Ceknricek.com -- Usia tua tak serta merta membuat John Rambo bisa tenang beristirahat. Veteran perang Vietnam yang telah mencoba menjadi manusia baik-baik dan berguna bagi manusia lainnya, kembali harus bertaruh nyawa dan mencabut nyawa manusia lainnya, demi satu keyakinan yang harus dijalani: mempertahankan harga diri dan membela seseorang yang disayangi.
Itulah premis film Rambo--The Last Blood, film kelima dari serial Rambo yang sudah diproduksi sejak tahun 1982 (The First Blood). Tidak berhenti sampai di situ, petualangan John Rambo kemudian dilanjutkan dengan The Firs Blood-2 (1985) yang mengisahkan penugasan Rambo kembali ke Vietnam untuk menyelamatkan serdadu-serdadu Amerika yang ditahan Vietcong; dan Rambo III (1988) yang menggambarkan keberangkatan John Rambo ke Afganistan untuk menyelamatkan komandannya ketika perang Vietnam, Kol. Truman yang ditawan gerilyawan yang dibantu tentara Soviet.
Foto: Istimewa
Dalam Rambo IV (2008), John Rambo memimpin tentara bayaran berangkat ke Burma untuk menyelamatkan seorang misionaris Kristen yang ditahan oleh gerilyawan; dan The Last Blood, bisa jadi akan menjadi pemungkas serial Rambo yang selalu ditunggu oleh penggemarnya.
Dalam film teranyar--mungkin Rambo terakhir--dikisahkan John Rambo yang sudah tua mencoba hidup tenang di sebuah tanah pertanian bersama Maria Beltran (Adriana Barazza) seorang perempuan yang sudah dianggap sebagai adiknya. Maria memiliki seorang anak gadis cantik yang masih kuliah, Gabrielle (Yvette Montreal).
Baca Juga: Akankah Gundala dan Bumi Manusia Masuk Daftar Film Mahal yang Gagal?
John yang tidak memiliki keluarga, sangat menyayangi Gabrielle, yang telah ditinggal ke Mexico oleh ayahnya sejak kecil. Keinginan Gabrielle untuk bertemu dengan ayahnya sangat kuat, ia berniat pergi ke Mexico meski pun ibunya melarang karena ayahnya adalah lelaki brengsek yang tidak peduli dengan keluarga sejak kecil. Rambo juga mengingatkan betapa bahayanya pergi ke Mexico yang banyak dihuni oleh geng-geng jahat.
Foto: Istimewa
Namun Gabrielle tak kuasa menahan rasa rindunya kepada sang ayah, sehingga ia memutuskan untuk tetap pergi ke Mexico, menggunakan mobil melalui perbatasan darat.
Rambo Telah Tua
Melalui cerita yang ditulisnya bersama Matt Cirulnik, dalam film yang disutradarai oleh Adrian Grunberg ini, sosok Rambo digambarkan telah tua. Rambutnya memutih, wajah berkerut, meski tak dipungkiri badannya masih terlihat kekar.
Sebagaimana layaknya orangtua John Rambo mencoba hidup tenang dan melakukan hal-hal berguna. Dia menetap di sebuah tanah pertanian, hari-harinya dihabiskan dengan melatih kuda, dan masuk ke hutan dengan kudanya, meski pun ia sendiri tidur di lorong bawah tanah yang digalinya.
Foto: Istimewa
Satu kali ketika hujan deras turun di kawasan hutan, dia menyelamatkan seorang perempuan dari terjangan air bah yang turun dari gunung. Sementara seorang lelaki yang tak mendengar nasihatnya tentang kematian seorang perempuan yang dilihat Rambo di tengah hutan, malah ikut tewas terkena terjangan air bah.
Rupanya ketenangan Rambo dalam menghabiskan usia tua tak berlangsung lama. Selain trauma perang Vietnam yang terus menghantui, intuisinya seperti mengatakan ada sesuatu yang bakal terjadi. Ternyata benar. Gabrielle yang pergi ke Mexico tidak kembali. Rambo harus berangkat ke Mexico untuk menyelamatkan “keponakan” yang disayanginya itu.
Rambo tahu bahwa kepergiannya untuk menyelamatkan Gabrielle di Mexico bukan pekerjaan gampang, dan itu akan berlangsung panjang. Geng-geng di Mexico yang terkenal sadis, tidak akan tinggal diam bila ada yang mengusik mereka, dan akan melakukan pembalasan kejam terhadap siapapun yang berani.
Foto: Istimewa
Singkat cerita, Gabrielle terperangkap dalam sebuah kartel obat bius yang juga memperdagangkan perempuan-perempuan muda (human trafficking) untuk menjadi pelacur. Dijamin tak ada seorang perempuan pun bisa lolos dengan selamat dari tempat itu, jika sudah tertangkap.
Darah dan Mesiu
Tidak ada yang baru dalam film terbaru Rambo ini. Ramuannya tetap sama, menggambarkan kekerasan, kehebatan John Rambo dalam membabat lawan-lawannya, meski pun coba dimasukan aspek humanis, dibuat-buat alasan logisnya agar cerita bisa berkembang. Alurnya pun selalu linier.
Tentu saja ada perbedaan yang sangat jauh antara John Rambo tahun 2005 hingga 2008 dengan otot yang kekar dan urat-urat menonjol seperti kabel menjalar di tubuh. John Rambo di tahun 2019 ini--film ini dibuat tahun 2018--tak bisa dimungkiri, sudah tua. Stallone sendiri sudah berumur 73 tahun--(ia kelahiran 6 Juli 1946).
Baca Juga: Negeri Ini Tak Butuh Patriot Seperti Gundala Putra Petir
Namun di usia tuanya itu, ia bukan lelaki ringkih. Badannya masih terlihat kekar, meski tidak membuka baju lagi dalam beraksi; masih naik kuda, dan ketenangan yang dimilikinya hanyalah “kepura-puraan” saja seperti diakuinya.
Foto: Istimewa
Oleh karena itu, naluri membunuh dan ketangkasan John Rambo terlihat, keberaniannya pun tak berkurang, meski pun tidak lagi selincah ketika ia masih muda, meski pun ia harus lebih menggunakan taktik dibandingkan otot dan kelincahan seperti ketika muda.
Dalam peperangannya melawan Martinez bersaudara--Hugo dan Victor--Rambo sadar bahwa itu akan berlangsung panjang. Apalagi setelah dia membunuh Victor dan memenggal kepalanya. Ia tahu geng Mexico akan mengejarnya, bahkan sampai ke tempat tinggalnya di Amerika.
Foto: Istimewa
Rambo sengaja memancing Hugo Martinez (Sergio Peris Mencheta) untuk memburu ke tanah pertanian tempat tinggalnya, dimana John Rambo telah menyiapkan sebuah jebakan maut bagi Hugo dan rombongannya.
Di tanah pertaniannya, Rambo telah menggali parit-parit yang diisi dengan serbuk mesiu, dan ditutupi dengan jerami, di terowongan bawah tanah tempat tinggalnya, ia siapkan jebakan-jebakan mematikan dari besi-besi runcing, lobang-lobang yang ditanami paku dan besi-besi lancip, selain dia juga mengasah kembali kemampuan menembak dan memanah yang pernah dikuasainya.
Foto: Istimewa
Meskipun hanya seorang diri, dengan taktik dan persiapan begitu matang, Rambo mampu menghadapi puluhan lawannya yang datang menyerbu dengan senjata otomatis. Konsep ini menjadi ciri utama serial Rambo sejak The First Blood.
Secara konsep memang tidak ada yang baru dalam Rambo terbaru. Yang berbeda adalah dalam setting maupun lawan-lawan yang dihadapinya. Veteran perang Vietnam yang telah tua ini tetap digambarkan tangkas, memiliki taktik berperang yang hebat dan, satu yang berbeda dengan film-film sebelumnya, dalam The Last Blood ini gambaran sadistis justru lebih kuat.
Foto: Istimewa
Baca Juga: Apa yang Kau Cari Parfi?
Di film ini bukan hanya darah berceceran, tetapi bagaimana proses tumpahnya darah itu memang sangat sadis. Melihatnya saja ngilu!
Lihatlah bagaimana cara Rambo menancapkan belatinya yang tajam berkali-kali ke tubuh lawannya, memotong leher, bahkan mengeluarkan jantung Hugo Martinez dengan dingin. Kekerasan itu setimpal dengan apa yang dilakukan oleh Martinez bersaudara, ketika ia menyayat pipi Rambo maupun Gabrielle dengan pisau, visualisasinya sangat nyata. Dan LSF mengganjar film ini untuk penonton 17 tahun ke atas.
Foto: Istimewa
Jika melihat rating yang diberikan oleh LSF Nampaknya kekerasan bukan sesuatu yang tabu lagi untuk generasi muda. Berkali-kali penonton melihat LSF begitu longgar terhadap adegan semacam ini. Entah apakah anggota LSF berpikir ini adalah film barat, sebuah thriller yang memang wajar jika memuat adegan-adegan sadistis.
BACA JUGA: Cek FILM & MUSIK, Persepektif Ceknricek.com, Klik di Sini