Jokowi Menagih Janji Kilang | Cek&Ricek Anugerah Pewarta Astra 2025 - Satukan Gerak, Terus Berdampak
Foto: Tribunnews

Jokowi Menagih Janji Kilang

Ceknricek.com -- Banyak janji Joko Widodo saat mencapreskan diri pada 2014. Janji itu tak semua ia penuhi. Salah satunya adalah janji pembangunan kilang minyak. Sudah 34 tahun Indonesia tak membangun kilang. Jokowi berjanji akan membangun kilang. Para pembantunya bertugas memenuhi janji itu. Tapi janji tinggal janji. Periode pertama Jokowi sudah lewat. Janji itu tak ada yang terealisasi. Janji memang gampang diucap tapi susah dipenuhi.

Syukurlah, pada jabatan periode kedua ini Presiden Jokowi teringat akan janjinya itu. Ia pun uring-uringan. “Janji-janji, dua tahun lagi, tiga tahun lagi. Enggak ada yang selesai 1% pun,” ujar Jokowi ketika memberikan sambutan saat Peresmian Pembukaan Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional (Musrenbangnas), Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024, di Istana Negara, Senin (16/12).

Jokowi Menagih Janji Kilang
Sumber: Kompas

Pernyataan Presiden itu tentu saja ditujukan kepada para pembantunya. Bahwa jika pada akhirnya rakyat menerjemahkan urusan kilang minyak bukan karena Jokowi ingkar janji, melainkan para pembantunya yang ingkar, itu soal lain.

Impor Minyak

Indonesia puasa membangun kilang minyak sejak 1995. Pembangunan kilang terakhir adalah kilang Balongan yang berkapasitas 125 ribu barel per hari. Nah, itu sebabnya pada kampanye Pilpres 2014, pasangan Jokowi-Jusuf Kalla menjanjikan pembangunan kilang minyak. 

Pembangunan kilang minyak penting  untuk menekan impor minyak dan produk turunannya. Soalnya, impor yang kelewat tinggi sangat mengganggu neraca perdagangan. Dan itulah saat ini yang menjadi penyakit ekonomi negeri ini. Penyakit defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD).

Sejak 2011, Indonesia mengidap penyakit kronis yang bernama CAD. Defisit paling parah tercatat pada 2018, di periode pertama Jokowi memimpin, yakni mencapai 3% dari produk domestik bruto (PDB). Kondisi ini membuat nilai tukar rupiah terus tertekan terhadap dolar Amerika Serikat (AS).

Impor minyak jor-joran. Neraca migas Indonesia terus mencatatkan defisit. Hal yang memprihatinkan, kondisi itu tak juga sembuh sampai saat ini. Badan Pusat Statistik atau BPS mencatat, pada periode Januari-Oktober 2019 impor migas Indonesia mencapai US$17,617 miliar. Jumlah itu jika dirupiahkan per dolar sama dengan Rp14.000, maka ketemu angka Rp246,6 triliun. Nilai yang tak kecil: 246.600.000.000.000. 

Baca Juga: Menanti Investasi Si Raja Minyak

Jokowi Menagih Janji Kilang
Sumber: Istimewa

Angka itu belum termasuk impor produk turunan minyak, produk petrokimia, yang memiliki ratusan produk turunan. Sebut saja polyethyelene, polypropylene, dan polystyrene. Produk turunan itu untuk bahan baku plastik juga benang tekstil. Selama ini Indonesia banyak mengimpor produk tersebut. Nilainya miliaran dolar. Menurut Jokowi, setara dengan Rp323 triliun atau Rp323.000.000.000.000. Jika impor migas dan petrokimia ditambahkan maka ketemu angka Rp562.600.000.000.000 atau Rp562,6 triliun. 

Semua itu gara-gara Indonesia tak memiliki kilang minyak yang memadai. Saat melihat angka-angka tersebut, wajar Jokowi tidak happy. Miliar dolar 'terbakar' untuk impor migas dan produk petrokimia. Jika ada kilang minyak, maka industri petrokimia domestik akan berkembang. Potensi sebesar itu akan dinikmati di dalam negeri, menambah lapangan kerja, dan mengurangi kemiskinan.

Mafia Impor

Duit yang digunakan untuk mengimpor migas dan produk turunannya selama setahun itu bisa untuk membangun beberapa kilang minyak. Pembangunan kilang Tuban misalnya, ditaksir akan menghabiskan Rp199 triliun. Kilang Tuban tidak kelar-kelar sampai saat ini. PT Pertamina (Persero) janji akan berusaha keras agar kilang ini bisa beroperasi pada 2024, saat Jokowi menghabiskan lima tahun kekuasaanya.

Begitu juga proyek grass root lain, yaitu di Kilang Bontang. Nilai investasinya ditaksir mencapai Rp197,6 triliun. Pertamina memasang target mulai beroperasi pada 2025 atau setelah Jokowi tak lagi menjadi presiden. Tapi semua itu baru janji. Bisa saja, janji itu hanya sebagai pelipur lara saat ini saja. Hasilnya, tunggu saja nanti.

Jokowi curiga, rencana pembangunan kilang terhambat karena adanya pihak yang ingin Indonesia terus menjadi negara pengimpor minyak. Jika pemerintah selesai membangun kilang, mereka khawatir akan kehilangan pendapatan dari impor minyak. Atas dasar itu, Jokowi bakal meminta Kepolisian, Kejaksaan Agung, dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk memantau proses pembangunan kilang minyak. “Saya minta juga ikut tungguin. Harus rampung. Pekerjaan besar ini harus rampung,” ujarnya. 

Jokowi Menagih Janji Kilang
Sumber: Istimewa

Baca Juga: Mimpi Lagi Tentang Kejayaan Minyak Kita

Wakil Presiden RI 2015-2019, Jusuf Kalla, juga menyebut salah satu penyebab terhambatnya pembangunan kilang minyak adalah karena ada lobi-lobi importir minyak. "Tujuannya agar kita impor terus," ujarnya seperti dikutip CNBC Indonesia, Rabu (11/12).

Selain ulah importir minyak yang mengganggu, kata JK, ada juga permasalahan lainnya yang membuat pembangunan kilang ini terhambat. "Dana juga masalah, tapi yang paling penting itu ya, tekadnya untuk selesaikan itu. Mafia-mafia impor itu memang susah," katanya. 

Jika benar ada mafia yang menjegal proyek kilang minyak itu, maka mafia itu tentulah sangat perkasa. Lebih perkasa dari presiden. Mereka tentunya bekerja sama dengan para pembantu presiden.

Mandiri

Salah satu proyek kilang minyak yang nggak jelas arahnya adalah proyek Cilacap. Pada megaproyek pengembangan Refinery Development Master Plan (RDMP) ini Pertamina menggandeng Saudi Aramco. Hanya saja, kedua perusahaan itu tak kunjung mencapai kata sepakat. Target pada bulan ini membentuk perusahaan patungan (joint venture) gagal total.

Jokowi Menagih Janji Kilang
Sumber: Antara

Pertamina dan Aramco sebenarnya telah membentuk perusahaan patungan sejak 22 Desember 2016 untuk proyek tersebut. Pertamina memegang saham sebesar 55% dan Saudi Aramco sebesar 45%. Kala itu, Pertamina dan Aramco menargetkan proyek RDMP Cilacap bisa dimulai pada 2021. Namun, hingga kini, proyek kilang Cilacap tak kunjung dibangun karena tak ada kesepakatan terkait valuasi dan spin off aset. Di sisi lain, Aramco justru begitu gencar berinvestasi kilang di negara lain, seperti China dan Malaysia. 

Baca Juga: Saudi Aramco Siap Go Public di Pasar Modal Tadawul

Kini, Pertamina bikin rencana lagi. Perusahaan patungan itu bakal dibentuk pada kuartal pertama 2020. Menurut Direktur Utama Pertamina, Nicke Widyawati, Pertamina menawarkan opsi kerja sama baru agar bisa mencapai kesepakatan dengan Aramco. Model kerja sama yang ditawarkan persis seperti model pengembangan kilang Balikpapan. Pertamina menawarkan pengembangan dan pengoperasian kilang eksisting. Nantinya, Pertamina akan membayar biaya pengolahan (toll fee) jika kilang tersebut mengolah minyak milik perseroan.

Jokowi Menagih Janji Kilang
Sumber: Industry

"Kami bentuk anak perusahaan dengan partner kami. Kemudian, perusahaan ini yang mengoperasikan kilang existing dan akan dibayarkan toll fee atau processing fee," ujar Nicke di Gedung Kementerian BUMN, Kamis (12/12).

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Investasi dan Kemaritiman, Luhut Binsar Pandjaitan, menyarankan Pertamina meninggalkan Aramco. Pertamina dapat menggarap proyek kilang Cilacap tanpa perusahaan asing itu. “Bisa saja jalan sendiri kalau tidak ketemu angka,” kata Luhut, Jumat (15/11) lalu.

Pertamina memproyeksikan biaya investasi proyek kilang Cilacap mencapai US$5 miliar. Dengan investasi tersebut, kapasitas kilang Cilacap diharapkan meningkat dari 348 ribu barel per hari menjadi 400 ribu barel per hari. Adapun spesifikasi produk, mencakup Euro V, petrokimia dasar (basic petrochemical), dan Group II Base Oil untuk pelumas.

Rencana pembangunan kilang lainnya juga masih jalan di tempat. Pembangunan Kilang Bontang, misalnya. Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Migas) Kementerian ESDM, Djoko Siswanto, bilang pembangunan kilang ini masih menunggu escrow account dari Overseas Oil and Gas LLC (perusahaan minyak asal Oman) dan penyusunan approval list calon konsultan Bankable Feasibility Study (BFS) dan penyusunan TOR BFS.

Jokowi Menagih Janji Kilang
Sumber: Kadatada

Sedangkan pengembangan kilang eksisting Balikpapan, Pertamina baru membentuk Special Purpose Vehicle yaitu PT Kilang Pertamina Balikpapan (PT KPB). Kini Pertamina mencari calon mitra pemegang saham, sembari menyusun detail engineering design.

Sedangkan, untuk Kilang Tuban, terkendala masalah lahan. Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN) Surabaya memenangkan gugatan atas lahan kilang yang sudah ditetapkan, sehingga penetapan lokasi (penlok) dibatalkan.

Menurut Nicke Widyawati, lahan yang dibutuhkan untuk Kilang Tuban seluas 800 hektar. Sebanyak 400 hektar lahan milik Pemerintah melalui KLHK sudah didapatkan, dan sebagian milik masyarakat yang sedang dibebaskan melalui Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

Rupanya, membangun kilang minyak memang tak bisa bimsalabim. Uring-uringan tak menyelesaikan masalah. Menuduh ada mafia di balik persoalan ini juga bisa mengada-ada. Lha, nyaris semua masalah pembangunan kilang nyatanya akibat belum adanya partner yang bisa diajak kerja sama. Ada proyek yang sudah dapat partner, ternyata hanya janji tinggal janji. Pada ujungnya Pertamina mesti punya duit yang cukup untuk membangun kilang sendiri. Pertamina mesti mandiri. Harus kuat, agar janji-janji itu bisa dipenuhi. Agar Jokowi tak menagih janji lagi.

BACA JUGA: Cek LINGKUNGAN HIDUP, Persepektif Ceknricek.com, Klik di Sini.


Editor: Farid R Iskandar


Berita Terkait