Ceknricek.com -- Rawalpindi, Pakistan. Hari itu, Benazir Bhutto baru saja merampungkan kampanye pemilihan umum di depan ribuan massa untuk kembali menjadi Perdana Menteri Pakistan ketiga kalinya. Dengan penuh semangat, ia melakukan beberapa orasi.
Namun, kampanye yang ia lakukan, persis hari ini 12 tahun silam, 27 Desember 2007, menjadi hari nahas Bhutto. Bilal, seorang remaja berusia 15 tahun yang berhasil masuk ke konvoi, dan tanpa ragu menembak perempuan tersebut untuk akhirnya meledakkan diri dengan bom.
Tragedi Keluarga Bhutto
Lahir 21 Juni 1953 dari keluarga pemilik tanah yang kaya, Benazir Bhutto tumbuh di dunia elit politik di mana sang ayah Zulfikar Ali Bhutto, perdana menteri Pakistan pertama yang terpilih secara demokratis pada awal 1970-an.
Setelah menempuh sekolah di Pakistan, Benazir mengejar pendidikan tinggi di Amerika Serikat. Ia meraih gelar sarjana dari Harvard dan Oxford. Meski demikian, ia harus menerima kenyataan pahit ketika pulang ke Pakistan, kekuasaan ayahnya digulingkan oleh Jenderal Muhammad Zia ul-Haq pada 1977.
Tidak hanya itu, beberapa tahun setelah Zia ul-Haq berkuasa, ayahnya dieksekusi atas tuduhan pembunuhan terhadap lawan politik. Tak pelak Benazir dan keluarganya menjadi tahanan rumah negara.
Benazir kemudian mewarisi kepemimpinan ayahnya di Partai Rakyat Pakistan (PPP). Namun sepertinya tragedi terus terjadi dalam keluarga Bhutto. Murtaza, saudara laki-laki Benazir ditembak mati pada 1996 setelah kembali ke Pakistan dari Perancis. Motif penembakan gelap.
Baca Juga: Tragedi Hidup Amir Sjarifoeddin: Perdana Menteri yang Dieksekusi Bangsa Sendiri
Shahnawaz, saudaranya yang lain juga ditemukan meninggal dunia di apartemen French Riviera, Cannes, Perancis, pada Juli 1985. Istri korban mengklaim suaminya tewas karena diracun, namun tidak ada dakwaan yang dijatuhkan pada seorang pun yang melakukannya.
Percobaan pembunuhan juga pernah terjadi terhadap Benazir ketika pulang dari pengasingan, Oktober 2007, untuk kembali masuk dalam gelanggang politik. Ada dua bom bunuh diri yang menewaskan 130 orang dalam serangan tersebut, namun Benazir berhasil selamat.
Pelopor yang Lekat dengan Korupsi
Setelah lama dalam masa pengasingan di Inggris, Benazir baru kembali ke Pakistan pada 1986 untuk meluncurkan kampanye pemilihan umum pasca kematian pemimpin diktator Zia ul-Haq. Momentum keberuntungan sepertinya berpihak padanya.
Benazir berhasil terpilih menjadi perdana menteri sebanyak dua kali dengan kendaraan Partai Rakyat Pakistan milik ayahnya. Periode kepemimpinannya berlangsung dari Desember 1988 hingga Augustus 1990. Ia kemudian terpilih kembali pada periode Oktober 1993 hingga November 1996.
Sebagai seorang pemimpin wanita pertama yang terpilih secara demokratis, Benazir berhasil mencitrakan diri sebagai tokoh kontras dalam kemapanan politik Pakistan yang sebelumnya didominasi oleh laki-laki. Ia pun dianggap sebagai wanita pendobrak di Pakistan.
Baca Juga: Kisah Hidup Mao Zedong, Bapak Pendiri Republik Rakyat China
Namun, di sisi lain, meski terpilih dua kali sebagai perdana menteri, Benazir diberhentikan dari jabatannya oleh dua presiden yang berbeda (Ghulam Ishaq Khan dan Farooq Leghari) karena tuduhan yang sama: korupsi pada masa pemerintahannya.
Ketika meninggalkan Pakistan bersama suaminya Asif Ali Zardani pada 1996, keduanya memiliki kekayaan ratusan juta dolar AS, dari sumber yang tidak jelas asalnya. Ia kembali pada 2007 setelah menerima amnesti atas tuduhan tersebut setelah sang presiden diprotes oleh para pendukungnya.
Namun, kampanye pemilu ketiga kalinya Benazir untuk menjadi perdana menteri Pakistan, menjadi kiprah terakhirnya dalam kancah politik. Tokoh pelopor perempuan ini tewas bersama ratusan penduduk lain saat aksi penembakan dan bunuh diri dalam kampanyenya di Rawalpindi tersebut. Pasca kematiannya, Pakistan berkabung selama tiga hari dan dilanda kerusuhan hebat.
BACA JUGA: Cek SEJARAH, Persepektif Ceknricek.com, Klik di Sini.
Editor: Farid R Iskandar