Ceknricek.com -- Tepat pada tangal hari ini, 88 tahun yang lalu, 13 September 1931, legenda aktor watak Indonesia, Soekarno M Noor lahir di Jakarta dari pasangan Mohammad Noer dan Janimah.
Kelak, bayi itu mengejar mimpinya sebagai pemain film. Kariernya moncer sehingga ia menjadi salah satu aktor yang diperhitungkan dalam khazanah sinema perfilman nasional.
Masa Kanak-Kanak
Soekarno M Noor adalah anak seorang perantau asal Bonjol, Sumatera Barat. Ayahnya berprofesi sebagai wartawan di Jakarta.
S.M. Ardan dalam Jejak Seorang Aktor Sukarno M. Noor Dalam Film Indonesia (2004) menulis, nama Soekarno diberikan ayahnya karena terinspirasi Bung Karno yang konsekuen terhadap perjuangan.
Sayang, sang ayah tidak bisa melihat anaknya tumbuh dewasa. Muhammad Noer wafat saat anaknya masih berumur dua tahun. Ibunya lantas membawa Soekarno dan adiknya, Ismed M. Noer, pulang ke Bonjol.
Baca Juga: Mengenang Benyamin Sueb; Si Biang Kerok yang Melegenda
Di kampung ayahnya itulah remaja Soekarno mulai bersentuhan dengan dunia akting karena sering diboyong pamannya ke Pematang Siantar untuk menonton sandiwara. Tidak hanya itu, ia juga gemar menonton bioskop.
“Saya keranjingan nonton film dan benar-benar mempengaruhi kehidupan saya. Hampir tidak pernah sehari pun absen nonton,” katanya, seperti dikutip S.M. Ardan dari Variasi edisi 2-8 April 1976.
Ketika Sukarno remaja, aktor Malaysia, P. Ramlee dan Roomai S. Noor, sangat populer di Indonesia. Ia kemudian mengubah nama belakang “Noer” menjadi “Noor” mengikuti nama belakang Roomai.
Berkat persentuhan dirinya dengan dunia sandiwara yang cukup intens, Soekarno berusaha menggapai mimpinya untuk menjadi pemain film. Ia meminta kepada Ibunya agar kembali ke Jakarta. Keinginan itu dikabulkan. Keluarga itupun kembali ke Ibu kota pada 1950.
Menjadi Seniman Senen
Bakat Soekarno kemudian mulai diasah dalam Komunitas Seniman Senen sambil gerilya mengirim lamaran ke sejumlah perusahaan film dan bekerja di Jawatan Pos dan Telegram.
Ia tampil pertama kali dalam pentas sandiwara Runtuhan tahun 1953 dan mendapatkan casting film untuk kali pertamanya sebagai figuran “Meracun Sukma” di era 1950-an.
Soekarno sangat yakin akan bakatnya hingga ia rela meninggalkan pekerjaanya sebagai pegawai Jawatan Pos untuk bermain dalam film tersebut. Tatkala itu, gajinya sebagai figuran hanyalah Rp25 hingga Rp75. Pekerjaan tersebut tekun ia jalani selama satu setengah tahun (1953-1955).
Film-fillm yang ia bintangi kemudian datang menyusul, termasuk film laris antara lain: Abu Nawas, Musafir, Kelana, Djakarta bukan Hollywood, Djubah Hitam, Bawang Merah Tersiksa, Sri Asih, dan Gambang Semarang.
Tahun 1955, ketika Akademi Teater Nasional Indonesia (ATNI) dibuka oleh Usmar Ismail di Jakarta, Soekarno ikut bergabung. Di sinilah bakatnya semakin tajam terasah.
Peran-peran penting kemudian ia dapatkan, seperti dalam film: Sampai Berdjumpa Pula, Tjorak Dunia, dan Daerah Hilang. Pada 1958, ia kemudian dikontrak Perfini yang dibentuk oleh Usmar Ismail.
Baca Juga: Mengenang Usmar Ismail, Bapak Perfilman Nasional
Lewat Perfini ia kemudian memainkan film Sengketa, Dalam Tjambuk Api, Anakku Sajang, Bunga Samurai, Sesudah Subuh, dan Bertamasja. Di Perfini inilah akting Soekarno kian diperhitungkan di dunia film.
Saat itu namanya disegani oleh para penonton dan kritikus. Pers pun menjulukinya sebagai The Bad Boy on Screen dan Budak Nakal. Banyak media yang menuliskan, Soekarno akan membawa harapan besar bagi perfilman Indonesia.
Meraih Banyak Penghargaan
Tahun 1960, kerja keras Soekarno untuk mengejar mimpinya menjadi bintang film besar diganjar dengan Penghargaan Aktor Terbaik dalam Pesta Film Indonesia ke IV (kelak menjadi Festival Film Indonesia) dalam permainannya di film Anakku Sajang (1955).
Piala ini pun berturut-turut juga ia dapatkan dari film, Dibalik Tjahaja Gemerlapan (1966), dan Mencari Jejak Berdarah (1967). Tidak cuma itu. Dikutip dari Seputar Teater, ia juga dua kali berturut-turut dipilih oleh seksi film PWI Jaya sebagai Best Actor lewat filmnya Jembatan Merah (1973), dan Raja Jin Penjaga Pintu Kereta (1974).
Baca Juga: Mengenang Bastian Tito: Sosok Di Balik Cersil Pendekar Kapak Maut 212
Dalam buku Apa dan Siapa Orang Film Indonesia, Soekarno juga pernah menjabat sebagai Ketua I parfi Periode 1972-1974, Ketua Umum Persatuan Artis Film Indonesia (Parfi) 1978-1980, dan Anggota Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) periode 1977-1979.
Pada dekade 1970-an ia mencoba menjadi produser dengan mendirikan perusahaan film PT Kartika Binaprima, yang menghasilkan dua film Honey Money and Jakarta Fair dan Kembali Bersemi.
Pada 26 Juli 1986, Soekarno M. Noor meninggal dunia di RS Islam Jakarta karena kanker. Jenazahnya dimakamkan di TPU Tanah Kusir, Jakarta Selatan. Dari pernikahannya dengan Lily Istiarti, ia dikaruniai enam orang anak yang beberapa di antaranya mengikuti jejaknya sebagai aktor.
Mereka (Alm) Tino Karno, Rano Karno, dan Suti Karno. Setelah kematiannya ia juga mewariskan Studio Karnos Film untuk anak-anaknya beradu peran. Kelak dikemudian hari Karnos akan sukses menggarap film lainnya yang legendaris di Indonesia, Si Doel Anak Sekolahan, pada 1990-an.
BACA JUGA: Cek AKTIVITAS KEPALA DAERAH, Persepektif Ceknricek.com, Klik di Sini