Tiga Fakta Dono Warkop DKI, dari Komedian hingga Aktivis | Cek&Ricek Anugerah Pewarta Astra 2025 - Satukan Gerak, Terus Berdampak
Ilustrasi: Alfiardy/Ceknricek.com

Tiga Fakta Dono Warkop DKI, dari Komedian hingga Aktivis

Ceknricek.com -- Siapa yang tak kenal grup lawak legendaris Warkop DKI. Beranggotakan tiga personil kocak, Dono, Kasino dan Indro; tiga kambarat itu pada dekade 90-an selalu berhasil membuat perut kita menjadi kaku lewat film-film mereka.

Dalam setiap aksinya, setiap anggota selalu memiliki peran masing-masing ketika berakting. Namun sepertinya, Dono memiliki peranan yang kocak dan paling sering mendapat kesialan. 

Pria bernama lengkap Wahyu Sardono ini lahir di Solo 30 September 1951 dan meninggal pada 30 Desember 2001 tepat hari ini 18 tahun yang lalu akibat tumor. Selain sebagai komedian, Dono juga dikenal sebagai aktivis yang kritis terhadap pemerintahan. 

Komedian Serba Bisa

Selain dikenal lewat lawakan-lawakannya, Wahyu Sardono atau Dono juga merupakan komedian serba bisa. Selama hidupnya ia juga dikenal sebagai aktivis kampus, dosen, penulis, hingga fotografer.

Sumber: Twitter

Sebagai aktivis kampus, Dono yang pada waktu itu kuliah di FISIP Universitas Indonesia (UI) Jurusan Sosiologi dikenal sebagai mahasiswa yang kritis dan berani bersuara lantang terhadap pemerintahan yang timpang.

Beberapa sumber mencatat Dono juga pernah ikut turun dalam peristiwa Malari, atau Malapetaka Lima Belas Januari yang dikenal sebagai aksi perlawanan mahasiswa pertama terhadap kerasnya Orde Baru pada tahun 1974.

Baca Juga: Bagaimana Kasino Membuat Kita Tertawa dan Sejenak Melupakan Hidup yang Karut Marut 

Sumber: Istimewa

Peristiwa ini dilatarbelakangi oleh penolakan mahasiswa terhadap dominasi ekonomi Jepang di Indonesia. Dono yang pada waktu itu sedang kuliah di UI bersama rekan sejawatnya Kasino, akhirnya ikut andil dalam mengkritik pemerintah Soeharto.

Selama menjadi mahasiswa, Dono juga dikenal aktif dalam organisasi-organisasi di kampus. Salah satunya adalah Mahasiswa Pecinta Alam Universitas Indonesia, ia pun sering melakukan kegiatan layaknya aktivis mahasiswa: ngopi, diskusi, dan tentu saja naik gunung. 

Tidak hanya itu, setelah lulus kuliah dan berhasil mempertahankan skripsinya yang berjudul "Hubungan Status Sosial Ekonomi Keluarga dengan Prestasi Murid di Sekolah: Studi Kasus SMP Negeri Desa Delanggu" Dono juga sempat menjadi dosen dengan mengabdi pada almamater kampus.

Aktif Sebagai Penulis

Bukti bahwa Dono memang bukan pelawak biasa adalah ia juga menulis novel. Kritikannya tidak hanya disajikan lewat celetukan-celetukan saat siaran di radio maupun film yang digarap bersama kedua rekannya. 

Sumber: Istimewa

Selama masih aktif sebagai komedian ia juga menulis sekitar 4 novel seperti; Cemara-Cemara Kampus (1988), Bila Satpam Bercinta (1999), Dua Batang Ilalang (1999), dan Senggol Kiri Senggol Kanan (2009).

Baca Juga: Mengenal Lilik Sudjio, Sutradara Pertama Film Gundala Putra Petir

Dari beberapa novelnya itu, Dua Batang Ilalang merupakan karyanya yang cukup populer. Karya ini ia iulis di sela-sela aktivitasnya menjadi pejuang reformasi ’98, setting dan ide cerita diambil tidak jauh-jauh dari sana. 

Sumber: Istimewa

Dono menciptakan karakter utama (Sobi) sebagai mahasiswa yang ikut turun aksi sehingga dikeluarkan dari kampus. Hal-hal yang ia tulis sebenarnya sangat dekat dengan kondisi sosial yang ada sehingga sangat mengena ketika dibaca.

Baca Juga: Soekarno M Noor: Legenda Aktor Watak Indonesia

Dua Batang Ilalang merupakan novelnya yang laris. Ditulis di sela-sela aktivitasnya menjadi pejuang reformasi ’98, setting dan ide cerita diambil tidak jauh-jauh dari sana. Ia menciptakan karakter utama sebagai mahasiswa yang ikut turun aksi sehingga dikeluarkan dari kampus. 

Sekolahkan Anak Hingga S3

Nampaknya, peribahasa "Buah jatuh tidak jauh dari pohonnya" sesuai dengan putra kedua Dono Warkop. Pasalnya, anak keduanya dari hasil pernikahannya dengan Titi Kusumawardhani yang bernama Damar Canggih Wicaksono berhasil menempuh pendidikan Doktoral di Swiss. 

Sumber: Istimewa

Damar yang sebelumnya berhasil menyelesaikan S1-nya di Universitas Gadjah Mada Yogyakarta dan S2-nya di École Polytechnique Federale De Lausanne (EPFL), mengambil jurusan teknik nuklir hungga menerima gelar Doktor pada 2018 silam. 

Tidak hanya itu, dua anak Dono yang lain, Andika Aria Sena dan Satrioa Sarwo Trengginas juga berhasil lulus dari almmater yang sama dengan sang ayah. Sena merupakan lulusan Broadcast UI, sementara bungsu, Trengginas berhasil menyelesaikan pendidikan S1 Bahasa Belanda di universitas yang sama saat sang ayah mengajar.

BACA JUGA: Cek SEJARAH, Persepektif Ceknricek.com, Klik di Sini.


Editor: Farid R Iskandar


Berita Terkait