Ceknricek.com -- Investasi hulu minyak dan gas bumi atau migas masih terbilang mini. Target nilai investasi di subsektor tersebut untuk tahun ini rasanyanya sulit tercapai. Hal ini menjadi tantangan di depan mata bagi Menteri Energi Sumber Daya Mineral atau ESDM, Arifin Tasrif, yang belum lama dilantik oleh Presiden Joko Widodo.
Menurut data Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), pada tahun ini--sampai September--investasi hulu migas hanya mencapai US$8,4 miliar. Angka ini memang naik 11% dibandingkan dengan pada periode yang sama tahun lalu senilai US$7,6 miliar. Namun bila dibandingkan dengan target investasi 2019, realisasinya baru mencapai 57,14% dari angka yang ditetapkan senilai US$14,7 miliar.
Di sisi lain, produksi siap jual (lifting) migas juga tertekan. Realisasi lifting migas hingga September 2019 hanya mencapai 89% dari target APBN sebesar 2 juta barel setara minyak per hari (barrel oil equivalent per day/boepd).
Sumber: Ekonomibisnis
Total lifting migas sebesar 1,8 juta boepd dengan rincian lifting minyak 745.000 bopd dan lifting gas 1,05 juta boepd. Menurut Kepala SKK Migas, Dwi Soetjipto, setidaknya ada tiga faktor yang menyebabkan kinerja lifting migas tertekan hingga kuartal III/2019. "Harga gas dunia yang rendah sehingga kita lebih baik simpan gasnya dibandingkan jual. Itu berdampak pada curtailment," ungkapnya dalam paparan kinerja hulu migas kuartal III/2019, Kamis (24/10).
Selain soal harga gas, kebakaran hutan juga turut memengaruhi aktivitas produksi migas. Untuk alasan keselamatan dan gangguan, aktivitas produksi sempat dihentikan selama satu bulan di beberapa sumur.
Faktor lain adalah kejadian tumpahan minyak di proyek YY, Blok ONWJ. Dwi mengatakan seharusnya proyek hulu migas tersebut dapat beroperasi dan menambah jumlah produksi migas tahun ini.
Baca Juga: Mimpi Lagi Tentang Kejayaan Minyak Kita
Sumber: Okezone
Lebih jauh lagi, Menteri ESDM, Arifin Tasrif juga dihadapkan masalah laju penurunan produksi migas yang bergerak dalam rentang 1%-3% dalam 5 tahun ke belakang. Selain itu, peningkatan kualitas tata kelola bisnis migas pun diharapkan dapat terlihat.
Lifting migas yang rendah menyebabkan penerimaan negara di sektor hulu migas hingga kuartal III/2019 baru mencapai US$10,99 miliar atau 62,2% dari target tahun ini. Ini lebih kecil dibandingkan dengan realisasi periode yang sama tahun lalu senilai US$11,8 miliar.
Potensi
Kembali ke soal investasi hulu migas. Pemerintah berharap ke depan investasi di subsektor ini bisa terus meningkat mengingat hingga 2027, terdapat 42 proyek utama dengan total investasi US$43,3 miliar dan proyeksi pendapatan kotor (gross revenue) US$20 miliar. Nantinya, total produksi dari 42 proyek tersebut sebanyak 1,1 juta barel setara minyak per hari (boepd) yang mencakup produksi minyak 92.200 bopd dan gas sebesar 6,1 miliar kaki kubik per hari.
Empat di antaranya merupakan Proyek Strategis Nasional (PSN) hulu migas yang menjadi prioritas untuk meningkatkan produksi migas demi memenuhi konsumsi migas domestik yang semakin meningkat.
Deputi Perencanaan SKK Migas, Jafee Suardin, mengatakan untuk mendukung potensi investasi jangka panjang, pihaknya menonjolkan adanya giant discovery. Pencarian cadangan migas terbukti dari area terbuka akan mengandalkan dana komitmen kerja pasti senilai US$2,4 miliar dari 45 kontrak yang menggunakan gross split..
Sumber: SKK Migas
Bila melihat potensi geologis yang ada, maka Indonesia masih memiliki daya tarik bagi investor migas global karena sedikitnya masih terdapat 70 cekungan yang belum dieksplorasi.
Potensi geologis yang sangat besar ini tidak dapat dipisahkan dari sisi komersial dan kebijakan fiskal yang ada, sehingga dapat menarik minat investor untuk melakukan eksplorasi. “Itu sebabnya, perlu dipikirkan sejumlah cara agar investor mau melakukan eksplorasi di Indonesia,” ujar Direktur Indonesian Petroleum Association (IPA), Nanang Abdul Manaf, dalam keterangan tertulis, belum lama ini.
Baca Juga: SKK Migas dan Inpex Corporartion Resmi Teken Kerjasama Blok Masela
Kolaborasi antara pemerintah dengan pihak industri merupakan hal yang diyakini akan menjadi kunci peningkatan industri hulu migas nasional.
Jika fokus pemerintah menitikberatkan pada upaya menciptakan tata kelola migas yang lebih baik dan prinsip efisiensi, maka dari sisi industri mengharapkan adanya kepastian peraturan (regulatory certainty), pengakuan terhadap kesucian kontrak (contract sanctity), fleksibilitas fiskal, dan kebebasan dalam memasarkan produk menurut prinsip business to business.
Lalu, siapa Menteri ESDM, Arifin Tasrif? Dia adalah alumnus Fakultas Teknik Kimia Institut Teknologi Bandung 1977. Sebelum ditunjuk sebagai Menteri ESDM ia menjabat sebagai Duta Besar Indonesia untuk Jepang.
Sumber: Setkab
Pria kelahiran 19 Juni 1953 ini tercatat pernah menjabat Dirut PT Petrokimia Gresik, juga Dirut PT Pupuk Sriwidjaja dan Pupuk Indonesia Holding Company hingga 2015.
Presiden Joko Widodo mengharapkan ia bisa meningkatkan investasi di sektor energi. Selain juga masalah penghiliran industri tamban.
Tidak hanya itu. Arifin juga langsung dihadapkan dengan adanya kontrak 7 perusahaan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) generasi 1 yang akan habis dalam 5 tahun mendatang. Ini belum lagi masalah listrik.
Menteri ESDM sebelumnya memiliki wakil menteri. Anehnya, di tengah tantangan yang kian berat ini kementerian ini justru menghapus wakil menteri.
BACA JUGA: Cek LINGKUNGAN HIDUP, Persepektif Ceknricek.com, Klik di Sini.
Editor: Farid R Iskandar