Menonton Indonesia-Thailand: Sentimen Nasionalisme Versus Jejak Data | Cek&Ricek wardah-colorink-your-day
Foto: Istimewa

Menonton Indonesia-Thailand: Sentimen Nasionalisme Versus Jejak Data

Ceknricek.com--Semalam, 29 Desember 2021, dalam final leg 1 piala sepakbola AFF (ASEAN Football Federation), Indonesia versus Thailand, pikiran saya terbelah.

Sepuluh menit sebelum pertandingan dimulai ada yang bertempur di benak saya. Di satu sisi saya ingin Indonesia menang. Sentimen nasionalisme  kuat berkobar.

Apalagi ini ajang AFF, yang sudah dimulai sejak 1996. Inilah ajang sepakbola paling bergengsi tingkat ASEAN, berlangsung setiap dua tahun. Sejak awal sampai sekarang, Indonesia belum pernah juara AFF.

Inilah saatnya Indonesia juara AFF. Saatnya pecah telur. Negara sebesar Indonesia, populasi cinta bola di Indonesia jauh lebih banyak dari negara manapun di ASEAN. Ada yang salah jika Indonesia sejak tahun 1996 tak pernah juara sekalipun.

Inilah saatnya. Yess!! Inilah saatnya. Berulang- ulang, harapan ini saya tumbuh- tumbuhkan.

Namun sebagian dari pikiran saya sungguh menyimpulkan sebaliknya. Belahan pikiran ini terpesona oleh data pihak lawan: Thailand.

Thailand negara yang paling banyak menang di AFF. Sejak berdiri di tahun 1996, Thailand sudah juara lima kali. Sementara Indonesia belum pernah juara sekalipun.

Di tahun ini, Thailand masuk final dengan mengalahkan juara bertahan Vietnam secara meyakinkan. Sementara Indonesia mengalahkan Singapura yang hanya tersisa sembilan pemain.

Saat ini, Thailand juga memiliki pemain yang disebut  Messi Asia Tenggara: Chanatip “Jay” Songkrasin. Ia juga bermain di J1 League, yang dianggap liga sepak bola paling sukses di Asia. Sementara tim Indonesia belum ada yang diberi gelar “Ronaldo” Asia Tenggara.

-000-

Pertarungan baru berlangsung dua menit, Chanatip, Messi Asia Tenggara ini, sudah mencetak goal.

Sangat terasa, pelatih Thailand, Mano Polking mempelajari kelemahan Timnas Indonesia.

Mano Polking mengubah formasi pemain. Ketika melawan Vietnam, ia terapkan formasi 4-3-1-2. Melawan Indonesia, Ia ubah menjadi 4-3-2-1. Dalam sepakbola, ini disebut formasi pohon natal.

Polking juga menata ulang pemain. Philip Roller, Supachok Sarachat, dan Bordin Phala dimainkan sejak menit awal. Pada leg kedua semifinal melawan Vietnam. Ketiganya tidak bermain.

Efeknya sangat efektif. Roller sangat agresif dan menekan di sisi kiri pertahanan Indonesia. Phala cukup kuat untuk Asnawi. Sarachat mampu membuat bek tengah Indonesia kerepotan.

Menonton pertandingan ini di lima belas menit pertama, terasa dua tim ini berbeda kelas. Tak hanya Thailand unggul dalam skill individual pemain dan kerjasama tim. Indonesia pun seperti kalah mental dan lambat bangkit sejak kebobolan di menit kedua, babak pertama.

Sebelah pikiran saya menyatakan: Indonesia tak hanya akan kalah. Tapi kalah dengan telak. Tapi sebelah pikiran lainnya tetap berkobar sentimen nasionalisme: Indonesia akan bangkit mengimbangi Thalland.

-000-

Hasil final sudah bersama kita ketahui. Indonesia kalah telak 0:4 di leg pertama. Akankah Indonesia bangkit di leg kedua? Bisakah Indonesia  berbalik  mengalahkan Thailand dengan selisih 5 goal agar juara?

Sebagian pikiran saya yang patuh pada data sudah menyerah. Kuat bergaung di benak. Kali ini Indonesia tetap belum akan juara AFF.

Di leg kedua, jika Indonesia bisa mengalahkan Thailand dengan selisih satu goal saja itu sudah minta ampun bagusnya. Walau jika leg 2 dan leg 1 digabung, Indonesia akan tetap kalah juga.

Tapi pikiran yang sebelah lagi, tetap mengkibarkan sentimen nasionalisme. Terasa ada harapan dan api yang dibesar- besarkan agar tetap menyala.

Sebelah pikiran yang dipengaruhi nasionalisme, berseru. Selalu ada keajaiban dalam sepak bola. Lihat Liverpool. Dalam semi final leg 1 Champion League 2019, Liverpool dikalahkan telak oleh Barcelona, 0:3. (1)

Tapi apa yang terjadi pada leg 2? Liverpool bangkit dan mengalahkan Barcelona 4:0. Akibatnya Liverpool menang secara agregat: 4-3.

Inilah sulitnya seorang peneliti yang tinggi sentimen nasionalismenya. Walau jejak data menunjukkan tim lawan akan unggul, tapi sentimen nasionalisme tak hendak mati.


Editor: Ariful Hakim


Berita Terkait