Ceknricek.com -- Lautan demo mahasiswa di berbagai penjuru kota di Indonesia adalah kabar buruk bagi ekonomi negeri ini. Mengawali perdagangan, Selasa (24/9), Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) langsung terkena koreksi sebesar 0,28% ke level 6.188,77. IHSG terus memperlebar kekalahannya seiring dengan berjalannya waktu.
Pada pukul 11:20, koreksi IHSG telah mencapai 1,34% ke level 6.122,88. IHSG ditransaksikan di bawah level psikologis 6.200 untuk kali pertama sejak 6 Agustus 2019. Posisi IHSG saat ini juga merupakan posisi terlemahnya sejak 6 Agustus 2019.
IHSG berada di zona merah ketika mayoritas bursa saham utama kawasan Asia sedang melaju di zona hijau. KLCI yang merupakan indeks saham acuan di Malaysia juga melemah. Namun, koreksi yang dibukukan IHSG jauh lebih dalam sehingga menjadikannya indeks saham dengan kinerja terburuk di kawasan Asia.
Pergerakan IHSG melorot lebih dari 1% pada akhir sesi I perdagangan, Selasa (24/9). Berdasarkan data Bloomberg, IHSG melorot 1,26% atau 77,99 poin ke level 6.128,21 pada akhir sesi I, setelah dibuka turun 0,28 persen atau 17,43 poin di level 6.188,77. Sepanjang perdagangan sesi I, IHSG bergerak di level 6.121,35-6.194,59.
Sumber: CNBC
Baca Juga: Siklus Perubahan Politik 20 Tahunan: Adu kuat Jokowi Vs Mahasiswa
Sejumlah analis menyebut demo yang membara di berbagai wilayah di Indonesia menjadi faktor yang membuat pelaku pasar saham tanah air gelisah dan melakukan aksi jual. Demo selama sepekan ini terjadi di berbagai titik di Indonesia terkait dengan beberapa isu seperti pengesahan revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK). Selain itu, mereka memprotes sejumlah rancangan undang-undang yang dinilai kontroversial, seperti RKUHP, RUU Pemasyarakatan, dan RUU Pertanahan.
Aksi mahasiswa di sejumlah tempat ricuh. Kerusuhan juga melanda Papua. “Ini mendorong aksi jual di pasar,” ujar Suria Dharma, kepala riset Samuel Sekuritas, seperti dikutip Bisnis, Selasa (24/9).
Jumlah korban meninggal akibat demonstrasi anarkis di Wamena dilaporkan bertambah menjadi 22 orang. Demo anarkis yang diduga berawal dari isu rasisme itu sempat melumpuhkan perekonomian di Wamena.
Sumber: Inews
Para pendemo selain melakukan pembakaran juga merusak pelbagai fasilitas pemerintah dan swasta, serta rumah dan kendaraan milik warga.
Pada Senin (23/9), mahasiswa bahkan sempat mendobrak masuk ke lingkungan DPR. Mereka juga sempat membobol pagar besi di sisi kiri pintu utama DPR.
Foto: Ashar/Ceknricek.com
“Pergerakan saham di Indonesia mungkin tetap tidak stabil sampai Presiden Joko Widodo mengumumkan susunan kabinetnya. Investor dapat memilih saham-saham defensif, seperti barang konsumsi,” tambah Suria.
Seluruh sembilan sektor menetap di zona merah pada akhir sesi I, dipimpin aneka industri (-2,22%), tambang (-2,11%), dan industri dasar (-1,83%).
Di sisi lain, nilai tukar rupiah melemah 15 poin atau 0,11% ke level Rp14.100 per dolar AS pukul 11.53 WIB. Sepanjang perdagangan Selasa itu, rupiah bergerak di level 14.080-14.100.
Krisis
Menurut hitung-hitungan, Indonesia akan mengalami masa krisis pada tahun depan. Namun, jika demo terus membara hal yang lebih buruk itu bisa terjadi lebih cepat. Eks Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, Rizal Ramli, menyebut hampir seperempat perusahaan di Bursa Efek Indonesia (BEI) menjadi salah satu faktor yang dapat memicu krisis. Pasalnya, sebanyak 24% emiten tersebut perusahaan 'zombie' lantaran hanya mengandalkan sistem pembiayaan kembali (refinancing).
Sumber: Merdeka.com
Baca Juga: Bayang-bayang Soekarno dan Soeharto
Jumlah perusahaan zombie itu berdasarkan hasil riset yang dilakukan oleh Nikkei Asian Review baru-baru ini. Menurutnya, sejumlah emiten tak mampu menutup utangnya dari laba dan pendapatan, sehingga terpaksa terus melakukan refinancing.
Jika perusahaan terus melakukan refinancing, maka jumlah utang semakin menumpuk. Kinerja keuangan perusahaan terkait akan sulit meningkat lantaran kondisi makro ekonomi juga tak kunjung membaik. "Kebanyakan sektor properti, penjualan jatuh. Tapi bunga jalan terus," imbuhnya. Daya beli di dalam negeri juga belum sepenuhnya membaik.
Pada awal bulan lalu, Badan Pusat Statistik (BPS) merilis angka pertumbuhan ekonomi periode kuartal II-2019 hanya sebesar 5,05%. Melambat dibanding posisi kuartal I 2019 sebesar 5,07%. Angka itu pun secara tahunan (year-on-year/YoY), jauh melambat dibandingkan capaian kuartal II-2018 kala perekonomian mampu tumbuh sebesar 5,27%.
Pertumbuhan ekonomi pada tiga bulan kedua tahun 2019 juga melambat jika dibandingkan capaian pada kuartal I-2019 yang sebesar 5,07%. Untuk periode semester I-2019, perekonomian Indonesia hanya tumbuh 5,06% YoY.
Selain itu, defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD) juga membengkak pada pada kuartal II 2019 mencapai US$8,4 miliar atau 3% dari Pendapatan Domestik Bruto (PDB). Pada kuartal I 2019, nilai defisitnya hanya US$6,97 miliar.
Jika diakumulasi, defisit transaksi berjalan periode April-Juni 2019 melebar 6,2% dari periode yang sama tahun lalu sebesar US$7,95 miliar. "Kondisi makro ekonominya diprediksi pertumbuhan ekonomi anjlok ke 4,5%, macam-macam bisulnya mulai kelihatan semua, kalau meledak terjadilah krisis yang sesungguhnya," kata Rizal.
Resesi
Anggota Fraksi Gerindra, Sri Meliyana, juga memprediksi Indonesia mengalami resesi ekonomi pada 2020. Kondisi tersebut dengan melihat perkembangan ekonomi global saat ini, di mana Indonesia merupakan negara yang mudah terpengaruh kondisi global.
"Ancaman krisis keuangan global dan resesi ekonomi global pada 2020 telah makin nyata. Saat ini beberapa negara mulai mengalami resesi," ujarnya di Gedung DPR, Jakarta, Senin (23/9).
Baca Juga: Mahasiswa Sang Revolusioner
Resesi adalah ketika posisi pertumbuhan ekonomi yang terus terkontraksi atau melemah dalam dua triwulan berturut-turut. Indonesia sendiri sudah pernah mengalami resesi ketika 1998 dengan pertumbuhan ekonomi melemah dalam 5 triwulan.
Sumber: CNBC
Ukuran lebih longgar dipakai pula menyebut resesi terutama dalam kasus Indonesia, yaitu laju pertumbuhan yang menurun signifikan, meskipun tidak sampai negatif sebagaimana yang terjadi di 2008.
Pada 2020, pertumbuhan ekonomi Indonesia bahkan diprediksi Bank Dunia hanya mencapai 4,8%, artinya di bawah target pemerintah sebesar 5,3%. Risiko lebih rendah lagi jika kodisi global tak menentu. Dengan demikian pertumbuhan ekonomi 5,3% pada 2020 tidak realistis.
Sementara itu, faktor penyokong pertumbuhan ekonomi seperti industri pengolahan tak bisa lagi diharapkan menyumbang pertumbuhan ekonomi. Sebab, sektor itu pun terus melambat bahkan lebih lambat dibanding kondisi 2008 hingga 2009.
Demontrasi mahasiswa yang massif bisa membuat ekonomi lebih buruk lagi. Toh, begitu, Presiden Joko Widodo cuek saja. Ia sudah memantapkan hati untuk tidak merevisi UU KPK yang disahkan dalam sidang paripurna DPR RI beberapa waktu lalu. "Enggak ada," kata Jokowi saat ditanya oleh pewarta soal rencana penerbitan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) terkait KPK, Senin (23/9).
Sejauh ini, DPR kekeh ingin mengesahkan RUU KUHP di penghujung masa jabatan mereka, kendati Jokowi telah meminta agar DPR periode ini tidak mengesahkan RUU tersebut.
BACA JUGA: Cek POLITIK, Persepektif Ceknricek.com, Klik di Sini.