Ceknricek.com -- Manusia normal membutuhkan pendamping hidup manakala usianya sudah cukup untuk berumah tangga. Berapa umur yang tepat untuk menentukan pernikahan, setiap orang memiliki ukuran yang berbeda. UU Perkawinan menentukan batas minimal seseorang menikah adalah 16 tahun untuk perempuan, dan 19 bagi lelaki. Dalam UU Pernikahan hasil revisi, usia terendah baik pria maupun wanita menjadi 19 tahun.
Indra Tauhid Sikumbang (Ican) berusia 33 tahun, sudah bekerja, tetapi belum menikah. Rosmaida, ibunya berulang kali meningatkan agar Ican segera menikah. Sebagai orang tua, Ros yang sudah menjanda juga tak lupa mengingatkan Ican tentang kriteria calon teman hidup yang baik, terutama secara moral maupun agama.
Menikah bukanlah prioritas Ican, kendati kakak dan adiknnya sudah menikah. Anandoyo Tauhid Sikumbang (Ndoy) menikah dengan seorang janda dan sudah memiliki anak; adiknya Yunus Tauhid Sikumbang (Buncun) juga terpaksa menikah muda akibat pergaulan bebas.
Sumber: Istimewa
Karena terus menerus ditanya soal pernikahan, akhirnya Ican menghubungi Love Inc., perusahaan penyalur wanita untuk menjadi teman kencan bagi lelaki. Ican minta dikirimi seorang perempuan yang akan berperan seolah-olah menjadi istrinya. “Kalau bisa orang Padang!” kata Ican.
Atas pesanan Ican, datanglah Arini Chaniago, perempuan cantik yang nampak cerdas dan sudah matang. Arini mampu menjalankan tugasnya dengan baik, bersandiwara dengan sempurna. Ini membuat Ros jatuh hati, merasa inilah jodoh yang cocok buat Ican. Apalagi Arini juga orang Padang, suku yang sama dengan keluarga Ros.
Tokoh-tokoh baru
Love For Sale 2 adalah film kedua sutradara Andi Bachtiar Yusuf (Ucup) bersama produser yang sama dengan film sebelumnya, Love For Sale. Tetapi ini bukanlah sekuel dari Love For Sale, karena ceritanya sama sekali berbeda. Ucup dan Ivan Ramli sebagai penulis, hanya mengambil premis yang sama sehingga kedua film menjadi semacam rangkaian tematik yang dijabarkan ke dalam dua judul film.
Kecuali Della Dertyan (pemeran Arini), selebihnya semua pemain benar-benar baru. Ucup bahkan membuang Gading Marten (Pemeran Richard dalam Love For Sale) yang menjadi Pemeran Utama Terbaik FFI 2018. Dalam Love For Sale-2, lagi Della Dertyan bermain sebagai lady escort bernama Arini. Bedanya di film pertama dia mengaku berasal dari Tulungagung, dalam Love For Sale 2 di mengaku sebagai perempuan Minang. Kemisteriusan Arini tetap dipertahankan.
Sumber: Istimewa
Peran Della Dertyan tetap sama. Dia bekerja di Love Inc., perusahaan fiktif yang menyediakan jasa wanita untuk menemani lelaki kesepian (lady escort). Bisa sebagai teman untuk jalan-jalan, menemai ke tempat kondangan, membantu pekerjaan di rumah atau bahkan teman di tempat tidur. Peran lady escort paling jelas pernah diangkat dalam film komedi romantis Pretty Woman (1990) yang dibintangi oleh Julia Robert dan Richard Gere.
Meskipun memiliki peran yang mirip dengan film sebelumnya, akting Della tidak membosankan. Penjiwaan terhadap karakter Arini yang natural akan membuat penonton Love For Sale pertama lupa akan apa yang pernah diperlihatkan sebelumnya.
Kali ini Arini, sang “lady escort” datang ke rumah keluarga Ican (Adipati Dolken) berpura-pura sebagai perempuan yang ingin mencari tempat kost, tetapi mengaku pernah kenal dekat dengan Ican ketika di Bandung, berpacaran. Penampilan, tutur kata dan kecantikan Della, “perempuan Minang” itu membuat Ros (Ratna Riantiarno) jatuh hati dan menerima Arini dengan sepenuh hati.
Sumber: Istimewa
Baca Juga: Lola Amaria Curhat Soal Filmnya, dan Mempertanyakan Fungsi BPI
Sandiwara Arini begitu meyakinkan. Dia sempat membawa Ican, ibu dan adiknya ke rumah makan Padang di kawasan Benhil yang diakui sebagai rumah makan milik pamannya (Roy Marten). Belakangan diketahui Arini bukanlah kerabat pemilik rumah makan Padang itu, melainkan hanya seseorang yang pernah belajar masakan Padang.
Arini, dalam film ini, merupakan tokoh yang memberi warna penting dalam dramaturgi. Melalui tokoh inilah, kekuatan cerita Love For Sale 2 dibangun. Arini bukan saja berhasil memikat hati ibu kandung Ican, tetapi juga mampu meluluhkan hati Ican, perjaka matang yang selama ini hanya dekat dengan wanita untuk menikmati tubuhnya, bukan untuk cinta.
Ketika Ican, ibu, saudara-saudara bahkan tetangga dan teman-teman dekat Ican sudah menerima kehadiran Arini, pada titik itulah Arini mengambil sebuah keputusan tak terduga: meninggalkan mereka semua, tanpa diketahui jejaknya kemudian. Plot ini mirip dengan Love For Sale pertama.
Padang Moderat
Love For Sale 2 adalah gambaran sebuah keluarga Minang (sering disebut Padang) yang moderat. Ros sangat dekat dengan anak-anaknya --Ndoy, Icang dan Buncun (Bastian Steel). Ros bahkan bisa menyanyi bersama anak-anak dan menantunya diiringin gitar --sesuatu yang tidak lumrah ditemukan dalam keluarga Minang.
Bagi orang Padang, adat dan agama merupakan pegangan utama. Sedapat mungkin keduanya diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Tidak demikian halnya dengan Ros; meskipun ia tetap menjalankan syariat agama, ia membebaskan anak-anaknya menjalani dunia mereka sendiri, bergaul ke mana mereka sukai, sehingga Buncun menjadi pemakai narkoba dan menikah muda. Ia tidak menghukum Buncun. Ketika Buncun mengaku istrinya Endah ingin meninggalkannya, Ros cuma berkata ringan, “Mana ada perempuan tahan dengan lelaki yang setiap hari pakai narkoba..!”
Sumber: Istimewa
Dalam hal perjodohan untuk anaknya, Ros cukup konservatif. Dia tidak suka dengan istri Ndoy yang seorang janda. Dia ingin Icang mendapat jodoh sesuai keinginannya: wanita solehah yang berasal dari suku Minang juga. Itulah sebabnya ketika Arini Chaniago masuk dalam kehidupan mereka, Ros merasa cocok.
Dalam budaya Minang yang matrilineal, kedudukan perempuan sangat penting dalam keluarga. Meskipun bangsa Minang suka merantau dan tidak melarang terjadi pernikahan dengan suku-suku lain, para ninik mamak tetap memiliki keinginan, kalau bisa, agar anak-anak muda Padang juga menikah dengan orang sesama sukunya.
Sumber: Istimewa
Baca Juga: Film Horas Amang: Kegamangan Budaya Orang Batak Kota
Dalam hal perjodohan itu ada tiga petuah yang perlu dipahami oleh anak-anak muda Suku Minang. Yakni: bialah rancak, asa lai urang awak (walaupun cantik asal orang dari satu suku); Pulang ka mamak/pulang ka bako (kembali ke orang tua kembali kepada paman); Nan katuju dek awak (yang disukai anak juga disetujui orang tua).
Bagi Ros, perempuan Minang yang sudah berumur, pastinya segala petatah-petitih nini mamak masih melekat dalam ingatannya, sehingga itu ingin di-delivery kepada anak-anaknya, walau pun untuk kedua anaknya --Ndoy (Ariyo Wahab) dan Buncun-- dia telah “gagal” menerapkan prinsip-prinsip adat yang pernah dikenalnya.
Cair
Menyaksikan film Ucup adalah seperti melihat kehidupan di sekitar kita sehari-hari, terutama di lingkungan masyarakat kampung sebuah perkotaan. Guyub, peduli dengan orang-orang yang dikenal, heterogen dan tentu saja ada gosip. Dialog-dialog yang digunakan sangat cair dan terasa akrab di telinga. Ucup seperti tidak ingin membiarkan para pemainnya --sekalipun tidak memiliki peran penting-- untuk menjadi patung bergerak. Diberikan bagi mereka kesempatan untuk menjadi bagian yang melengkapi dalam cerita.
Film yang akan beredar di bioskop mulai 31 Oktober 2019 ini lebih rame dibandingkan film sebelumnya. Masing-masing karakter diberi kesempatan untuk menunjukkan siapa diri mereka, dengan porsi berbeda.
Sumber: Istimewa
Dari aspek penyutradaraan Ucup lebih siap, dan mampu mengemas segala kerumitan menjadi jalinan cerita yang mengalir. Dia juga tidak menjejali filmnya dengan musik yang berisik. Scoring musik muncul pada saat yang tepat dengan volume yang pas di telinga. Dan seperti dalam Love For Sale pertama, kali ini lagi ia memasukan lagu lawas Apa Salah Dan Dosaku (D’lloyd), sedangkan dalam Love For Sale ia menggunakan soundtrack lagu Bila Hari Telah Senja (The Mercys).
Penting untuk digarisbawahi adalah keberanian Ucup untuk memasukan adegan panas dalam filmnya --sesuatu yang sudah sangat langka ditemui dalam film Indonesia, walaupun kali ini dia tidak sejahil dan seberani Love For Sale pertama. Shoot panjang dalam sekali pengambilan (one take shoot) di pembukaan film yang dilakukan juga sebuah keberanian yang perlu diapresiasi. Teknik pengambilan gambar seperti ini sangat sulit, karena perlu persiapan yang matang agar gambar tetap fokus dengan kamera yang terus bergerak, pencahayaan terjaga, juga perlu kesiapan pemain dalam blocking dan dialog.
BACA JUGA: Cek Berita SELEBRITI, Persepektif Ceknricek.com, Klik di Sini.
Editor: Farid R Iskandar