Ceknricek.com -- Bukan hanya dalam sejarah Umat Islam ada ulama yang jadi bulan-bulanan penguasa, melainkan juga dalam sejarah Umat Katolik. Di antara yang paling masyhur adalah yang menimpa Uskup Agung Canterbury, Inggris, Thomas Becket, yang dibantai oleh 4 hulubalang Raja Henry II dari Inggris pada tanggal 29 Desember 1170.
Awalnya Raja Henry II dan Thomas Becket adalah “sobat kental”. Sebelum Henry menjadi raja, mereka sering berburu bersama-sama dan acap pula bermain catur, begitu rupa hingga persahabatan antara kedua lelaki itu dijuluki laksana “dua badan, namun satu hati dan satu pikiran”.
Ketika pada usia 21 tahun Henry dinobatkan menjadi Raja Inggris, sebagai Raja Henry II, Thomas Becket diangkat sebagai Menteri Utama. Kedua manusia ini adalah pekerja keras, dan banting tulang untuk menegakkan hukum dan ketertiban di kerajaan itu.
Ketika itulah muncul istilah-istilah hukum seperti “pengadilan oleh dewan juri” dan sejenisnya. Para hakim yang mengabdi pada Raja Henry II ditugaskan ke berbagai penjuru kerajaan untuk menegakkan hukum dan melaksanakan keadilan – khusus yang dikenal dengan “common law” alias hukum untuk semua manusia yang merdeka.
Hanya Gereja yang dikecualikan dari hukum ini, karenanya dapat menegakkan hukum dan keadilannya sendiri, yang ganjarannya yang paling berat adalah dicopot dari jabatan sebagai pendeta.
Meski para pastor pada waktu itu mengangkat sumpah setia kepada Raja namun mereka juga bersikeras bahwa kesetiaan sejati mereka yang diutamakan adalah kepada Tuhan dan wakil-Nya di bumi ini, Paus yang berkedudukan di Roma.
Ketika Uskup Agung Gereja Katolik di Canterbury wafat dalam bulan Mei 1161, Raja Henry II melihat peluang untuk “menjinakkan” gereja. Baginda mengangkat sobat kentalnya Thomas Becket sebagai Uskup Agung Canterbury – pusat Gereja Katolik di Inggris waktu itu, dan sekarang Uskup Agung Canterbury adalah pemimpin pelaksana Gereja Anglikan, yang pimpinan tertingginya adalah Raja/Ratu Inggris, dengan gelar Gubernur Gereja Anglikan.
Ternyata ketika menduduki jabatan baru itu, terjadi perubahan besar pada diri Thomas Becket, sobat kental sang Raja Henry II. Sejak jadi pimpinan gereja Katolik di Inggris, Thomas Becket mengenakan pakaian murahan yang “dihuni” berbagai jenis serangga. Ia makan seadanya dan hanya meneguk air biasa.
Namun Raja Henry II dan Thomas Becket tetap menjalin persahabatan yang akrab. Ketika Raja Henry II mengatakan bahwa Gereja harus patuh pada hukum (duniawi) yang berlaku, Thomas Becket bersikeras bahwa Gereja berada di atas hukum (manusia).
Konfrontasi antara kedua tokoh ini memuncak pada bulan Oktober 1164 ketika para pendukung Raja Henry II mempertanyakan kesetiaan Thomas Becket kepada Raja Henry II, dan mereka juga menudingnya sebagai pengkhianat.
Thomas Becket yang masih memimpin Gereja Katolik di Inggris dicerca dan dimaki dengan umpatan yang keji. Akhirnya Thomas Becket mundur teratur dan mengungsi ke Prancis, agar lebih aman.
Hampir 6 tahun Thomas Becket mendapatkan suaka di Prancis sebelum keadaan di Inggris mereda dan ia kembali ke Canterbury. Namun menurut beberapa catatan sejarah, waktu itu pun Thomas Becket payah meredam keyakinannya yang berapi-api untuk membela kepentingan rakyat, misalnya dengan menolak titah raja yang hendak menaikkan pajak penghasilan, yang dianggapnya membebani rakyat.
Puncak dari perlawanannya adalah ketika menyampaikan khutbah Natal tahun 1170, Thomas Becket kembali menampakkan sikap kerasnya. Sejumlah uskup yang dianggap “durhaka” terhadap Tuhan karena patuh pada Raja di jalan yang salah, Thomas Becket “memecat” mereka dari Gereja dengan kata-kata…”Semoga mereka dilaknat oleh Yesus Kristus”.
Ketika mendengar sumpah serapah Thomas Becket, Raja Henry naik pitam dan murka, dan waktu itulah, di sekitar para hulubalangnya baginda mengucapkan kata-kata yang sampai kini jadi mashur: “Will no one rid me of this turbulent priest!” (Apa tidak ada yang bisa menyingkirkan pastor yang suka bikin ribut ini?).
Empat orang hulubalang Raja Henry II tanpa perintah jelas langsung mendatangi Uskup Agung Thomas Becket dan menghabisinya dengan pedang di dalam katedral.
Ketika mendengar tentang pembunuhan kejam itu, Raja Henry II menjadi gempar dan karena menganggap bahwa ucapannya “Will no one rid me of this turbulent priest!” sebagai pemicu dari pembunuhan itu, Baginda melakukan “penebusan dosa” dengan mengenakan pakaian dari bahan yang murahan seperti yang suka dikenakan Thomas Becket sejak jadi Uskup Agung dan puasa tuntas selama 3 hari.
Akhirnya Thomas Becket menjadi Wali dan makamnya merupakan tempat ziarah paling diminati. Meski Thomas Becket menjadi masyhur di seantero Eropa, namun ketika Raja Henry VIII berkuasa dan melancarkan Reformasi dalam tahun 1540 Baginda menitahkan agar tulang belulang Thomas Becket digali kembali dan dimusnahkan, seakan tamatlah riwayat agamawan yang berani membangkang dan durhaka kepada Raja demi membela rakyat jelata.
Sebagaimana diketahui, Raja Henry VIII yang semula adalah penganut ajaran Gereja Katolik yang ta’at hingga mendapat satya lencaana dari Paus akhirnya mendirikan Gereja Anglikan, karena Paus tidak meridhai niatnya untuk menceraikan istrinya. Dalam ajaran Gereja Katolik tidak dikenal perceraian. Yang dibolehkan adalah pembatalan atau anulasi perkawinan.
Baca juga: Micheleangelo, Tonggak Emas Periode Renaissans
Baca juga: Muslim Australia Salat Dalam (Bekas) Gereja