Ironi Negeri Kaya, Penduduk Miskin | Cek&Ricek Anugerah Pewarta Astra 2025 - Satukan Gerak, Terus Berdampak
Sumber: Istimewa

Ironi Negeri Kaya, Penduduk Miskin

Ceknricek.com -- Pada akhir bulan lalu, 30 Januari, Bank Dunia merilis laporan bertajuk "Aspiring Indonesia, Expanding the Middle Class". Riset itu mengungkap, 115 juta masyarakat Indonesia rentan miskin. Angka ini bukan sekadar statistik belaka. Ini cermin kesalahan tata kelola atas negeri ini.

Sumber: Istimewa

Tingkat kemiskinan di Indonesia saat ini di bawah 10% dari total penduduk. Rerata pertumbuhan ekonomi pun diprediksi 5,6% per tahun selama 50 tahun ke depan. Produk Domestik Bruto (PDB) per kapitanya diperkirakan tumbuh enam kali lipat menjadi hampir US$4 ribu. Sampai di sini, Indonesia baik-baik saja. Rapor tampak membiru.

Indonesia pun bangga dengan status barunya sebagai negara kelas menengah yang baru muncul. PricewaterhouseCoopers (PwC) memperkirakan Indonesia akan menjadi salah satu dari lima ekonomi teratas dunia pada 2050.

Sumber: Istimewa

Tapi tunggu dulu. Lihatlah lebih dalam lagi. Sejumlah 115 juta orang atau 45% penduduk Indonesia belum mencapai pendapatan yang aman. Alhasil, mereka rentan kembali miskin. “Mereka belum mencapai keamanan ekonomi dan gaya hidup kelas menengah,” demikian laporan Bank Dunia.

Baca juga: BPS: Rokok Beri Pengaruh Besar terhadap Garis Kemiskinan

Berita baik tentang kesuksesan ekonomi Indonesia seringkali memang menutup situasi ironi yang sebenarnya. Bahwa Indonesia adalah negara kaya, itu tidak salah. Hanya saja, negeri ini masih memiliki banyak penduduk yang sangat miskin dengan kehidupan yang sangat tidak layak. Itu juga fakta.

Kesenjangan

Data lain menyebut, sekitar 20% dari populasi Indonesia yang berjumlah 270 juta jiwa, yakni 50 juta orang tetap rentan jatuh ke dalam kemiskinan. Pendapatan kelompok ini tepat di atas garis kemiskinan internasional sebesar US$1,90 per hari. Orang-orang miskin ini lebih banyak tersebar di daerah luar Jawa dan Sumatera.

Sumber: Istimewa

Kekayaan baru Indonesia tidak mengalir cukup cepat. Empat miliarder terkaya di Indonesia memiliki lebih banyak kekayaan, yakni US$25 miliar. Sedangkan 40% orang termiskin di Indonesia atau sebanyak 100 juta orang hanya memiliki US$24 miliar.

Sumber: Istimewa

Bagian pendapatan yang dipegang oleh 20% penduduk termiskin hanya 6,8%, dengan pendapatan nasional bruto per kapita hanya US$3.840. Ini lebih rendah dari Samoa, Tonga, Fiji, serta negara tetangga Malaysia dan Thailand.

Kapasitas pemerintah untuk memperbaiki ketidaksetaraan yang parah ini dibatasi oleh pendapatan pajak hanya 9,9% dari PDB, yang terendah di Asia Tenggara selain Myanmar dan lebih rendah dari rata-rata negara-negara kurang berkembang.

Menurut analisis Tim Lindsey dan Tim Mann dari The Lowy Institute, akibat investasi pemerintah yang terbatas secara historis dalam sistem kesehatan dan kesenjangan antardaerah yang mencolok, kualitas kesehatan Indonesia jauh di bawah negara-negara kelas menengah.

Baca juga: Rokok, Petrokimia dan Konglomerasi Dominasi Orang Terkaya Indonesia 2019

Sebagai contoh, pada tahun 2015 kematian ibu di Indonesia masih mencapai 305 per 100 ribu. Angka ini menempatkan Indonesia sebagai negara dengan angka kematian tertinggi kedua di Asia Tenggara. Urutan pertama di tempat oleh Laos dengan angka kematian 357 per 100 ribu.

Sebaliknya, rata-rata di seluruh Organisasi untuk Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (OECD) adalah 14. Bahkan, negara tetangga miskin Indonesia, Timor Leste berada di peringkat lebih baik dengan 142. Angka kematian bayi Indonesia (per 1.000 kelahiran hidup) adalah 21, lebih tinggi dari negara-negara Pasifik termasuk Kepulauan Solomon (17), Samoa (14) dan Tonga (13), dan jauh melampaui negara tetangga Thailand (8) dan Malaysia (7).

Kerdil (stunting) masalah serius lainnya, yang memengaruhi 36,4% anak Indonesia di bawah 5 tahun pada 2013. Hal ini setara dengan negara-negara sub-Sahara seperti Malawi, Angola dan Sierra Leone. Populasi Indonesia yang besar menempati urutan kelima di dunia untuk jumlah anak-anak kerdil.

Sumber: Istimewa

Orang dewasa di Indonesia juga menghadapi masalah kesehatan utama. Sekitar 68,1% pria Indonesia dewasa merokok, tingkat tertinggi kedua di dunia setelah Timor Leste. Tidak mengherankan, lima penyebab utama kematian di Indonesia semuanya terkait dengan tembakau, termasuk penyakit jantung iskemik, penyakit serebrovaskular, tuberkulosis, diabetes dan penyakit pernapasan kronis.

Sistem pendidikan Indonesia juga masih terpuruk. Meskipun ada peningkatan besar dalam akses pendidikan, kualitasnya tetap sangat buruk. Nilai Program Penilaian Pelajar Internasional (PISA) pada 2018 termasuk dalam semua kategori sejak tes terakhir pada 2015. Dari 79 negara, Indonesia hanya menempati peringkat 73 dalam matematika, 74 dalam membaca dan 71 dalam sains, jauh di bawah Singapura, Malaysia, Brunei dan Thailand.

Skor dari Program untuk Penilaian Internasional Kompetensi Orang Dewasa (PIAAC) menawarkan ukuran lain yang sama-sama memprihatinkan. Rata-rata orang dewasa di Jakarta (berusia 25-65) dengan tingkat pendidikan tersier memiliki kecakapan baca tulis yang lebih rendah daripada orang dewasa menurut OECD pada umumnya yang berusia 16-24 tahun dengan tidak lebih dari pendidikan sekolah menengah pertama. Sekitar 32% orang dewasa Jakarta berada di bawah level 1 (tingkat terendah) dalam melek huruf, dibandingkan dengan hanya 4,5% orang dewasa OECD.

Sumber: Istimewa

Tata Kelola Buruk

Banyak pihak berpendapat ironi ini terjadi karena tata kelola yang buruk dan korupsi. Mereka setuju bahwa negara ini telah mengalami kemunduran demokrasi selama dekade terakhir dan semakin cepat dalam lima tahun terakhir.

Lembaga penelitian Freedom House, misalnya, memberi peringkat Indonesia “bebas” selama 2006-2013, namun sekarang hanya menilai “bebas sebagian”. The Economist Intelligence Unit juga melihat Indonesia sebagai “negara demokrasi yang cacat”, lantas mendapatkan peringkat 64 dari 167 negara, lebih rendah dari negara tetangga Malaysia dan Filipina. Reporters Without Borders (RSF) melihat kebebasan pers, yang merupakan kunci keberhasilan demokrasi, juga bermasalah, dengan menempatkan Indonesia di posisi 124 dari 180 negara pada 2019.

Baca juga: Bukan Hoaks, 22 Juta Rakyat Terpapar Kelaparan

Sumber: Istimewa

Korupsi yang mengakar sejak lama menjadi masalah populer yang bergejolak secara politis. Hanya saja, pasca pilpres 2019 pemerintah mengebiri Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Pada 2019, Indonesia mendapat skor 40 pada Transparency International Corruption Perceptions Index (dengan 100 menunjukkan “paling bersih”). Sehingga, Indonesia berada di posisi 85 dari 180 negara. Kini peringkat itu cenderung menurun.

Singkatnya, masyarakat miskin kian terhambat untuk naik kelas serta mendapatkan pelayanan kesehatan dan pendidikan yang layak akibat tata pemerintahan yang buruk serta mewabahnya korupsi. Jika kondisi ini dibiarkan maka 115 juta rakyat Indonesia sudah pasti akan kembali ke jurang kemiskinan.

BACA JUGA: Cek INTERNASIONAL, Persepektif Ceknricek.com, Klik di Sini.



Berita Terkait