Sejarah Hari Ini: Pembantaian Nanking, Aksi Kebrutalan Tentara Jepang di China | Cek&Ricek Anugerah Pewarta Astra 2025 - Satukan Gerak, Terus Berdampak
Sumber: Wikipedia

Sejarah Hari Ini: Pembantaian Nanking, Aksi Kebrutalan Tentara Jepang di China

Ceknricek.com -- Hari ini, 82 tahun yang lalu, tepatnya pada 13 Desember 1937, menjadi hari terkelam dalam sejarah Tiongkok. Pada hari itu, konflik militer antara kekaisaran Jepang dan China meletus di Nanking.

Akibat pertempuran antara tentara Nasionalis China melawan Jepang ini, setidaknya menyebabkan 300 ribu warga sipil Tiongkok tewas karena brutalnya pembantaian yang dilakukan serdadu fasis Jepang.

Konflik China dan Jepang

Pada akhir abad ke-19 konflik antara China dan Jepang semakin meruncing. Jepang yang menetapkan kebijakan imperialis bermaksud mendominasi Dataran Tiongkok. Sementara itu, kebangkitan nasionalisme di negeri Tirai Bambu membangkitkan perlawanan kuat yang tak dapat dihindari.

Tahun 1931, Jepang melakukan invasi di Manchuria dengan merekayasa pengeboman dekat jalur kereta api miliknya sendiri di Mukden (kini Shenyang) dan menuduh pemerintah nasioanlis China yang melakukan hal tersebut hingga akhirnya melahirkan krisis di Manchuria.

Pembantaian Nanking, Aksi Kebrutalan Tentara Jepang di China
Sumber: Wikipedia

Sebelumnya, Chiang Kai-shek sudah memprotes hal tersebut ke Liga Bangsa-Bangsa (LBB). Peringatan dunia Internasional terhadap Jepang untuk menarik pasukannya dari Manchuria pun tak diindahkan. Konflik ini akhirnya memicu Perang Tiongkok-Jepang Kedua. 

Baca Juga: Sejarah Hari Ini: Penandatanganan Perjanjian Nanking

Agresi militer Jepang ke Manchuria menandai tonggak sejarah awal pendudukan Jepang atas China, yang diwarnai dengan perilaku agresif dan kekejaman tentara Jepang hingga memicu sikap permusuhan yang ekstrem dari rakyat China pada Jepang.

Pembantaian Nanking, Aksi Kebrutalan Tentara Jepang di China
Sumber: Telegraph.co.uk

History.com menuliskan, pasca invasi militer di Manchuria, pada tanggal 1 Desember 1937, Chiang Kai-shek dari partai Kuomintang menginstruksikan penduduk untuk mengevakuasi diri demi keselamatan dan keamanan. Sebelumnya, sekelompok kecil pengusaha dan misionaris dari komite internasional juga telah membuat zona netral di kawasan tersebut.

Namun, imbas dari pengungsian ini menyebabkan keamanan militer menjadi semakin lemah sehingga menyebabkan kota Nanking berhasil dijebol oleh Jepang pada 13 Desember 1937. Selanjutnya sejarah mencatat, pembantaian brutal, pemerkosaan, dan penggorokan leher di tepi Sungai Yangtze terhadap penduduk sipil dilakukan oleh tentara Jepang.

Pembantaian dan Kesaksian Penyintas

Selang berapa hari setelah Jepang merebut kota Nanking,  tentara Jepang kemudian melaksanakan perintah Jenderal Matsui Iwane yang menjadi pemimpin dalam invasi tersebut untuk segera melakukan eksekusi massal dan melakukan perkosaan terhadap penduduk sipil.

Britannica.com menulis, yang terjadi selanjutnya adalah penjarahan kota, pembakaran setiap banguna yang ditemui oleh tentara Jepang, hingga menjadikan kota tersebut sebagai ibukota pemerintahan boneka Cina yang dipimpin oleh Wang Ching-wei (Wang Jingwei). 

Tak lama setelah berakhirnya Perang Dunia II, Matsui dan Tani Hisao, seorang letnan jenderal yang secara pribadi berpartisipasi dalam tindakan pembunuhan dan pemerkosaan, akhirnya dinyatakan bersalah atas kejahatan perang oleh Pengadilan Militer Internasional untuk Timur Jauh dan dieksekusi.

Pembantaian Nanking, Aksi Kebrutalan Tentara Jepang di China
Sumber: Baomoi.com

Baca Juga: Sejarah Hari Ini: Tragedi Pembantaian di Rawagede

Meski demikian, aksi pembantaian dan perkosaan terhadap para korban meninggalkan jejak traumatis yang mendalam terhadap para penyintas. Facinghistory.org menulis bagaimana kesaksian yang hingga saat ini masih terus menggenang dalam ingatan mereka.

When Sunshi (82 tahun) pada waktu invasi baru saja menikah setahun sebelumnya ketika pasukan Jepang menginjakkan kakinya di Nanking. Dengan mata kepalanya sendiri ia kemudian melihat para pengungsi dan tentara nasionalis yang hendak menyeberangi sungai menceburkan diri ke sungai. Namun, mereka justru dibantai dalam air.

“Dalam perjalanan, kami melihat kapal perang Jepang bergerak menembaki pasukan China dengan tembakan senapan mesin tanpa pandang bulu,” ujarnya. Dalam peristiwa itu, tidak kurang 50 ribu pengungsi dan tentara China yang hendak menyeberangi sungai tewas di tempat.

Peristiwa serupa juga dituturkan oleh Chen Jiashou, yang pada waktu invasi masih berusia 19 tahun. Ia tertangkap dan dikirim bekerja sebagai tahanan Jepang di sebuah pabrik sutra. Suatu hari ia dipaksa melihat kekejaman tentara Jepang ketika membunuh para tahanan.

Pembantaian Nanking, Aksi Kebrutalan Tentara Jepang di China
Sumber: World.time.com

“Suatu kali, setelah saya selesai mengangkut sepuluh barel bensin ke depot militer Jepang di dekat stasiun kereta, tentara Jepang membawa saya ke ruang bawah tanah. Kedua tentara Jepang itu kemudian merobek sprei dan menembaki empat orang perempuan yang berbaring di atasnya hingga mereka mati.”

Sementara itu, dalam gambar sinema, aksi kebrutalan tentara Jepang terhadap rakyat sipil di Nanking disajikan dengan cukup jelas dalam film The Flowers of War (2011) besutan Zhang Yimaou yang dibintangi oleh Christian Bale, dan beberapa aktris kelas atas dari China, seperti Ni Ni, Zhang Xinyi, dan Cao Kefan.

Film yang diadaptasi dari novel 13 Flowers of Nanking karya Yan Geling, dengan apik menggambarkan situasi Nanking yang luluh lantak setelah 12 hari Jepang menyerang salah satu kota terpenting di China tersebut.

Mayat bertumpukan di pinggir-pinggir jalan, belasan siswi gereja yang berlari menuju tempat pengungsian di tengah desingan peluru sniper dan kejaran tentara Jepang, hingga rasa kemanusiaan yang tumbuh dalam kondisi sulit membuat film ini dengan jelas menggambarkan kegetiran suasana invasi Jepang di Tiongkok.

BACA JUGA: Cek BUKU & LITERATUR, Berita Terkini Persepektif Ceknricek.com, Klik di Sini.


Editor: Thomas Rizal


Berita Terkait