Melepas Rindu: Jumatan Pertama di Melbourne Sejak Pandemi | Cek&Ricek Anugerah Pewarta Astra 2025 - Satukan Gerak, Terus Berdampak
Foto: Istimewa

Melepas Rindu: Jumatan Pertama di Melbourne Sejak Pandemi

Ceknricek.com -- Hati Muslim mana yang tidak gembira ketika melihat masjid terbuka, seakan menyapa “ahlan wa sahlan”, setelah pintu tertutup rapat sejak Covid-19 mengganas di Melbourne, khususnya, dan seantero dunia umumnya.

Begitulah, Jum’at 20 November 2020 akan masuk dalam catatan penting penulis, karena pada hari itu penulis bersama sejumlah Muslim lainnya sempat mengikuti khutbah dalam bahasa Inggris oleh khatib yang sekaligus juga Imam, dalam ibadah salat Jum’at yang diselenggarakan masjid Emir Sultan, milik masyarakat Turki di kawasan Dandenong, bagian timur kota Metropolitan Melbourne, sekitar 10 menit dengan mobil dari kediaman penulis. 

Cuma salat Jum’at yang diselenggarakan itu beda dari biasanya. Pertama-tama harus mendaftar, sebutkan nama dan nomor telepon/hp, yang semuanya dicatat. Lalu kita diberi kupon dengan no khusus dan catatan jam mengikuti salat. Juga dianjurkan membawa sajadah, atau bisa beli sajadah dari masjid Emir Sultan, yang habis pakai bisa dibuang. 

Harus wudhuk dari rumah

Salat diselenggarakan di pelataran/halaman masjid, bukan di dalam rumah ibadah tersebut. Pengurus masjid menyiapkan teratak sewaan dari plastik untuk melindungi jema’ah dari sinar surya atau kalau hujan sampai turun.

Di atas lantai beton itu dilapisi tikar plastik, yang setiap saf di bagian depan ditindih dengan separuh batu bata demi menjaga agar jangan sampai diterbangkan angin, dan sekaligus juga menjadi pembatas jaga-jarak antara dua anggota jema’ah – 1,5 meter.

Di Melbourne sering bertiup angin kencang di musim semi seperti sekarang ini. Masing-masing saf terdiri dari hanya delapan orang meski dalam keadaan “normal” (tanpa pandemi) pasti bisa diisi oleh tiga kali jumlah itu. Namun ada jema’ah yang lebih suka duduk di saf paling belakang yang tidak bertutup plastik hingga tersiram sinar surya yang memang hari itu terang benderang. Hitung-hitung dapat vitamin D dan sekaligus, insya Allah, terhindari dari virus corona, dan juga sempat beribadah.

Dari segi cuaca Jum’at 20 November di Melbourne  memang sangat nyaman, hanya 20C, sementara sehari sebelumnya suhu menyengat panas pada ketinggian 35C.

Namun jumatan kali ini memang banyak bedanya dari jumatan biasanya.

Demi menjaga jarak dan sesuai protokol kesehatan, jumlah jema’ah dibatasi, namun demi menampung sebanyak mungkin jema’ah, maka khutbah dan salat diselenggarakan sebanyak lima kali 

Khutbah dan salat pertama dimulai jam 13:10 – waktu zuhur, dan berlangsung selama 20-menit. Khutbah dan salat kedua jam 13:40 kemudian jam 14:10, jam 14:40 dan akhirnya jam 15:10. Dipimpin oleh khatib dan Imam yang sama.

Akan halnya waktu salat Jum’at memang dapat disesuaikan dengan keadaan. Ini menurut sementara ulama yang mengutip riwayat bahwa di zaman Rasulullah (saw) salat Jum’at tidak selamanya dilangsungkan bertepatan dengan masuknya waktu zuhur. Ketika suhu di kota Madinah waktu itu tinggi di musim panas, misalnya, salat Jum’at dapat dilangsungkan sebelum waktu zuhur atau sesudah waktu suhur demi kenyamanan dan keselamatan jema’ah. Wallahu a’lam.

Klik video untuk tahu lebih banyak - SOSIALISASI 3M DARI TANTOWI YAHYA

Dalam tahun 1960-an, ketika masjid masih langka di Melbourne ini, salat Jum’at dilangsungkan pada hari Ahad, karena banyak pekerja yang tidak dapat izin majikan untuk melaksanakan ibadah Jum’at.  Maklum, waktu itu jumlah umat Islam di Australia memang masih terbatas, dan umumnya warga di Australia belum mengenal Islam, meski yang besar jasanya membuka jalur hubungan antara Australia Selatan dan Darwin adalah pawang unta Muslim dari Afghanistan, yang sengaja didatangkan untuk pengharungan jarak selatan ke utara Australia itu, yang di tengahnya terdapat gurun, yang hanya mampu dilewati oleh hewan beban unta.

Selesai tugas, para pawang itu hampir semuanya mudik, kecuali beberapa gelintir. Namun mereka meninggalkan kenangan, seperti sebuah masjid mungil di ibukota Australia Selatan, Adelaide, yang kemudian dipugar dan diperluas sampai sekarang. Sementara unta yang ditinggalkan akhirnya menjadi liar beranak pinak mencapai jumlah ratusan ribu (bahkan ada taksiran mungkin sampai sejuta) dan menjadi hama. Pernah pemerintah Australia mengalokasi anggaran sampai 20-juta dolar untuk mengurangi jumlah unta liar ini, antaranya dengan mengupah pemburu professional untuk menembak unta dari pesawat helicopter. Namun kiat ini diputuskan tidak bijaksana. Dan sampai sekarang unta liar ini terus gentayangan di gurun Australia dan sering mengganggu hunian penduduk.

Agar diketahui “masjid” pertama di kota Melbounre dibangun oleh masyarakat keturunan Albania, dalam bentuk dua buah rumah berdempetan yang dijebol dindingnya.

Masjid Emir Sultan

Masjid Emir Sultan bermula sebagai sebuah gereja, yang akhirnya, sebagaimana halnya dengan banyak gereja lainnya, terpaksa dijual karena kekurangan jema’at Mingguan. Sebagaimana pernah penulis laporkan beberapa waktu yang lalu dalam CeknRicek: “Dalam jangka waktu 18 bulan terakhir ini saja sudah lebih dari 300 gereja di Australia yang terpaksa dilego karena kekurangan jemaa’t. Dan di antara yang membelinya adalah masyarakat Muslim yang memang “kewalahan” disebabkan bukan saja kekurangan masjid melainkan juga pertambahan umat.” 

Gereja yang kemudian berubah menjadi masjid Emir Sultan itu, setelah dibeli masyarakat Turki, kemudian diturunkan salibnya dari atas atap, direnovasi dalamnya hingga ada mihrab, dan dibangunkan serambi atau pelataran di bagian belakang untuk muslimah yang di Australia ini rajin mengikuti salat Jum’at. Namun dalam salat Jum’at di masa pandemi ini, tidak ada fasilitas untuk muslimah.

Banyak yang menyayangkan ketika pengurus dan pemilik masjid akhirnya memutuskan untuk membongkar gereja/masjid itu, dan di atas tanah itu kemudian dibangun masjid yang arsitekturnya khas Turki. Banyak umat Islam di kawasan itu yang menganggap gereja yang diubah fungsinya menjadi masjid itu sebagai bentuk lambang toleransi dan keramahan ajaran Islam. Bukankah Khalifah Umar ibn Khattab (ra)  yang pernah menolak undangan pemimpin gereja di Al Quds (Yarusalem) agar ia melaksanakan salat zuhur di dalam gereja kudus itu, bukan karena adanya larangan untuk salat dalam gereja melainkan karena pertimbangan kalau Khalifah salat dalam gereja maka nantinya bisa-bisa umat Islam lainnya setiap akan salat masuk ke gereja hingga umat Kristen akan terganggu ibadah kebhaktiannya. Pada hal waktu itu umat Islam sedang di atas angin.

Gereja Emir Sultan punya halaman parkir yang cukup luas dan dapat menampung sekitar hampir 100 mobil. Bagian dalamnya sangat artistik/indah, dan lantainya dilapisi permadani tebal yang empuk, lengkap dengan bagian khusus untuk mereka yang tidak dapat bersimpuh di lantai ketika akan salat karena gangguan pada lutut atau alat tubuh lainnya. Juga ada sarana pengurusan jenazah, lengkap dengan mobil jenazah dan maktab pengajian.

Baca juga: Muslim Australia Salat Dalam (Bekas) Gereja

Baca juga: Covid-19 di Victoria, Laksana Wal Hasil Balik Asal



Berita Terkait