Setelah memenangkan beberapa peperangan, hari ini 215 tahun yang lalu, tepatnya pada 2 Desember 1804, ia pun mengangkat dirinya sendiri menjadi Kaisar di Prancis. Pengangkatan Napoleon ini kemudian tercatat dalam tinta sejarah di Prancis dan dunia.
Selama hampir 11 tahun ia menjabat sebagai kaisar ia pun berhasil menaklukan hampir seluruh bagian wilayah di benua Eropa.
Kiprah Awal Napoleon
Kota Paris berselimut salju tipis yang dingin di pagi hari pada bulan Desember kala itu. Napoleon terjaga dari tidurnya di Istana Tuileries, di tepi sungai Seine yang kecoklatan pada pukul delapan pagi hari.
Foto: Istimewa
Dua jam berselang setelah ia melaksanakan berbagai hajat, suara dentuman meriam pun terdengar mengiringi keluarnya lelaki kelahiran Korsika, 15 Agustus 1769 itu ketika membelah ribuan prajurit yang berjajar di depan istana.
Mengenakan pantalon dan stoking sutra putih; tunik beludru dengan sulam benang emas, kancing dari berlian, kain berlapis satin, dan tak lupa, jubah merah lambang keberanian tersampir di pundak, Napoleon menaiki kereta kuda menuju Katedral Notre Dame, Paris, Prancis.
Baca Juga: Sejarah Hari Ini: Perang Musim Dingin Uni Soviet Finlandia
Di gereja yang dibuat pada Abad Pertengahan itulah sebuah upacara agung dilaksanakan. Dengan dipimpin oleh Paus Pius VII yang datang jauh-jauh dari Roma, prosesi penobatan Napoleon Bonaparte sebagai kaisar pun dilakukan.
Foto: Istimewa
"Terimalah mahkota ini, Napoleon, dan semoga Tuhan menguatkan Anda di atas tahta ini,” ucap Paus Pius VII setelah memberkati Napoleon dan mengucapkan kata-kata dari ritual Rheims.
Setelahnya, Napoleon pun membalikkan badan dan melepas rangkaian daun (laurel wreath) di kepalanya untuk kemudian mengambil mahkota dari altar dan memasangkannya di kepalanya sendiri. Ia lalu memasangkan mahkota yang lebih kecil pada istrinya, Josephine yang berlutut di depannya.
Setelah prosesi tersebut, Napoleon kemudian mengucapkan sumpah konstitusional dengan tangannya menengadah pada Injil yang dipegang oleh Kardinal Fesch.
Hari itu, 2 Desember 1804, pada usia 35 tahun, Napoleon Bonaparte telah mengangkat dirinya sendiri sebagai Kaisar Prancis. Napoleon akhirnya menjadi orang Prancis pertama yang menyandang gelar tersebut setelah lebih dari ribuan tahun lamanya.
Foto: Istimewa
David Thompson dalam Europe Since Napoleon (1957) menulis: “Ia memerintah Perancis karena ia merasa populer dan sukses sebagai jenderal, karena pasukannya loyal kepadanya, karena ia merasa telah mencurahkan segenap hidup, bakat, dan energinya untuk menang serta menjaganya.”
Baca Juga: Sejarah Hari Ini: Pidato Paus Urbanus II Picu Perang Salib I
Sejak awal Napoleon memang tak ingin menjadi bagian dari rezim lama konstitusi monarki yang diruntuhkan seiring terpenggalnya kepala Raja Louis XVI, serta gegap gempita teriakan, "Vive la Nation! Vive la République!" yang berarti Hidup Republik!
Kekalahan-Kekalahan Napoleon
Napoleon adalah ahli strategi militer terbaik sepanjang sejarah. Karier militernya menanjak pesat setelah ia berhasil menumpas kerusuhan yang dimotori kaum pendukung royalis dengan cara yang sangat mengejutkan.
Hal tersebut ia mulai ketika memutuskan untuk ikut menggemakan spirit revolusi Prancis pada 1789, liberte, egalite, fraternite (kebebasan, kesetaraan, persaudaraan). Napoleon pun memutuskan hidupnya untuk mengabdi pada kejayaan revolusi.
Tak butuh waktu lama bagi Napoleon sesudah itu, di usianya yang masih muda, pada umur 24 tahun ia sudah diangkat menjadi brigadir jendral karena keberhasilannya dalam mengusir pasukan anti-pemerintah Perancis (royalis) dan memukul mundur bala tentara Inggris di Toulon.
Karier Napoleon cukup berjalan mulus. Ia kemudian berhasil membawa kemenangan yang gemilang dari Prancis atas Austria dan Prusia, bahkan nyaris menguasai seluruh daratan Eropa, dengan jalan mengobarkan perang maupun diplomasi.
Foto: Istimewa
Meski demikian tak ada kekuasaan yang abadi. Kegagalannya menginvasi Rusia yang mengakibatkan 600 ribu tentaranya tewas. Hingga akhirnya kekalahan di Waterloo kemudian semakin meredupkan kiprah Napoleon, yang ambisinya untuk menaklukan Eropa lewat perang dianggap terlalu besar.
Pada pertempuran 18 Juni 1815 di dekat kota Waterloo, sekitar 15 km selatan Ibu Kota Belgia, itu pun menjadi yang pertempuran terakhir bagi peperangan Napoleon. Kekalahan demi kekalahan pun terus mendera Napoleon hingga meninggal pada 5 Mei 1821, setelah dia diasingkan di St. Helena.
Baca Juga: Marie Antoinette, Akhir Tragis Sang Ratu Hura-hura
Selain itu, ada kejadian menarik bebarengan dengan kalahnya Napoleon di Waterloo. Dua bulan sebelum kalah telak, dalam pertempuran itu, pada April 1815, nun jauh di wilayah timur Prancis, yakni Sumbawa terjadi sebuah letusan besar gunung berapi Tambora.
Jutaan ton abu dan debu pun muncrat ke angkasa. Efeknya bahkan mengubah iklim dunia. Petaka dirasakan di Eropa dan Amerika Utara. Di mana meletusnya gunung ini, konon turut pula ambil andil dalam kekalahan Napoleon yang menyebabkan kegagalan panen hingga kematian ribuan ternak di Eropa.
Sumber: Istimewa
Tahun 1815, yang dikenal sebagai Year without Summer atau tahun tanpa musim panas, di Eropa, ketika itu, sebagaimana lazimnya sebuah musim semi yang kaya akan sinar matahari, pada periode ini malah menjadi tahun tanpa musim panas bagi benua biru, dan turut ambil andil dalam kekalahan Napoleon.
BACA JUGA: Cek BIOGRAFI, Persepektif Ceknricek.com, Klik di Sini