Ceknricek.com -- Pada 21 Oktober 1944, tepat hari ini 72 tahun silam, pasukan berani mati Jepang melakukan aksi bunuh diri untuk kali pertama dengan menabrakkan pesawatnya ke kapal perang musuh dalam Perang Dunia II.
Aksi serangan bunuh diri yang disebut Kamikaze ini kemudian menjadi taktik terakhir Dai Nippon yang sudah tidak mampu lagi menerobos barisan armada tempur Sekutu dalam Perang Pasifik.
Angin Ilahi
Sebuah wawancara yang dilakukan oleh BBC pada 2017 kepada kaum muda menanggapi yang tindakan para pilot Kamikaze di era Perang Dunia II, jawabannya cukup beragam.
“Di luar akal sehat, heroik, dan bodoh.” Demikian pendapat kaum muda saat ditanyai reporter BBC, Mariko Oi. Sementara itu, menurut jajak pendapat Wain/Gallup menemukan 11 persen rakyat Jepang siap berperang untuk negara mereka.
Apa yang melatarbelakangi kaum muda sehingga menghasilkan pendapat saling silang seperti itu?
Untuk mengetahui hal itu, sebaiknya kita meloncat ke dalam narasi sejarah kali pertama Kamikaze dilakukan.
Kamikaze sebenarnya merujuk sebuah puisi karya Makurakotoba pada abad ke-13, mengisahkan topan besar yang menyelamatkan armada Jepang dari pasukan Mongol Kubilai Khan pada 1274.
“Angin Ilahi” tersebut menyelamatkan pasukan Jepang tidak hanya sekali, namun hingga dua kali. Saking kuatnya mitos dan legenda tersebut di telinga masyarakat Jepang, Kamikaze akhirnya dipinjam sebagai identitas dan metode militer Jepang untuk memenangkan PD II.
Proses pembentukan pasukan khusus ini tak bisa dilepaskan dari beberapa hal. salah satunya cadangan tentara yang semakin menipis serta posisi jepang yang kian terdesak oleh Sekutu.
Foto: Istimewa
Baca Juga: Perjalanan Hidup Tenno Heika Hirohito
Akhirnya, dengan materi propaganda yang bernapaskan semangat nasionalisme fasis serta wujud kesetiaan kepada kaisar, militer Jepang mulai merekrut para pemmuda dan berhasil menarik minat mereka untuk menjadi sukarelawan.
Problem yang kemudian muncul adalah mencari taktik bagaiman agar Jepang tidak menjadi bulan-bulanan Sekutu. Perdebatan sempat terjadi di antara perwira Jepang dalam perundingan. Hingga muncullah ide liar dari Wakil Laksamana Takijiro Onishi untuk membentuk pasukan bunuh diri.
Meski ide ini disetujui, namun juga tak luput dari kritik dan penolakan oleh beberapa kapten lainnya. Bagi berapa yang kontra, mereka berpendapat aksi bunuh diri itu sangat kecil peluang suksesnya, selain itu juga merupakan pemborosan aset militer.
Meski menuai pro dan kontra, aksi ini tetap berjalan. Hingga tibalah hari itu, 21 Oktober 1944. Saat itu pasukan Jepang membawa bom seberat 200 kilogram di perairan dekat Pulau Leyte, Filipina dan menabrakkan pesawat mereka ke kapal HMAS dan menyebabkan 30 awak kapal tewas.
Foto: Istimewa
Pertempuran Teluk Lyte ini mengakibatkan lebih dari 3.000 pilot Jepang terbunuh. Sementara serangan Kamikaze menyebabkan kerusakan banyak kapal Amerika dan tidak kurang 7.000 pasukan sekutu tewas.
Metode ini kemudian berulang dalam pertempuran Okinawa pada 1945, dan sempat membuat kepercayaan diri pasukan Sekutu turun drastis. Meskipun demikian, aksi heroik ini juga tidak dapat mengubah peta Perang Dunia II. Jepang tetap kalah dengan menyerahnya Kasiar Hirohito pada tahun yang sama.
Baca Juga: Akira Kurosawa Inspirator Sutradara Dunia
Foto: Istimewa
Patriotik atau Terorisme?
Japan Today pada 2015 sempat mengeluarkan jajak pendapat kepada masyarakat Jepang tentang aksi Kamikaze. Pertanyaannya kira kira seperti ini:
"Apakah Anda menganggap pilot Kamikaze Jepang Perang Dunia II sebagai pemberani? Bagaimana Anda membandingkannya dengan pelaku bom bunuh diri hari ini? "
Pertanyaan itu sontak membuat opini masyarakat terbelah. Ada yang menganngap Kamikaze adalah aksi untuk membela bangsa. Ada juga yang beranggapan Kamikaze adalah aksi terorisme.
Baca Juga: Hiroshima Peringati Tragedi 74 Tahun Jatuhnya Bom atom
Foto: Istimewa
Namun, menurut Yamada (mantan pilot Kamikaze) sebagaimana ditulis BBC, Kamikaze dan terorisme adalah dua hal yang berbeda.
"Saya pikir keduanya amat berbeda. Aksi Kamikaze ditempuh pada masa perang, sedangkan serangan kelompok ISIS tidak bisa ditebak," jelas nya.
Anggapan bahwa aksi Kamikaze adalah terorisme adalah contoh bahwa Kamikaze kerap dimaknai dengan salah. Menurut Yamada, kata kamikaze yang secara harfiah berarti "angin ilahi", sering kali dipakai dalam bahasa Inggris tanpa memahami konteks sejarah Jepang.
"Saya sakit hati karena Kamikaze adalah masa muda saya. Kamikaze tidak bersalah, itu adalah sesuatu yang benar-benar murni, maknanya lebih dalam. Tapi kini Kamikaze diperbincangkan seolah-olah kami telah dicuci otak," tutupnya.
BACA JUGA: Cek BIOGRAFI, Persepektif Ceknricek.com, Klik di Sini.
Editor: Farid R Iskandar