Pesta Belanja Produk China di Indonesia | Cek&Ricek Anugerah Pewarta Astra 2025 - Satukan Gerak, Terus Berdampak
Foto: Istimewa

Pesta Belanja Produk China di Indonesia

Ceknricek.com -- Hari Belanja Online Nasional atau Harbolnas 2019  sudah usai. Pesta belanja ini mestinya menjadi ajang meningkatkan produk lokal. Nyatanya, tidak begitu. Produk China justru yang mendominasi.

Tengok saja cerita Adien berikut ini. Lelaki 23 tahun ini membeli barang remeh temeh: car charger. Satu pelapak di Lazada memasang harga Rp25.000 per unit. Murah. Soalnya, di pusat perbelanjaan di Sumarecon harga charger yang mirip dijual Rp100.000-an. Pelapak lain di Lazada menawarkan Rp50.000. Pelapak ini mencoret harga Rp50.000 menjadi Rp25.000. Adien membeli dua unit.

Foto: Istimewa

Adien baru menyadari bahwa barang itu dikirim dari China. Itu ia ketahui setelah menerima pemberitahuan lewat email oleh Lazada, begitu ia selesai order. Adien mengorder pada 6 Desember. Pada hari itu juga pengajar pada salah satu SMK swasta di Jakarta Utara ini menerima email dari Lazada memberi tahu pesanan akan diantar oleh Cainao dari China.

Selanjutnya, Adien mengikuti perjalanan barang pesanannya itu. Pada 7 Desember, barang masuk ke fasilitas logistik di China. Pada 10 Desember pesanan telah dikirim dari China. Barang sampai ke Indonesia dan lolos dari pemeriksaan imigrasi pada 11 Desember. Selanjutnya barang diserahkan ke LEX ID di Indonesia. Setelah itu barang masuk ke fasilitas logistik Lazada di Indonesia. Pada 13 Desember paket diterima Adien. “Lumayan lama, tapi murah,” ucapnya.

Baca Juga: Tradisi Bakar Duit Harbolnas

Foto: Istimewa

Pengalaman Adien ini bisa jadi juga merupakan pengalaman banyak konsumen online di Indonesia lainnya. Barang-barang China kini mudah didapatkan dengan harga murah melalui dunia maya. Cukup pecet tombol smartphone dari rumah sambil nyantai bersama keluarga. Konsumen tak perlu khawatir akan kena tipu. Belanja produk impor ini bisa dilakukan secara cash on delivery atau collect on delivery (COD).

Pada harbolnas, produk China selalu menjadi primadona. Tahun lalu juga begitu. Barang-barang impor dari Negeri Tirai Bambu itu berupa pakaian hingga barang elektronik seperti handphone dan kamera. Semua murah.

Lihat saja Koleksi Taobao Official Online Store di e-commerce Lazada. Beli di situ, ongkos kirimnya hanya Rp8.000-Rp10.000 dengan waktu pengiriman 8-17 hari.

Bila ingin lebih cepat bisa membayar ongkos kirim Rp13.072 per piece dengan waktu pengiriman 4-10 hari. Toko tersebut juga memberikan pengumuman harga yang tertera sudah termasuk pajak dan bea cukai.

Foto: Istimewa

Di e-commerce Shopee juga begitu. Sebuah smart watch seharga Rp109.000 dikirim dari luar negeri. Biaya pengirimannya gratis.

Bandingkan dengan ongkos kirim untuk barang yang dikirim dalam negeri. Kaos seharga Rp45.500 per piece dari pelapak di Jawa Barat ongkos kirimnya Rp6.100 dengan jangka waktu pengiriman 1-5 hari.

Perbedaan ongkos kirim ini tentu mengherankan. Pasalnya, jarak Jawa Barat ke Jakarta lebih dekat ketimbang dari China ke Jakarta. Tetapi ongkos kirim hanya selisih Rp1.900.

Pesta Barang China

Wajar saja jika ada yang bilang harbolnas adalah pesta belanja produk China oleh konsumen di Indonesia. Bagaimana tidak. Selain konsumen bisa langsung impor dari China, barang-barang produksi China yang sudah memenuhi pasar Indonesia juga dijual secara online. Smartphone dan barang elektronik China, serta produk fashion asal China banyak dijajakan di marketplace Indonesia.

Baca Juga: 90 Persen Barang Online Merupakan Produk Impor

Foto: Istimewa

Sedangkan produk dalam negeri tak banyak berperan. Transaksi yang dicapai produk lokal hanya Rp3,1 triliun. Itu hanya 46% dari total transaksi Harbolnas 2018. Pada tahun ini, target transaksi yang hendak dicapai adalah Rp8 triliun.

Indonesia adalah pengimpor banyak produk China. Barang yang paling banyak diimpor itu adalah barang elektronik (HS 85) dan barang-barang mesin (HS 84). Pada 2018 impor barang elektronik dari China nilainya mencapai US$10 miliar atau sekitar Rp140 triliun. Nilai tersebut setara dengan 22% total nilai Impor dari China.

Barang elektronik yang banyak diimpor dari China adalah handphone dan perangkatnya (HS 8517). Pada 2018 nilai impor barang ini mencapai US$3,7 miliar atau Rp52 triliun atau hampir 40% dari total nilai impor barang elektronik dari China. Dalam kurun waktu tiga tahun terakhir nilai tersebut melonjak dengan laju yang fantastis yaitu 51,5% secara point to point.

Pada saat harbolnas, barang-barang itulah yang meramaikan marketplace di Indonesia. Kini, produk handphone dari China dengan merek Xiaomi, OPPO, Vivo dan Realme semakin mendapat tempat di pasar Indonesia.

Langka dan Murah

Produk China lain yang sudah membanjiri Indonesia adalah tekstil dan produk tekstil atau TPT. "70% barang impor ini berasal dari China. Kain, benang, dan tekstil lainnya terbanyak memang China," ujar Direktur Kepabeanan Internasional dan Antar Lembaga Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Syarif Hidayat, seperti dikutip CNBC Indonesia, Senin (11/11).

Menurut peneliti Pusat Penelitian Ekonomi (PPE) Lembaga Penelitian Indonesia (LIPI), Nika Pranata, ada beberapa alasan orang Indonesia senang belanja produk impor secara online. “Pertama adalah produknya langka atau tidak tersedia di Indonesia dan kedua harganya murah,” kata Nika saat menggelar konferensi pers di Jakarta, Jumat (13/12) seperti dilansir Antara.

Baca Juga: Panen Raya Para Kurir  

Hasil penelitian tersebut didapat dari survei yang dilakukan terhadap 1.626 responden yang terdiri dari 820 pembeli online dan 806 penjual online. Responden berasal dari Pulau Jawa, Kepulauan Riau, Jawa Barat, dan Sulawesi Utara.

Dari sisi pembeli, ditemukan tiga platform digital yang paling sering digunakan oleh pembeli online asal Indonesia yakni Alibaba dan Aliexpress asal China, serta Amazon asal Amerika Serikat.

Foto: Istimewa

Berdasarkan data Kementerian Perindustrian, 90% barang yang dijual secara online merupakan produk impor. “Nah, hal ini membuat persaingan semakin ketat,” ujar Nika.

Berdasarkan data dari Ditjen Bea Cukai Kementerian Keuangan, sepanjang 2018 rata-rata jumlah barang kiriman impor melalui e-commerce meningkat 10,5% per bulan, sedangkan dari sisi nilai transaksi melonjak 22% dari tahun sebelumnya.

Melihat fakta ini, tren impor barang melalui e-commerce perlu mendapat perhatian khusus dari pemerintah. Tren tersebut terjadi akibat mudahnya konsumen Indonesia untuk membeli barang dari luar negeri. Hal itu makin dipermudah karena beberapa platform e-commerce besar di Indonesia menyediakan fasilitas kepada penjual asing untuk membuka toko online di Indonesia. Permasalahan ini mesti ditindaklanjuti dengan cermat. Jika tidak ingin produksi dalam negeri kian tergusur.

BACA JUGA: Cek Berita AKTIVITAS PRESIDEN, Persepektif Ceknricek.com, Klik di Sini. 



Berita Terkait