.

Kepala Polisi Negara bagian Victoria, mengakui bahwa mereka ini suka sekali memancing-mancing amarah polisi, hingga sudah pernah beberapa kali polisi memecahkan kaca jendela mobil untuk menarik mereka keluar dari kendaraan itu untuk memberikan keterangan yang diminta polisi (nama dan alamat).

Baca juga: Di Australia Pemda Terus Membangkang Pemerintah Pusat

Namun seorang ahli hukum di Australiaa mengatakan sama sekali tidak ada alasan atau dalih apapun untuk tidak mematuhi hukum yang berlaku di Australia, hanya karena seseorang mengaku sebagai “manusia yang berdaulat”.

Katanya lagi belum pernah ada pengadilan di Australia atau Amerika atau Kanada yang mengakui kekebalan hukum dari mereka yang mengaku sebagai manusia yang berdaulat.

Agar diketahui, di Melbourne sejak beberapa waktu dan hingga sekitar pertengahan September nanti telah diberlakukan peraturan jam malam dari pukul 20:00 hingga 05:00 pagi; juga seseorang tidak boleh keluar rumah untuk berbelanja, misalnya, atau berolahraga, melampaui jarak 5 kilometer dari rumahnya.

Selain itu juga tidak dibenarkan isteri mendampingi suami ketika akan pergi berbelanja atau sebaliknya suami mendampingi isteri. Juga tidak diizinkan untuk menerima tamu atau pergi bertamu.

Namun tentu saja ada pengecualian. Misalnya seorang Muslim yang ingin membeli daging halal, dibolehkan berbelanja di toko yang menyediakan keperluanya itu meski letaknya lebih jauh dari 5 km. Namun ia harus mendatangi toko halal yang terdekat dari kediamannya.

Orang-orang yang melakukan pekerjaan-pekerjaan tertentu harus memperoleh surat izin untuk bisa bepergian melampaui batas 5 km.

Segalaa pembatasan ini dikarenakan terjadinya gelombang kedua kasus virus korona yang sempat menjangkiti sampai lebih dari 700 orang dalam jangka waktu 24 jam, beberapa minggu yang lalu. Pemda Negara Bagian Victoria langsung bertindak mengenakan pembatasan-pembatasan yang disebutkan tadi.

Kini keadaan sudah mulai membaik, dan terakhir laporan Pemda menyebutkan bahwa 216 orang terpapar virus korona dan 12 orang yang meninggal dalam 24 jam terakhir, suatu penurunan tajam berkat pembatasan yang ketat dan kewajiban menjaga jarak serta mengenakan masker.

BACA JUGA: Cek POLITIK, Persepektif Ceknricek.com, Klik di Sini



Berita Terkait