Ceknricek.com -- Setelah tersingkir dari proyek kereta cepat Jakarta-Bandung, Jepang akhirnya mendapat ganti proyek yang lebih panjang: kereta semi cepat Jakarta-Surabaya. Dibilang semi, karena kereta ini nantinya dirancang dengan kecepatan maksimal 160 km/jam. Bandingkan dengan kereta api cepat Jakarta-Bandung yang direncanakan bisa melaju 300 km/jam.
Proyek ini tak seheboh dengan proyek China, kereta cepat Jakarta-Bandung. Soalnya, nilai proyek ini ditaksir hanya Rp60 triliun. Bandingkan nilai proyek kereta cepat Jakarta-Bandung, dengan jarak tak ada separuhnya-hanya 140 km--menelan investasi Rp82 triliun. Lagi pula, proyek sepanjang 700 km ini tidak masuk kerangka proyek OBOR atau one belt one road prakarsa China yang sudah mendunia itu.
Sumber: Kastara.id
Proyek kereta semi cepat Jakarta-Surabaya bisa lebih murah karena tetap memanfaatkan jalur kereta api yang sudah ada. Jalur itu akan diremajakan. Rel diperbaiki agar dapat perlintasan lurus. Selama ini kereta konvensional hanya bisa melaju 90 km/jam. Nantinya, jalur rel itu didesain untuk kecepatan yang jauh lebih tinggi.
Selain itu, biaya juga bisa ditekan salah satunya dengan mendorong penggunaan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) dalam pembangunan proyek tersebut. Lagi-lagi itu berbeda sama sekali dengan proyek China yang banyak menggunakan alat dan bahan impor dari Negeri Tirai Bambu.
Proyek kereta semi cepat Jakarta-Surabaya dianggap penting oleh pemerintah. Itu sebabnya proyek ini menjadi salah satu Proyek Strategis Nasional yang diatur dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional (PSN) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 2018.
Tarif
KA ini hanya memerlukan waktu tempuh 5,5 jam dari Jakarta ke Surabaya dan sebaliknya. Waktu tempuh selama itu tak jauh berbeda jika dibandingkan menggunakan pesawat terbang, tentu saja ditambah dengan waktu tunggu boarding dan perjalanan ke bandara. Waktu tempuh itu pun jauh lebih singkat dibandingkan dengan kereta konvensional bisa sampai 8-9 jam. Ditargetkan, 9 juta penumpang per tahun terangkut kereta tersebut.
Sementara itu, perkiraan awal tarif kereta api ini nantinya berkisar Rp400 ribu. Dengan return katakanlah 10 tahun, menurut Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, akan ketemu Rp400 ribu. “Tapi ini belum final. Ekspektasi kita itu Rp400-450 ribu. Tapi kalau ternyata investasinya lebih dari Rp60 triliun mungkin harganya juga akan naik," urainya.
Sumber: Kemenhub
Baca Juga: KA Cepat Jakarta-Bandung Gunakan Tipe Generasi Terbaru CR400AF
Tarif tersebut bakal menjadi pilihan yang cukup kompetitif. Pasalnya, harga yang dipatok relatif lebih murah dibandingkan tarif pesawat terbang.
Kereta bermesin Diesel Electric Multiple Unit (DEMU) ini direncanakan akan melalui 5 stasiun yaitu Jakarta-Bandung-Cirebon-Semarang-Surabaya.
Penandatangan MoU
Kini, proyek Indonesia-Jepang ini baru pada tahap penandatangan MoU atau Memorandum of Understanding antara dua negara. Dokumen kerja sama bertajuk "Summary Record on Java North Line Upgrading Project” itu ditandatangani Selasa (24/9) kemarin.
Summary Record merupakan rumusan yang berisi kesepakatan kedua belah pihak terkait beberapa hal teknis seperti: lebar jalur, jenis konstruksi, sistem persinyalan, desain kecepatan dan jenis sarana perkeretaapian (rollingstock); tahapan konstruksi; Sterilisasi Ruang Milik Jalur Kereta Api (Rumija) dengan pembangunan perlintasan tidak sebidang, baik berupa flyover, underpass dan Jembatan Penyeberangan Orang (JPO); Pemberdayaan industri kereta api nasional atau konten local (local content); dan Skema pembiayaan proyek melalui Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU).
Sumber: Industry.co.id
Rumusan tersebut sangat penting bagi kelancaran tahapan selanjutnya dari proyek tersebut, yaitu pelaksanaan Preparatory Survey oleh Tim Japan International Cooperation Agency atau JICA yang dijadwalkan akan selesai pada bulan Oktober 2020.
Menteri PUPR, Basuki Hadimuljono, mengungkapkan pihaknya telah melakukan penertiban perlintasan sebidang demi kelancaran proyek ini. "Perbaikan the north java line project kami ditugasi untuk perbaiki dan sterilkan tidak kurang dari 500 perlintasan sebidang dengan bangun flyover/underpass dan perbaiki jalan sekitarnya," katanya.
Jadi, sekitar 500 perlintasan sebidang harus ditutup demi proyek ini. Sebagai gantinya, pemerintah akan membangun flyover, underpass dan Jembatan Penyeberangan Orang (JPO) di perlintasan tersebut. Menurut Basuki, untuk wilayah perkotaan lebih baik dibangun flyover. "Tapi kalau di desa lebih baik underpass, juga JPO," jelasnya.
Sumber: Antara
Baca Juga: Kementerian BUMN : Kereta Cepat Jakarta-Bandung Bisa Rampung 2020
Selain itu, beberapa konstruksi di sekitar jalur juga perlu dilakukan. Hal ini untuk menyesuaikan spesifikasi jalur dengan sarana kereta semi-cepat. "Perbaikan alignment, kecepatan (kereta) sekarang rata-rata 80-90 km per jam. Kalau ditingkatkan jadi 160 km per jam maka menikungnya pasti akan berubah. Makanya ada perbaikan alignment, otomatis ini pasti ada pembebasan lahan," lanjutnya.
Basuki menjelaskan semua pembangunan ini akan menggunakan material dalam negeri. Misalnya dengan menggunakan material besi dari Krakatau Steel untuk pembangunan flyover. "Murah sekali menghemat 40% dibandingkan beton biasa,” katanya.
Konektivitas dan Mobilitas
Pembangunan kereta semi cepat yang melingkari Pulau Jawa ini diharapkan dapat mendorong tumbuhnya ekonomi. Asumsinya, ketika konektivitas dan mobilitas meningkat maka akan berdampak positif terhadap perekonomian. Konektivitas menciptakan akses yang dapat mendorong pemerataan ekonomi/spillover serta meningkatkan laju urbanisasi.
Menurut laporan McKinsey, melalui studinya yang berjudul The Archipelago of Economy, pada 2012 sekitar 53% orang Indonesia tinggal di perkotaan dan berkontribusi besar terhadap perekonomian hingga 74% PDB.
Sumber: Hariannasional
Jumlah tersebut akan terus bertumbuh hingga 2030. McKinsey memprediksi bahwa jumlah orang Indonesia yang tinggal di kota mencapai 71% dari populasi dan menghasilkan 86% PDB.
Dampak spillover ini juga dirasakan di China salah satunya. Keberadaan kereta cepat di China mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi kota yang disambangi hingga 1% dari PDB.
Sayangnya, proyek seperti ini tidak bisa bimsalabim langsung jadi. Proyek ini baru bisa beroperasi secara menyeluruh pada 2025. Pengerjaan konstruksi dimulai pada 2022 karena membutuhkan pembebasan tanah. “Pada 2024 bisa beroperasi sampai Cirebon, 2025 bisa sampai Surabaya single line," jelas Budi.
BACA JUGA: Cek Berita TEKNOLOGI & INOVASI, Persepektif Ceknricek.com, Klik di sini