Kisah Hidup Achmad Subardjo, Menteri Luar Negeri Pertama RI | Cek&Ricek Anugerah Pewarta Astra 2025 - Satukan Gerak, Terus Berdampak
Ilustrasi: Sauki/Ceknricek.com

Kisah Hidup Achmad Subardjo, Menteri Luar Negeri Pertama RI

Ceknricek.com -- Achmad Subardjo dikenal sebagai orang yang membebaskan Sukarno-Hatta dari tangan pemuda yang mendesak untuk segera memproklamasikan kemerdekaan.

Satu hari sebelum kemerdekaan Indonesia, Soebardjo menerima laporan Sukarno-Hatta diculik sekelompok pemuda dari sekretarisnya, Sudiro. Ia kaget bukan kepalang. Peristiwa ini dinilai gawat, sebab siang harinya akan ada rapat PPKI.

Subardjo yang khawatir lantas menemui Tadashi Maeda dari Angkatan Laut Jepang. Namun, Maeda juga tidak tahu di mana Sukarno-Hatta berada. Terakhir, ia menemui Wikana, salah satu pemuda dari Kelompok Cikini 71, yang meyakini bahwa mereka diculik oleh para pemuda.

“Apa yang telah kamu perbuat terhadap Soekarno dan Hatta?,” tanya Soebardjo. “Itu keputusan kami dalam pertemuan semalam untuk keselamatan mereka. Mereka kami bawa ke suatu tempat di luar Jakarta,” jawab Wikana dkutip dari laman Pahlawancenter. 

Kisah Hidup Achmad Subardjo, Menteri Luar Negeri Pertama RI
Sumber: Eltaher.org

Baca Juga: Mengenang Ir Sutami “Menteri Kere” Kesayangan Sukarno dan Suharto

Namun ketika ditanya dimana mereka disembunyikan, Wikana tidak mau menjawab dan memberitahu. Setelah meyakinkan para pemuda bahwa ia bertanggung jawab atas keselamatan Sukarno-Hatta, barulah para pemuda seperti Jusuf Kunto, Pandu memberitahu di mana mereka disembunyikan.

“Jika atas dasar keselamatan, saudara tidak usah khawatir. Beritahu saya, dimana mereka berdua disembunyikan. Saya akan mengantarkan mereka kembali ke Jakarta, sehingga dapat memulai Proklamasi Kemerdekaan," ujar Subardjo meyakinkan.  

Maka, pukul empat sore, menggunakan mobil Skoda milik Subardjo meluncurlah mereka ke arah Jatinegara dan lurus terus ke timur. Setelah tiba di pinggiran kota Karawang, Kunto memerintahkan pengemudi membelok ke arah Rengasdengklok, Kota Kawedanan di Pantai Utara Jawa. 

Siap Ditembak Demi Kemerdekaan

Sesampainya di Rengasdengklok pada malam hari, Soebardjo diarahkan untuk menunggu di rumah seorang Wedana. Ia ditemui seorang pemuda revolusioner bernama Soekarni dan menemui Mayor Subeno di tangsi PETA yang tidak jauh dari rumah tersebut.

Di sana ia pun mengutarakan maksud kedatangannya untuk menjemput Bung Karno dan Bung Hatta serta membawa mereka kembali ke Jakarta agar segera mempercepat proklamasi kemerdekaan. Namun, ia sempat juga diinterogasi bahwa kedatangannya bukan lantaran suruhan Kaigan, Angkatan Darat Jepang .

Kisah Hidup Achmad Subardjo, Menteri Luar Negeri Pertama RI
Sumber: Istimewa

Baca Juga: Mengenal Pemilik Rumah Tempat Lahirnya Proklamasi Kemerdekaan 

“Bisakah saudara mengatakan kepada kami bahwa Jepang sudah menyerah? Apakah saudara datang atas nama Kaigan? Apakah saudara bisa memproklamasikan kemerdekaan sebelum tengah malam?," tanya Mayor Subeno mencecar.

Subardjo menjawab menjawab bahwa hal itu tidak mungkin, dan Sukarno-Hatta juga harus kembali dulu untuk rapat kilat dengan panitia persiapan lainnya di Jakarta. Meski demikian ia akan mengusahakan secepatnya dan memastikan besok proklamasi sudah siap dilakukan.

“Mayor, ini sudah menjadi tanggung jawab saya. Jika segala sesuatunya gagal, Mayor boleh tembak mati saya,” jawab Subardjo dengan tegas.

Subeno yang merasa puas atas jawaban Subardjo lantas mengizinkan dia untuk bertemu Bung Karno dan Bung Hatta di sebuah rumah milik keturunan Tionghoa yang tak jauh dari tangsi PETA. Mereka pun segera membawa dua pimpinan tersebut kembali ke Jakarta untuk melakukan rapat, dan esoknya, pada pagi hari menjelang siang, 17 Agustus 1945, Proklamasi dibacakan dari jalan Pegangsaan.

Akhir Hayat Menlu Pertama

Setelah Indonesia merdeka, Achmad Subardjo ditunjuk oleh Presiden Sukarno sebagai Menteri Luar Negeri. Tugas pertamanya adalah membangun kementerian, karena sebelumnya tidak ada seorang Indonesia pun pernah bekerja di Kementerian tersebut. Penunjukan Sukarno bukanlah tanpa alasan, lelaki kelahiran 23 Maret 1896, Teluk Djambe, Karawang, itu memang dikenal sebagai orang yang aktif dalam pergerakan.

Pada masa masih ketika masih menjadi mahasiswa di Belanda, Subardjo pernah menjadi pengurus PI (Perhimpunan Indonesia) dari tahun 1919 hingga 1921 bersama Muhammad Hatta, Iwa Kusuma Soemantri dan mahasiswa lain. Ia pun menjadi ketua organisasi tersebut atas dukungan Goenawan Mangoenkoesoemo dan kawan-kawan, saat PI masih bernama Perhimpoenan Hindia.

Kisah Hidup Achmad Subardjo, Menteri Luar Negeri Pertama RI
Sumber: Dok.Kemendikbud

Sebagai mahasiswa hukum, Subardjo juga pernah mengunjungi beberapa negara di Eropa, termasuk Rusia dan Prancis. Tahun 1927, ia menghadiri liga anti-imperialis di Brussel, Belgia dan turut mengecam tindakan pemerintah kolonial yang sudah di luar batas. Lalu, pada 1934, satu tahun setelah lulus kuliah hukum dan mendapat gelar Meester in Rechten Belanda, ia akhirnya pulang ke Indonesia.

Di Tanah Air, Subardjo sempat bekerja di kantor layanan hukum swasta di Semarang dan Surabaya. Pada tahun 1935, ia pindah ke Malang dan mendirikan kantor pengacara sendiri. Di tahun yang sama, ia juga pergi ke Jepang dan baru kembali pada tahun berikutnya. Kepergiannya ke negeri Matahari Terbit sempat membuat curiga pemerintah kolonial dan ia kerap dibuntuti polisi intel Belanda. 

Baca Juga: Menilik Jalan Hidup Sayuti Melik, Sang Juru Ketik Naskah Proklamasi

Achmad Subardjo menjabat sebagai Menlu pada Kabinet Presidensial, kabinet Indonesia yang pertama, dan kembali menjabat menjadi Menteri Luar Negeri sekali lagi pada tahun 1950. Selain itu, ia juga sempat  menjadi Duta Besar Republik Indonesia di Switzerland pada 1957 hingga 1961. Saat usianya semakin sepuh, Subardjo sempat menjabat posisi sebagai anggota Dewan Pertimbangan Agung (DPA) di Jakarta. 

Kisah Hidup Achmad Subardjo, Menteri Luar Negeri Pertama RI
Sumber: Biografiku.com

Sejak era Orde Baru berkuasa, atau pada 1968, Subardjo kemudian menjadi profesor di bidang sejarah konstitusi dan diplomasi, ia menjalani masa tuanya di Jakarta hingga ia wafat pada 15 Desember 1978, tepat hari ini 41 tahun yang lalu. Jenazahnya dimakamkan di pemakaman keluarga di Cibogo, Tangerang.

Atas jasa-jasanya, pemerintah RI kemudian menganugerahi Gelar Pahlawan Nasional berdasarkan Keputusan Presiden RI Nomor: 058/TK/Tahun 2009 tanggal 6 November 2009.

BACA JUGA: Cek SEJARAH, Persepektif Ceknricek.com, Klik di Sini.


Editor: Farid R Iskandar


Berita Terkait