Oleh Redaksi Ceknricek.com
09/27/2019, 20:08 WIB
Ceknricek.com -- Pernyataan keprihatinan atas tindakan represif pemerintah dalam penanganan aksi-aksi mahasiswa, diterima redaksi di Jakarta, Jumat (27/9) malam. Menamakan diri Gerakan Rakyat Untuk Kemanusiaan (Gerak Kemanusiaan), pernyataan itu ditandatangani DR. Abdullah Hemahahua, Penasihat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) 2005-2013.
Setidaknya ada 4 poin penting ia sampaikan. Berikut pernyataan lengkapnya.
Maraknya unjuk rasa mahasiswa di sejumlah daerah dalam memprotes sejumlah rancangan undang-undang merupakan kegagalan pemerintah dalam membangun komunikasi dan partisipasi publik.
Aspirasi publik seakan tak didengar. Pemerintah merasa sebagai pihak paling benar dan tak mempedulikan masukan dari publik serta terkesan memaksakan kehendak agar dua rancangan undang-undang, yakni revisi UU Komisi Pemberantasan Korupsi dan rancangan KUHP harus segera disahkan. Padahal rancangan KUHP dinilai banyak mengekang kebebasan masyarakat sipil dan terlalu jauh mencampuri urusan privat.
Sementara, revisi UU KPK dinilai justru malah akan membangkitkan kembali budaya korupsi yang selama ini menjadi musuh nomor satu bagi masyarakat.
Kendati belum mencapai target optimal dalam pemberantasan korupsi, tapi setidaknya hadirnya Komisi Pemberantasan Korupsi selama ini mampu membantu menyelamatkan keuangan negara dari praktik korup pejabat-pejabat negara.
Baca Juga: Kapolda Sultra: Selain Dua Mahasiswa, Ada Ibu Hamil yang Jadi Korban Penembakan
Selain daripada itu, revisi UU KPK justru akan meringankan koruptor, membuka intervensi negara dalam penegakan hukum pemberantasan korupsi, serta melemahkan eksistensi KPK yang selama ini dinilai sudah cukup kuat.
Itulah persepsi yang berkembang di kalangan mahasiswa. Persepsi ini pula yang kemudian mendorong puluhan ribu mahasiswa di sejumlah daerah di Tanah Air yang selama ini sempat tidur panjang melakukan aksi turun ke jalan memprotes disahkannya dua rancangan UU tersebut.
Baca Juga: Yusuf Kardawi, Mahasiswa Korban Demo Kendari Dimakamkan Sore Ini
Tanpa ada komando, mahasiswa serentak menolak sikap pemerintah yang abai dalam membangun partisipasi publik dan merasa paling benar sendiri. Pada titik inilah mahasiswa dipersatukan.
Namun, sikap pemerintah kami menilai terlalu over acting dalam merespon dinamika mahasiswa yang menuntut dua rancangan UU tersebut dibatalkan. Mendengarkan aspirasi publik adalah amanat konstitusi yang mesti dijalankan oleh pemerintah. Bukan justru pemerintah malah mengedepankan keamanan dan bersikap represif terhadap aksi-aksi mahasiswa.
Dalam banyak kasus, penanganan aksi-aksi demonstrasi pemerintah selalu mengedepankan budaya kekerasan tanpa penghormatan terhadap nilai-nilai hak asasi manusia. Pemerintah gagal dalam membangun dialog dengan mahasiswa dan warga sipil. Penanganan aksi demonstrasi mahasiswa oleh aparat keamanan telah memakan korban 2 mahasiswa meninggal dunia, 50 hilang dan ratusan korban luka-luka.
Mencermati kondisi terakhir tersebut, Gerakan Rakyat untuk Kemanusiaan (Gerak Kemanusiaan) menyampaikan sikap dan keprihatinan sebagai berikut:
1. Menuntut kepada Presiden dan Kepala Kepolisian Republik Indonesia untuk bertanggung jawab atas tewasnya 2 mahasiswa dalam aksi menolak disahkannya rancanagn KUHP dan revisi UU KPK;
2. Menuntut kepada Presiden agar segera membentuk Tim Pencari Fakta Independen guna mengungkap fakta atas tewasnya M. Yusuf Kardawi dan Randi, Mahasiswa Halu Oleo, Kendari, serta hilangnya 50 mahasiswa;
3. Menuntut agar menghentikan pendekatan represif dalam penanganan aksi-aksi penyampaian aspirasi pendapat yang berseberangan dengan pemerintah;
4. Mendorong Presiden agar mengevaluasi pendekatan represif dengan mengedepankan perbedaan pendapat dapat diselesaikan dengan dialog dan membuka seluas-luasnya partisipasi publik guna membangun pemahaman bersama dalam membangun demokrasi.
Demikian Pernyataan Keprihatinan ini kami sampaikan.
Jakarta, 27 September 2019
GERAKAN RAKYAT UNTUK KEMANUSIAAN (GERAK KEMANUSIAAN)
ttd
1. Abdullah Hemahahua
BACA JUGA: Cek POLITIK, Persepektif Ceknricek.com, Klik di Sini.