What is The People’s Right to Know? | Cek&Ricek Anugerah Pewarta Astra 2025 - Satukan Gerak, Terus Berdampak
Sumber: Istimewa

What is The People’s Right to Know?

Ceknricek.com –Insan pers pasti hafal adagium ini. The people have the right to know. Pakai kata ‘have’ karena peoplenya jamak. Kadang kita dengarnya the people’s right to know. Kalau ini ‘s-nya itu menandakan kepemilikan, bukan singkatan dari is atau has, karena people kan jamak? Maaf sedikit belajar Bahasa Inggris ya?

Baca Juga : Luther and Guttenberg

Ini cocok untuk ranah keterbukaan informasi publik. Informasi yang berkaitan dan/atau diperlukan publik, harus dibuka. Publik punya hak untuk tahu. Misalnya: mengapa iuran BPJS naik? Untuk apa saja dana dari iuran anggota BPJS se-Indonesia itu? Jangan-jangan ada prosentase signifikan untuk gaji direktur dan komisaris yang luar biasa besar?  

Publik juga boleh tahu dong, mengapa untuk latihan mancing dan jadi sopir ojek saja lewat online dengan biaya Rp 5,6 T? Mengapa biaya itu tidak dipakai mensubsidi tekornya BPJS? Yang lagi hangat: para penabung haji bertahun-tahun boleh tahu dong, bunga tabungan itu dipakai apa oleh siapa?

Baca Juga : Soal Berita Presiden Harus Minta Maaf ke Masyarakat,Ini Kata Dewan Pers

Indonesia punya UU Keterbukaan Informasi Publik. Jadi, bagi rakyat yang ingin tahu, tentunya boleh bertanya, hak rakyat untuk tahu, uangnya dipakai apa. Jangan dijerat pasal UU ITE lagi ya Pak Polisi.

Namun,kadang kekebasan pers yang kebablasan itu malah merusak niat baik adagium tersebut. Misalnya, di rumah Bu Susi kok ada laki-laki bule? Mereka tampak sarapan bareng, lalu berenang di kolam pribadi. Lalu wartawan yang kepo loncat pagar atau naik pohon motret-motret.

Nah, alasan “rakyat berhak tahu” itu tak bisa dipakai di sini. Apa urusan rakyat dengan laki-laki di rumah Bu Susi?Apakah dia suami, pacar, kawan dekat, tamu, ya urusan pribadinya Bu Susi. Tak ada urusan sama Kelautan atau Negara dan rakyat Indonesia.

Jadi, ‘the people’s right to know’itu harus bener-bener yang perlu bagi publik. Tak bisa dipakai sembarangan. Naomi Campbell (model terkenal banget tahun 1980-an) pernah menang menggugat tabloid yang motret dia keluar dari panti rehabilitasi kecanduan alkohol. Kata Naomi, “Kecanduanku urusan pribadiku, aku nggak mau gadis-gadis muda penggemarku terpengaruh buruk.”

Baca Juga : Freedom of The Press Lahir di AS

Masuk akal, kan? Seorang kanselir Jerman juga pernah menang menggugat koran yang memuat fotonya ketika rambut palsunya lepas. Selain defamation (pencemaran nama baik, karena ketahuan kalau dia botak), itu juga bukan urusan publik. Yang paling legendaris ketika presiden Perancis Francoise Miterrand ternyata punya istri simpanan dan punya anak. Media yang memuatnya malah dirundung oleh rekan-rekan media yang lain, yang memilih memproteksi ranah pribadi sang presiden.

Sekolah di Amerika Serikat 1 tahun (Syracuse Uni, NY), 1994-1995, aku sering berdebat sama dosenku. Maklum aku wartawan Orba, jadi terheran-heran melihat media di sana terkesan “liar” mengkritik pemerintahan. Perdebatan kami berujung begini: ‘the people’s right to know’ kerap tabrakan dengan ‘the right for privacy’, tak hanya di ranah pemberitaan, bahkan sampai ke pengadilan.

Ini sedikit sharing saya tentang hak publik untuk tahu. Di UU Pers No 40/1999 ini dijamin. Di pasal berapa? Silakan dibuka sendiri ya bukunya.

Sirikit Syah, Dosen dan Pengamat Media

BACA JUGA: Cek INTERNASIONAL, Persepektif Ceknricek.com, Klik di Sini.




Berita Terkait