Ceknricek.com -- Terawan Agus Putranto belakangan ini uring-uringan. Menteri Kesehatan Kabinet Indonesia Maju ini tersinggung berat dengan hasil riset Universitas Harvard tentang virus korona. “Itu namanya menghina,” sergah Terawan. Hasil riset Harvard meragukan data pemerintah yang mengklaim tak ada kasus virus korona di Indonesia. Negeri ini dianggap tak memiliki alat yang memadai untuk mendeteksi virus asal China itu.
Harvard adalah salah satu kampus terbaik di dunia. Kampus prestigious. Kampus bintang. Kampus elite yang melahirkan banyak pemimpin dunia. Michael Bloomberg, pendiri Bloomberg dan George W. Bush, Presiden Amerika Serikat ke-43 adalah lulusan Harvard. Juga Nadiem Makarim, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan itu.
Sumber: collegeconsensus.com
Universitas swasta di Cambridge, Massachusetts, Amerika Serikat, tersebut merupakan perguruan tinggi tertua di Amerika Serikat. Berdiri 8 September 1636. Harvard Business School (HBS) tercatat menjadi pencetak jutawan terbanyak di dunia. Sebanyak 13.650 alumni Harvard berstatus sebagai jutawan.
Nah, hasil riset perguruan tinggi seperti itulah yang membuat Terawan, sang dokter lulusan Universitas Gadjah Mada itu tidak terima.
Tak Terdeteksi
Ceritanya begini. Harvard mengeluarkan riset yang memprediksi virus korona semestinya sudah masuk ke Indonesia. "Indonesia melaporkan nol kasus, tapi mungkin sebenarnya sudah ada beberapa kasus yang tak terdeteksi," ujar ahli epidemiologi Marc Lipsitch dari Harvard TH Chan School of Public Health, seperti dikutip Ibtimes, Selasa (11/2).
Kesimpulan itu diambil setelah lima peneliti dari Harvard T.H. Chan School of Public Health, Harvard University, melakukan riset terhadap penyebaran the 2019 Novel Coronavirus (2019-nCov) yang awalnya ditemukan pada Desember 2019 di Kota Wuhan, Provinsi Hubei, China.
Dalam jurnal berjudul Using predicted imports of 2019-nCoV cases to determine locations that may not be identifying all imported cases, disebutkan wabah virus korona meningkat drastis hingga mencapai lebih dari 75.000 kasus pada 25 Januari 2020 dan menyebabkan Kota Wuhan diisolasi.
Sumber: Istimewa
Pada 4 Februari 2020, kasus tersebut menjadi wabah internasional dengan laporan telah terjadi di 28 negara.
Penelitian tersebut menggunakan model Poisson, dengan menghitung jumlah kasus 2019-nCoV yang terkonfirmasi di luar daratan China terhadap jumlah penumpang penerbangan internasional langsung dari Bandara Wuhan ke negara lain.
Baca Juga: WHO Sebut Indonesia Mampu Deteksi Virus Korona 2019
Diskusi hasil penelitian tersebut menunjukkan korelasi positif antara jumlah penumpang yang melakukan perjalanan udara dari Wuhan terhadap meningkatnya kasus virus korona di negara lain.
Negara-negara yang memiliki penerbangan langsung dari Wuhan diperkirakan terdapat kasus virus korona dengan lebih dari penghitungan 95% interval prediksi (PI).
Sumber: Reuters
"Di Indonesia dan Kamboja, yang memiliki penerbangan langsung dari Wuhan selama wabah virus korona merebak, jumlah kasusnya berada di bawah batas 95% PI dan dilaporkan satu sampai nol kasus hingga kini," demikian hasil riset tersebut.
Penelitian tersebut merekomendasikan Indonesia dan Kamboja untuk memperketat pengawasan dan pengendalian, untuk memastikan kasus virus korona terdeteksi.
Di sisi lain, berdasarkan kalkulasinya, Indonesia bersama Thailand adalah negara yang paling potensial terpapar virus itu. Mengingat jarak dengan Wuhan yang sangat dekat dan banyaknya penerbangan ke wilayah ini.
Sampai Senin (10/2), Negeri Gajah Putih telah mengonfirmasi adanya 32 kasus dan kemungkinan terus bertambah. Selain Thailand, sejumlah negara yang ada di sekitar Indonesia seperti Filipina, Malaysia, Singapura, Laos, bahkan Australia sudah melaporkan adanya kasus warganya yang terpapar virus korona.
Bibit-bibit Epidemik
Lipsitch mengatakan, kasus-kasus yang belum terdeteksi di beberapa negara sebenarnya berpotensi sudah ada bibit-bibit epidemik di negara tersebut. Sama seperti China yang tak bisa menahan laju perkembangan virus, ia khawatir Indonesia maupun Thailand juga kewalahan menangkal pengembangan penyebaran virus tersebut yang makin gencar di luar perbatasan mereka.
Riset juga menyebutkan belum ditemukannya kasus virus korona di Indonesia karena negeri ini belum mampu mendeteksi virus tersebut. Sementara di sejumlah negara tetangga telah mendeteksi keberadaan virus korona.
Sumber: Tempo
Nah, inilah yang membuat Menteri Terawan, menantang Harvard untuk membuktikan risetnya itu. Ia berkukuh hingga saat ini belum ada kasus virus korona karena Indonesia telah memiliki alat untuk mendeteksi virus tersebut.
"Kalau ada orang lain mau melakukan survei, riset dan dugaan ya silakan saja; tapi janganlah mendiskreditkan suatu negara. Itu namanya menghina," ujar Terawan usai mengikuti rapat koordinasi Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K), Selasa (11/2).
Persoalannya, keraguan tidak hanya datang dari Harvard. Perwakilan WHO untuk Indonesia pun sama saja. "Kami khawatir karena Indonesia belum melaporkan satu kasus virus korona yang terkonfirmasi," ujar Dokter Navaratnasamy Paranietharan, dari WHO, seperti dikutip CNN.
Caption
The Sydney Morning Herald dan The Age, dua media terbitan Australia, juga menyebut Indonesia belum memiliki alat pendeteksi korona.
Benarkah? Menurut Terawan, penelitian terhadap virus korona dilakukan Kemenkes di Laboratorium BSL 3 (Biosafety Level 3). Laboratorium tersebut juga pernah digunakan untuk meneliti virus MERS (Middle East Respiratory Syndrome) yang disebabkan oleh virus korona.
Baca Juga: Menkes Terawan, Silakan Riset Tapi Jangan Mendiskreditkan Negara
Dia mengklaim alat yang dimiliki Indonesia itu telah diakui oleh sejumlah negara termasuk WHO. "Silakan yang mau memeriksa Laboratorium BSL 3 kita. Wong negara lain sudah mengakui. WHO juga sudah mengakui. Kalau ada yang mau survei, riset dan menduga ya, silakan saja, tapi jangan mendiskreditkan suatu negara," tegas Terawan.
Sumber: Detik.com
Sampai di sini penjelasan Terawan cukup meyakinkan. Tak ada kasus virus korona di Indonesia. Percaya silakan, enggak percaya ya sudah. Hanya saja, sikap Terawan yang uring-uringan tidak akan menyelesaikan masalah. Pemerintah China tadinya juga begitu. Dokter Li Wenliang dibungkam tatkala membunyikan lonceng peringatan akan ancaman virus korona baru di Wuhan. Kini, virus itu mengamuk di seluruh dunia.
Itu sebabnya Indonesia harus waspada sebab biar pun virus korona belum terdeteksi di sini, bukan mustahil, ada bibit-bibit epidemik yang berkembang biak. Jangan sampai peristiwa di Wuhan terjadi di sini. Nauzubillah min zalik.
BACA JUGA: Cek INTERNASIONAL, Persepektif Ceknricek.com, Klik di Sini.
Editor: Farid R Iskandar