Sejarah Hidup Guru Bapak Bangsa, H.O.S. Tjokroaminoto | Cek&Ricek Anugerah Pewarta Astra 2025 - Satukan Gerak, Terus Berdampak
Ilustrasi: Alfiardy/Ceknricek.com

Sejarah Hidup Guru Bapak Bangsa, H.O.S. Tjokroaminoto

Ceknricek.com -- Pada suatu ketika, di zaman pemerintah kolonial, pemerintah Hindia Belanda pernah menyebut seorang pemimpin Indonesia dengan sebutan agung, yakni De Ongekroonde van Java, yang berarti Raja Jawa Tanpa Mahkota.

Sebutan itu menggambarkan betapa besarnya pengaruh pemimpin tersebut di kalangan masyarakat. Tokoh yang dimaksud adalah Haji Oemar Said Tjokroaminoto, pemimpin Sarekat Islam (SI) yang wafat hari ini, 85 tahun lalu, tepatnya pada 17 Desember 1934.

Dalam kiprah hidupnya, Tjokroaminoto juga dikenal sebagai guru tokoh-tokoh berpengaruh seperti Sukarno, Maridjan Kartosoewirjo, Semaun, Musso, hingga Alimin. Maka tak heran bila kemudian namanya didapuk sebagai Bapaknya Bapak Bangsa Indonesia.

Kisah Hidup Tjokroaminoto

Tjokroaminoto dilahirkan dari keluarga bangsawan dan ulama pada 16 Agustus 1882 di Desa Bakur, Tegalsari Ponorogo, Jawa Timur. Ia merupakan anak kedua dari 12 bersaudara dari R.M. Tjokroamiseno, seorang wedana atau asisten bupati. 

Sementara itu, kakeknya, R.M. Adipati Tjokronegoro, yang pernah menjadi Bupati Ponorogo merupakan putra dari Kiai Bagus Kasan Besari, seorang ahli tasawuf yang menikah dengan putri susuhunan asal Keraton Solo.

Sejarah Hidup Guru Bapak Bangsa, H.O.S. Tjokroaminotov
Sumber: Istimewa

Baca Juga: Mengenal Tuanku Abdul Rahman, Bapak Kemerdekaan Malaysia

Tjokroaminoto menempuh pendidikan di sekolah dasar di Ponorogo. Setelah tamat, sesuai dengan keinginan sang ayah, ia masuk ke Opleiding School voor Inlandsche Ambtenaren (OSVIA) di Magelang. OSVIA adalah sekolah bagi calon abdi negara pemerintah kolonial Hindia Belanda.

Setamat dari OSVIA pada 1902, Tjokroaminoto sempat bekerja sebagai juru tulis atau carik di kesatuan pangrehpraja di Ngawi, Jawa Timur. Tiga tahun kemudian ia pindah ke perusahaan swasta, Firma De Kooy, di Surabaya sambil meneruskan sekolah sore di Burgerlijke Avond School, dengan mengambil jurusan teknik mesin.

Setelah tamat ia kemudian bekerja sebagai ahli kimia pada sebuah pabrik gula di Surabaya. Meski demikian, ia berhenti bekerja sejak 1912, dan meluangkan hidupnya untuk berkarier di politik setelah ia bertemu Haji Samanhoedi, seorang tokoh pendiri organisasi Rekso Roemekso, kelak dikenal Sarekat Dagang Islam (SDI).

Karier Politik

Setelah bertemu Haji Samanhudi di Surabaya yang meminta saran padanya untuk merumuskan ulang AD/ART perkumpulan Sarekat Dagang Islam (SDI) dan mengubahnya menjadi Sarekat Islam (SI), Tjokroaminoto kemudian didaulat menjadi ketua SI cabang Surabaya. Tjokroaminoto mulai aktif dalam memimpin organisasi yang bergerak di bidang ekonomi politik itu hingga memiliki kemajuan pesat.

Tahun 1913, dalam kongres SI pertama di Surakarta, dia ditunjuk menjadi wakil Central Sarekat Islam (CSI) mendampingi Haji Samanhudi sebagai ketua CSI yang berpusat di Solo. Sejak awal, munculnya Tjokroaminoto di CSI sudah diprediksi akan membuat organisasi itu berkembang pesat.

Lewat kecakapannya, dalam waktu singkat, jumlah anggotanya pun bertambah banyak. Tahun 1914, dalam kongres kedua CSI di Yogyakarta, ia dipilih menjadi ketua dan mengambil alih kendali organisasi tersebut.

Sejarah Hidup Guru Bapak Bangsa, H.O.S. Tjokroaminoto
Sumber: Istimewa

Baca Juga: Sejarah Hari Ini: Perkumpulan Ronda Rekso Roemekso Menjelma Sarekat Islam

Tjokroaminoto lalu memindahkan kantor SI dari Surakarta ke Surabaya. Tahun pertama kepemimpinannya, tercatat anggota resmi mencapai 400.000 orang yang terdiri dari banyak cabang di wilayah Jawa. Meski demikian, percik-percik konflik internal juga mulai muncul dalam organisasi tersebut.

Konflik internal ini mencapai puncak dengan pecahnya SI menjadi dua kubu, yakni SI Merah dan SI Putih. SI merah yang memiliki paham kiri dipimpin oleh Semaun, dan SI Putih dipimpin oleh Tjokroaminoto yang diubah namanya menjadi Partai Sarekat Islam (PSI) pada 1921.

Dalam kongres yang digelar pada Januari 1929, Partai Sarekat Islam (PSI) kemudian berganti nama menjadi Partai Sarekat Islam Indonesia (PSII), Tjokroaminoto pun kembali terpilih sebagai ketua umum untuk kesekian kalinya dan terus menyerukan nasionalisme di Hindia Belanda.

Akhir Hayat Guru Bapak Bangsa

Sejak berperan aktif dalam organisasi dan partai, Tjokroaminoto tidak mempunyai penghasilan tetap. Untuk sekadar membantu ekonomi rumah tangganya ia pun menerima beberapa orang pemuda untuk mondok di rumahnya di Surabaya. Dalam hal ini, sang istri Suharsikin yang kemudian banyak berperan.

Di antara pemuda inilah nantinya seperti Sukarno, Maridjan Kartosoewirjo, Semaun, Musso, hingga Alimin banyak menimba ilmu dari Tjokroaminoto lewat gelar diskusinya pada malam hari selepas ia mengurus organisasi di siang harinya. Lain dari itu ia juga menulis di beberapa surat kabar dan menjadi pembantu tetap di majalah Bintang Soerabaja.

Sejarah Hidup Guru Bapak Bangsa, H.O.S. Tjokroaminoto
Sumber: Wikipedia

Tjokroaminoto sempat juga menuliskan beberapa pikirannya dalam berbagai surat kabar seperti, “Apakah Sosialisme itu” dan “Sosialisme Berdasar Islam” yang dimuat di surat kabar resmi SI, Oetoesan Hindia, yang terbit perdana pada 1913. Selain itu, pada 1924, ia juga menerbitkan buku dari hasil pemikirannya dengan judul Islam dan Sosialisme.

Satu dekade kemudian, pada 17 Desember 1934, Tjokroaminoto wafat di Yogyakarta setelah sering sakit-sakitan pada usia 52 tahun. Pasca kemerdekaan, Presiden Sukarno atas nama pemerintah RI menetapkan H.O.S. Tjokroaminoto sebagai pahlawan nasional berdasarkan SK Presiden No. 590 Tahun 1961, pada 9 November 1961.

BACA JUGA: Cek FILM & MUSIK, Persepektif Ceknricek.com, Klik di Sini


Editor: Farid R Iskandar


Berita Terkait