Di Indonesia, perayaan ini diperingati setiap 22 Desember. Peringatan ini sendiri sudah dilakukan sejak masa pemerintahan Presiden Sukarno. Namun dasar penetapan 22 Desember sebagai Hari Ibu sebenarnya sudah dimulai dua dasawarsa sebelumnya.
Penetapan 22 Desember sebagai Hari Ibu sendiri mengacu pada Kongres Perempuan Indonesia I, hari ini, 91 tahun yang lalu, tepatnya pada 22-25 Desember 1928, beberapa pekan setelah diadakannya Kongres Pemuda II yang menghasilkan Sumpah Pemuda.
Sumber: Qureta.com
Baca Juga: Menilik Sejarah 22 Desember Sebagai Hari Ibu di Indonesia
Dikutip dari buku Peranan Pemuda dari Sumpah Pemuda sampai Proklamasi (1989) yang ditulis Sagimun, M D, Kongres Perempuan Indonesia I dilaksanakan di Dalem Keraton Joyodipuran Yogyakarta, yang gedungnya sekarang digunakan sebagai Kantor Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional di Jalan Brigjen Katamso, Yogyakarta.
Susan Blackburn, dalam Kongres Wanita Pertama: Tinjauan Ulang (2007) mencatat sejumlah organisasi perempuan yang terlibat antara lain, Aisyiyah, Budi Rini, Budi Wanito, Darmo Laksmi, Karti Woro, Wanito Utomo, Wanita Muljo, Sarekat Islam Bagian Istri dan lain-lain.
Kongres Perempuan Indonesia I yang berlangsung pada masa pemerintahan kolonial Hindia Belanda ini, dalam laporannya mencatat tidak kurang 500 orang perempuan dari puluhan perhimpunan wanita terlibat hadir. Mereka berasal dari berbagai macam latar belakang suku, agama, pekerjaan, daerah, juga usia.
Selain itu, Kongres juga mendapat dukungan dari berbagai organisasi yang tidak dapat hadir karena beberapa sebab dan sehingga mereka mengirim telegram kepada yang terlibat kongres sebagai bentuk dukungan. Organisasi tersebut yakni Kaum Ibu Sumatra, Kautaman Istri Sumatra, Wanita Utama Bogor, Putri Pemuda Sumatra, Jakarta, Perserikatan Marsudi Rukun Jakarta, Dewan Pimpinan Majelis Ulama dan Pemuda Sumatra, Jakarta.
Kesetaraan dan Pemajuan Perempuan Indonesia
Panitia Kongres Perempuan Indonesia I dipimpin oleh R.A. Soekonto yang didampingi beberapa orang, yaitu Nyi Hadjar Dewantara (Taman Siswa), R.A Soejatin (Poetri Indonesia), Siti Moendijah (Aisyiyah), Soenarjati (Poetri Indonesia), Ny. Hardjodidningrat (Wanita Katolik) dan Siti Soekaptinah, Jong Islamieten Bond Dames Afdeeling (JIBDA).
Tujuan diadakannya Kongres perempuan Indonesia I adalah mempersatukan cita-cita dan berusaha untuk memajukan perempuan Indonesia selain juga menjadikannya sebagai ajang silaturahmi antar perkumpulan wanita Indonesia (dulu masih Hindia Belanda) demi membicarakan kemajuan, kebutuhan, dan kesetaraan wanita.
Sumber: Istimewa
Baca Juga: Kartini, Sosok Benderang yang Melintasi Sejarah
Selain diisi dengan bermacam pidato oleh para tokoh perempuan yang terlibat, kongres ini juga menghasilkan keputusan untuk membentuk gabungan organisasi wanita dengan nama Perikatan Perempuan Indonesia (PPI) pada 25 Desember 1928.
Hal yang terpenting dalam perkembangan PPI kelak ialah keputusan mereka yang menyatakan bahwa kesatuan pergerakan wanita Indonesia akan berasaskan kebangsaan dan menyatakan diri sebagai bagian dari pergerakan nasional Indonesia.
Tanggal hari pertama Kongres Perempuan Indonesia I pada 22 Desember 1928 inilah yang kemudian menjadi acuan bagi pemerintah RI untuk menetapkan peringatan Hari Ibu, yang diresmikan oleh Presiden Sukarno melalui Dekrit Presiden RI No.316 Tahun 1953.
BACA JUGA: Cek SENI & BUDAYA, Persepektif Ceknricek.com, Klik di Sini.