Kiprah Sutan Mohammad Rasjid, Buronan Negara Penyelamat Negeri | Cek&Ricek Anugerah Pewarta Astra 2025 - Satukan Gerak, Terus Berdampak
Ilustrasi: Alfiardy/Ceknricek.com

Kiprah Sutan Mohammad Rasjid, Buronan Negara Penyelamat Negeri

Ceknricek.com -- Nama Sutan Mohammad Rasjid tercatat dalam buku sejarah sebagai salah satu tokoh yang turut menyelamatkan kedaulatan negeri. Namun, buku sejarah juga mencatat dirinya pernah menjadi buronan negara lantaran pilihan politiknya dianggap salah oleh pemerintahan.

Tahun 1948, pemerintahan Indonesia berada di titik nadir. Negara yang baru tiga tahun merdeka ini hampir saja bubar setelah Belanda menduduki Yogyakarta sebagai ibukota pemerintahan dalam Agresi Militer II.

Tidak hanya itu, tiga pimpinan negara ini, yakni Sukarno, Moh. Hatta dan Sutan Sjahrir juga berhasil ditawan oleh Belanda. Pada 22 Desember 1948, untuk menyikapi hal tersebut sejumlah pemimpin di Sumatera Barat, tepatnya di Halaban, lalu mendirikan Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI) untuk mengabarkan ke dunia Internasional bahwa Indonesia masih ada.

Tokoh-tokoh itu antara lain Syafruddin Prawiranegara, Teuku Mohammad Hasan, Kolonel Hidayat, Lukman Hakim, Indracahya, Mananti Sitompul, Maryono Danubroto, A. Karim, Rusli Rahim, dan Sutan Mohammad Rasjid.

Kabinet pun segera disusun. Syafruddin ditunjuk sebagai Perdana Menteri merangkap Menteri Pertahanan, Menteri Penerangan dan Menteri Luar Negeri ad interim atau jabatan sementara. Sementara itu, yang lainnya juga diberikan posisi penting, termasuk Sutan Mohammad Rasjid yang diberi jabatan Menteri Keamanan, merangkap Menteri Sosial, Pembangunan, dan perburuhan.

Baca Juga: Mengenang Ir Sutami “Menteri Kere” Kesayangan Sukarno dan Suharto

Pemuda Minang ini juga mengemban tugas sebagai Gubernur Militer Sumatera Barat dan Tengah. Berkat PDRI, Indonesia masih tetap berdiri. Namun, satu dekade kemudian Sutan Mohammad Rasjid malah menjadi buron pemerintahan karena sikap politiknya dianggap salah oleh rezim Sukarno.

Peristiwa Permesta dan Pembelotan Sang Duta Besar

Semua bermula pada saat di Sumatera terjadi kemelut yang berujung pada pembentukan Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI), yang diproklamirkan di Padang pada 15 Februari 1958, serta berdirinya Perjuangan Rakyat Semesta (Permesta) di Sulawesi pada 2 Maret 1957.

Bila dirunut, embrio munculnya PRRI di Sumatera dan juga Permesta di Sulawesi berawal dari ketidakpuasan para pemimpin militer di daerah yang merasa dianaktirikan oleh pemerintah pusat (Khairul Ikhwan Damanik, dkk., Otonomi Daerah, Etnonasionalisme, dan Masa Depan Indonesia, 2010). 

Pada saat itu mereka menuntut otonomi wilayah yang lebih luas kepada pemerintah pusat, tetapi tidak dihiraukan. Maka terjadilah "deklarasi politik" oleh Letkol Ventje Sumual yang menurutnya dapat disamakan dengan gerakan reformasi tahun 1998. 

Kala itu, Sutan Mohammad Rasjid sendiri tengah menjalani tugas di Italia setelah Ia ditunjuk Bung Besar untuk menjadi Duta Besar di negara tersebut. Selain juga Ia tercatat sebagai anggota Konstituante RI, lembaga pembuat undang-undang. 

Sebagai putra Minang, Rasjid tentu saja berharap agar hubungan antara pemerintahan pusat dan rekan-rekannya di Sumatera tentunya segera membaik, meskipun PRRI terlanjur dideklarasikan oleh Kolonel Ahmad Husein hingga kemudian menimbulkan perang saudara di sana.

Namun, harapan Sutan Mohammad Rasjid tidak dapat terwujud. Gerakan PRRI/Permesta disambut oleh Presiden Soekarno dengan mengirimkan tentara ke daerah untuk menumpas pemberontakan seperti yang mereka klaim.

Sumber: Istimewa

Tindakan ini tentu saja mengecewakan hati Rasjid yang sangat paham apa yang sebenarnya terjadi di lapangan. Sebagai pria yang pernah menjabat Gubernur militer di sana, dirinya merasakan betul ketimpangan antara daerah pusat dengan pusat.

Sutan Mohammad Rasjid pun membuat keputusan penting dalam hidupnya dengan meninggalkan posnya di Roma dan segera berpihak pada PRRI (Marah Joenoes, Mr. H. Sutan Mohammad Rasjid, 1991:173). Rasjid kemudian berperan sebagai Duta Besar PRRI di Eropa.

Pilihan bergabung ini bukannya tanpa kendala. Sudah tentu saja Rasjid kemudian menjadi buronan pemerintah Indonesia. Ia menjadi pelarian politik di Eropa dengan sering-sering berpindah tempat untuk menghindari kejaran orang suruhan rezim Orde Lama maupun mata-mata internasional.

Baca Juga: Sekelumit Kisah Des Alwi, Anak Angkat  Bung Hatta dan Bung Sjahrir 

Ketika PRRI/Permesta mengalami kekalahan pada tahun 1961, Rasjid yang pada waktu itu masih berada di Swiss ragu untuk pulang kembali ke Indonesia,  meskipun lewat Keppres 322/1961 pemerintah pusat memberi amnesti dan abolisi bagi siapa saja yang terlibat PRRI dan Permesta.

Tahun 1964, Rasjid baru meninggalkan Eropa dan pulang ke Tanah Air, meski begitu, demi menjaga keamanan Ia kemudian memilih menetap di Singapura, hingga Orde lama digulingkan oleh Soeharto lewat kudeta merangkaknya pada tahun 1965.

Hidup Tenang Setelah Orde Lama Berakhir

Sejak muda sebenarnya Sutan Mohammad Rasjid sudah mengabdikan diri demi kemerdekaan Republik Indonesia. Lelaki kelahiran Pariaman, Sumatera Barat, hari ini 108 tahun yang lalu, tepatnya pada 19 November 1911, ini merupakan pejuang perintis kemerdekaan dari pemerintahan Kolonial Belanda dan fasis Jepang.

Sumber: Wikipedia

Tahun 1927, saat Ia masih berusia 16 tahun, Sutan Mohammad Rasjid sudah turut dalam ranah pergerakan dan memimpin Jong Sumatranen Bond cabang Padang yang setahun kemudian turut berperan dalam Ikrar kebangsaan Sumpah Pemuda (T.B. Simatupang, Report from Banaran: Experiences During the People's War, 2009:238).

Baca Juga: Mengenang Agus Salim: The Grand Old Man Indonesia

Sempat menjabat sebagai Sekretaris Indonesia Muda Cabang Jakarta dan menjadi Jaksa di pengadilan Tinggi Padang, karier politik Rasjid melesat setelah Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya pada 1945. Ia kemudian ditunjuk menjadi Ketua Komite Nasional Indonesia (KNI) Sumatera Barat tahun 1945 dan menjadi Residen Sumatera Bagian Tengah pada tahun 1948.

Setelah rezim Soekarno terguling akibat peristiwa 30 September 1965, Sutan Mohammad Rasjid kemudian kembali ke Indonesia dari Singapura setelah rezim Orde baru pemerintahan Soeharto  berjalan selama tiga tahun, yakni pada 1968. Pada era pemerintahan Soeharto, Rasjid sepertinya mendapat perlindungan penuh dari Orde baru. 

Selain itu Ia juga dianugerahi tanda jasa Bintang Perintis Kemerdekaan dan Bintang Mahaputra Adipradana oleh pemerintah. Label mantan buron dan pemberontak sama sekali tidak mempengaruhi kehidupan keluarga Rasjid di masa Orde Baru, hingga akhir hayatnya. Dirinya wafat pada umur 88 tahun pada 30 April 2000 di Jakarta dan dimakamkan di Taman Pemakaman Umum Tanah Kusir. 

BACA JUGA: Cek SEJARAH, Persepektif Ceknricek.com, Klik di Sini.


Editor: Thomas Rizal


Berita Terkait