Ceknricek.com -- Kaum perokok sungguh militan. Gawatnya, militansi mereka ini menular ke anak-anak muda. Bagaimana nggak militan, gambar seram dan peringatan merokok sudah dibuat besar dan menakutkan, tetap saja jumlah perokok terus bertambah. Generasi baru perokok juga bermunculan.
Kementerian Kesehatan berjuang menekan konsumsi rokok. Di sisi lain, Kementerian Keuangan makin agresif, mencekik pabrik rokok dengan cukai selangit. Tahun depan, cukai rokok dikerek 23%, dan harga jual eceran 35%. Lewat cara ini harga rokok akan tambah mahal. Singkat kata, rokok akan dibuat menakutkan dan mahal.
Tak cuma itu. Rokok juga mubah, bahkan ada yang mengharamkan dalam Islam. Pada 2009, Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa haram hukumnya merokok di tempat umum. Pada 7 Maret 2010, Pimpinan Pusat Muhammadiyah, mengeluarkan fatwa hal yang sama. Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah berpendapat bahwa merokok secara syariah Islam masuk dalam kategori haram.
Nah, kini, muncul wacana baru dari Kementerian Kesehatan. Kemenkes menginginkan porsi gambar peringatan di bungkus rokok itu dibuat lebih besar lagi dari yang sekarang. Aturan sebelumnya, 40% dari seluruh bungkus, kini Kemenkes mewacanakan menjadi 90%. Maknanya, nyaris seluruh bungkus rokok nantinya bergambar seram tentang peringatan bahaya rokok.
Tawar Menawar
Sekadar mengingatkan, gambar seram di bungkus rokok dimulai 24 Juni 2014. Kebijakan ini sesuai Peraturan Pemerintah atau PP Nomor 109 tahun 2012 tentang pengamanan bahan yang mengandung zat adiktif berupa produk tembakau bagi kesehatan. PP ini mewajibkan semua industri rokok untuk mencantumkan peringatan berupa gambar di kemasan rokok. Gambar itu berupa kondisi organ tubuh yang rusak: kanker mulut, kanker paru dan bronkitis akut, kanker tenggorokan, membahayakan anak, dan membunuh perokok.
Space gambar seram dicantumkan di bagian atas seluas 40% dari bungkus rokok. PP ini diperjelas dalam Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) nomor 28 tahun 2013 mengenai Pencantuman Peringatan dan Informasi Kesehatan pada Kemasan Produk Tembakau.
Baca Juga: IDI: Kampanyekan Rokok Elektronik, Dokter Langgar Kode Etik
Pada Pasal 5 ayat (1) berbunyi "Pencantuman Peringatan Kesehatan pada Kemasan berbentuk kotak persegi panjang harus memenuhi persyaratan antara lain dicantumkan pada bagian atas Kemasan sisi lebar bagian depan dan belakang masing-masing seluas 40%".
Foto: Istimewa
Aturan ini antara lain yang akan direvisi. Seperti yang sudah disebut di atas, Kemenkes mewacanakan porsi peringatan pada kemasan rokok akan dibuat makin dominan menjadi 90% dari 40%. Kabarnya produsen rokok menawar 65-75%.
Tak Efektif
Pada 2017, satu penelitian yang diterbitkan di Jurnal Nicotine and Tobacco Research menemukan peringatan seram tidak membuat remaja takut untuk merokok. "Memasang pesan bergambar seram walaupun sekilas kebijakan masuk akal, ternyata tidak bisa disebut solusi terbaik," kata William Shadel, ketua tim penelitian tersebut.
Foto: Istimewa
William Shadel adalah peneliti senior bidang studi perilaku manusia, sekaligus direktur asosiasi program kesehatan masyarakat di RAND Corporation. RAND adalah sebuah lembaga think-tank nirlaba yang mengembangkan bermacam solusi terhadap perubahan kebijakan publik.
Foto: Istimewa
Poster bergambar seram soal kondisi tubuh akibat merokok, secara efektif justru menggelitik para remaja yang sebelumnya pernah coba-coba mengisap tembakau. Hal ini dari sisi psikologis, kata Shadel, dikenal sebagai proses defensif.
Baca Juga: Simalakama Rokok, Antara Konsumen dan Produsen
"Jika seseorang merasa pola komunikasi iklan layanan masyarakat menyerang harga diri mereka, mereka mungkin bereaksi dengan cara berlawanan dari efek komunikasi yang dimaksud," urainya. Makin dilarang, para remaja itu makin penasaran.
Ryan Kennedy, asisten profesor kesehatan masyarakat di Johns Hopkins University, mengatakan poster bergambar seram memang sangat mungkin malah akan menarik perhatian. Apalagi jika poster tadi ditambah tanda berukuran besar mengingatkan orang bahwa merokok hanya untuk orang 18 tahun ke atas. "Jika Anda membingkai penggunaan tembakau sebagai perilaku orang dewasa, efeknya menarik bagi beberapa pemuda yang ingin menampilkan diri sebagai orang dewasa," katanya.
Temuan awal RAND ini tidak menyarankan pemerintah dan pegiat kesehatan masyarakat untuk membuang kebijakan bungkus rokok bergambar seram. Gambar-gambar semacam itu tetap masih berdampak menggetarkan bagi berbagai segmen konsumen.
Sarah Ross-Viles, direktur program studi tembakau di University of Washington mengutip penelitian lain yang menunjukkan efek nyata poster seram dapat membantu orang berhenti mengisap tembakau. Efek seram secara psikologis tersebut bahkan sangat mungkin lebih besar daripada potensi risiko anak-anak dan remaja jadi tertarik merokok.
Foto: Istimewa
Selain itu, menyoroti bahaya nyata kebiasaan merokok tetap memiliki efek positif lainnya. "Terutama bagi orang yang tidak merokok, mereka menganggap masalah tembakau mencampuri aktivitas belanjanya”.
Baca Juga: Orang Miskin Dilarang Merokok
Agar anak muda tidak tertarik melakoni kebiasaan buruk kecanduan nikotin, Ross-Viles mengusulkan agar anggota parlemen di berbagai negara fokus pada kampanye untuk melarang sepenuhnya peluang produk rokok melakukan persuasi. Artinya, tak ada iklan menarik, tak ada poster, tak ada display di belakang kasir. Semua informasi soal rokok tersebar di ruang publik harus benar-benar tentang dampak kesehatannya yang mudah dipahami.
Indonesia merupakan pasar rokok yang paling menarik di dunia. Data Kementerian Kesehatan pada 2017, jumlah perokok Indonesia berjumlah 36,3% dari total penduduk Indonesia atau 75 juta orang. Dari jumlah itu, 20% adalah remaja usia 13-15 tahun dan 58,8% di antaranya remaja laki-laki.
Foto: Istimewa
Data Riskesdas mencatat kenaikkan konsumen rokok di usia anak di tahun 2018 meningkat menjadi 9,1% dari 7,3% di tahun 2013. Badan Kesehatan Dunia melaporkan bahwa rokok menyebabkan kematian dini bagi 217.000 konsumen per tahunnya, rokok adalah faktor utama penyakit kronis mematikan, yang sebetulnya amat sangat bisa dicegah.
Rokok di satu sisi menjadi masalah di dunia kesehatan. Di sisi lain, pemerintah masih menginginkan pendapatan cukai besar dari komoditas yang digemari tukang hisab ini. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) mencatat penerimaan sebesar Rp165,46 triliun dari Januari- 12 November 2019. Penerimaan ini terdiri dari bea masuk Rp31,41 triliun, cukai Rp131,06 triliun dan bea keluar Rp2,99 triliun.
Kebijakan pemerintah menaikkan cukai rokok diharapkan bisa mengurangi kesenjangan keuangan yang signifikan antara pendapatan dari cukai rokok dan besaran beban ekonomi yang ditimbulkan dari konsumsi rokok.
BACA JUGA: Cek BISNIS INDUSTRI, Persepektif Ceknricek.com, Klik di Sini.