Ceknricek.com -- Pemerintah China melaporkan korban tewas akibat virus korona atau coronavirus hingga 2 Februari kemarin mencapai 361 orang. Sekitar 56 orang meninggal dunia berasal dari Provinsi Hubei, tempat penyebaran pertama virus tersebut. Pemerintah mengonfirmasi kasus wabah virus korona di Hubei bertambah 2.013 dalam sehari dan menjadikannya lebih dari 16.600 kasus.
Mengutip Kementerian Kesehatan China, CNN melansir 9.618 pasien telah dirawat secara intensif. Sekitar 478 pasien saat ini dinyatakan dalam kondisi kritis.
Hingga saat ini lebih dari 140 kasus terkonfirmasi menyebar ke lebih dari 20 negara di luar China, termasuk Amerika Serikat, Kanada, Eropa, Asia, Australia, hingga Timur Tengah.
Bukan hanya korban nyawa. Wabah virus korona telah mengganggu ekonomi dunia. Bank Sentral China atau People's Bank of China (PBOC) menyatakan menyiapkan dana likuiditas senilai 1,2 triliun yuan atau US$173,8 miliar atau setara Rp2.363 triliun (kurs Rp13.600) untuk disuntikkan ke pasar melalui operasi reverse repo pada hari Senin, (3/2).
Sumber: AFP
Dana jumbo itu disuntikkan, menurut Channel News Asia, tepat saat China membuka kembali pasar sahamnya setelah libur tahun baru China dan di tengah wabah coronavirus baru.
Otoritas China telah berjanji untuk menggunakan berbagai kebijakan moneter untuk memastikan likuiditas cukup memadai. Dana itu juga dimaksudkan untuk mendukung perusahaan yang terkena dampak epidemi virus.
The China Securities Regulatory Commission (CSRC) mengatakan, telah mengambil keputusan setelah menyeimbangkan berbagai faktor dan percaya dampak dari wabah virus korona pada pasar hanya bersifat jangka pendek.
Tekanan
Pertumbuhan ekonomi China mengalami tekanan seiring dengan penyebaran coronavirus. Jika virus tidak terkendali, maka perlambatan ekonomi Negeri Panda ini bisa berdampak ke dunia. "Pertumbuhan ekonomi dunia bisa lebih rendah," ucap Wakil Menteri Keuangan, Suahasil Nazara, di Gedung DPR RI, Jakarta, Selasa (28/1).
Di China, dampak virus korona terhadap perekonomian sudah terlihat. Bisnis pariwisata terpukul setelah pemerintah memberlakukan pembatasan perjalanan khususnya pada tahun baru Imlek saat jutaan mobilisasi orang dari satu negara bagian ke negara bagian, dan juga keluar negeri.
Baca Juga: Virus Korona Bayangi Pelemahan di Pasar Keuangan
Industri hiburan juga terpukul karena orang tidak berani keluar rumah takut terpapar virus. Banyak orang yang membatalkan rencana bepergian mengunjungi lokasi wisata atau lainnya untuk menghindari risiko terkena virus.
Caption
Dampak yang paling dirasakan tentu kota Wuhan, sebagai penyebar awal virus korona. Apalagi, Wuhan merupakan pusat transportasi umum yang paling penting di China.
Industri logistik yang paling merasakan dampak dari kebijakan pembatasan perjalanan. Rantai pasokan industri akan terpengaruh. Beberapa pengiriman barang mungkin terganggu dan beberapa akan menjadi lebih mahal.
Berkaca pada SARS
Kalangan ekonom dunia juga berpendapat wabah coronavirus akan mengguncang ekonomi dunia. Hal itu bisa berkaca pada saat terjadi wabah sindrom pernapasan akut parah (SARS) yang juga terjadi di China pada 2002-2003. Ketika wabah SARS menyebar meluas, perekonomian global mengalami kerugian mencapai US$40 miliar atau setara Rp544,4 triliun di 37 negara. China dan Hong Kong menanggung beban ekonomi terbesar pada saat itu.
Menurut Warwick McKibbin, profesor ekonomi di Universitas Nasional Australia di Canberra --yang pernah menghitung dampak ekonomi SARS 2003 lalu-- mengingat pertumbuhan tinggi ekonomi China selama 17 tahun terakhir, bisa berarti bahwa kondisi darurat kesehatan global yang dipicu oleh wabah korona virus, memiliki potensi yang jauh lebih besar untuk menggerus perekonomian global.
Sumber: Istimewa
"Ini hanya masalah matematika," kata McKibbin. "Sebagian besar kerugian PDB yang kami lihat dalam model SARS, pada kenyataannya adalah perlambatan ekonomi China. Jadi, dengan kondisi China yang jauh lebih besar saat ini, bisa ekspektasikan angka miliaran dolar yang juga jauh lebih besar," ujarnya menjawab Bloomberg, Jumat (31/1).
Baca Juga: Hong Bao
Meskipun sulit untuk menentukan biaya yang tepat karena krisis masih berlangsung, namun menurutnya, dampak yang akan dialami terutama adalah perubahan dalam psikologi manusia. "Panik adalah apa yang tampaknya menjadi pelampiasan terbesar pada ekonomi, ketimbang kematian," McKibbin menambahkan.
Prakiraan McKibbin sejalan dengan prediksi analis lainnya. Nomura International Ltd. juga mengekspektasikan pukulan terhadap pertumbuhan China bisa melebihi dampak wabah SARS .
Pertumbuhan PDB riil China pada kuartal pertama berpotensi "turun secara material" dari laju 6% pada kuartal keempat. Ekonom Nomura yang dipimpin oleh Lu Ting memperkirakan, perlambatan ekonomi bahkan mungkin melebihi 2 poin persentase perlambatan yang terlihat pada kuartal kedua tahun 2003, dari kuartal sebelumnya.
Sumber: Marketbisnis
Sedangkan ekonom Bloomberg, Chang Shu, Jamie Rush dan Tom Orlik mengatakan, "Kembali pada tahun 2003, saat itu China hanya menyumbang 4% dari PDB global. Maju pesat hingga tahun 2020 dan kini telah meningkat menjadi 17%. Itu berarti dampak global jika pertumbuhan China merosot akan lebih besar."
Mereka memperkirakan, Hongkong akan menjadi kawasan yang akan paling terkena dampak pelemahan China akibat virus korona. "Simulasi kami menunjukkan penurunan sebesar 1,7 poin persentase (ppts) pada kuartal pertama. Korea Selatan dan Vietnam juga akan menderita, masing-masing melambat 0,4 ppt. Jepang akan terpukul 0,2 ppt."
Jennifer McKeown dari Capital Economics, sebuah konsultan keuangan berbasis di London, menyebut pertumbuhan ekonomi global mengalami pelemahan pada triwulan kedua tahun 2003 sebelum wabah SARS. Gambaran itu diperumit oleh faktor-faktor lain yang mempengaruhi pertumbuhan global pada saat itu. "Sangat sulit untuk menentukan dampaknya terhadap produk domestik bruto (PDB) global dari SARS, yang merupakan virus luar biasa parah dan menyebar luas," katanya seperti dikutip BBC News, Minggu, 26 Januari 2020.
Sumber: AFP
Menteri Kesehatan China, Ma Xiaowei, menyebutkan virus korona jauh lebih berbahaya dari SARS. Maka dipastikan dampak kerugian terhadap perekonomian global tentu jauh lebih besar.
Kajian yang dilakukan oleh Dana Moneter Internasional (IMF) menyebutkan dampak ekonomi wabah ini bukan main-main. Menurut kajian IMF, ongkos yang ditanggung akibat adanya pandemi flu hampir setara dengan ongkos akibat perubahan iklim. Nilai kerugian yang harus ditanggung mencapai US$570 miliar (Rp7.787,45 triliun dengan kurs saat ini) tiap tahunnya. Sebagai perbandingan, angka tersebut lebih dari setengah output perekonomian Indonesia tahun 2018.
Jadi dampak ekonominya memang sangat signifikan dan tak bisa diremehkan. Dengan adanya isu perubahan iklim seperti sekarang membuat penyakit yang ditransmisikan oleh nyamuk, seperti zika, jadi mudah menyebar. Pertumbuhan populasi yang pesat juga turut memudahkan penyebaran penyakit terjadi.
Dampak pada Indonesia
Wabah virus korona yang merebak di China, telah memukul perekonomian negara tersebut dan berdampak ke beberapa negara Asia lainnya, termasuk Indonesia. Ekonom Indef, Bhima Yudhistira, mengatakan pemerintah harus mengantisipasi dampak virus korona yang bisa menganggu stabilitas ekonomi Indonesia. "Coronavirus membuat investor teringat akan kasus SARS yang memperlambat ekonomi Indonesia hingga 0,03%," ujarnya.
Ada beberapa dampak buruk dari virus korona terhadap Indonesia. Paling dekat adalah terjadinya penurunan pada sektor Pariwisata. Turis mancanegara asal China merupakan yang terbanyak yang berkunjung ke Indonesia. Kini para pelancong itu menahan diri untuk bepergian.
Sumber: Solopos
Terganggunya industri pariwisata seiring dengan penyebaran virus ini ke beberapa negara di Asia Tenggara dipastikan juga membuat penurunan omzet perhotelan. "Efek negatifnya berbahaya bagi penurunan omzet sektor perhotelan, restoran dan suvenir serta transportasi," kata Bhima.
Lebih jauh lagi, industri penerbangan juga terganggu. Beberapa maskapai lokal telah membatalkan penerbangan ke China.
Baca Juga: Menlu: Penerbangan dari dan ke China untuk Sementara Dihentikan
Selanjutnya, aliran modal asing berpotensi banyak keluar dikarenakan kepanikan investor atas dampak virus korona. "Sepekan terakhir ada dana asing keluar Rp329 miliar dari pasar modal Indonesia," jelas Bhima.
Sumber: Istimewa
Perdagangan Indonesia-China juga terganggu. Merebaknya wabah virus korona, membuat pemerintah Indonesia memperketat masuknya barang impor dari negeri Panda tersebut.
Indonesia juga melakukan ekspor energi ke China sehingga jika wabah ini berkepanjangan, maka berpotensi mengganggu industri energi dalam negeri. Misalnya pada penjualan avtur, dalam hal ini Pertamina juga berpotensi terganggu, karena Indonesia-China saling bekerja sama.
Pada akhirnya wabah korona berpotensi membuat devisa Indonesia menurun. Maka dari itu sudah selayaknya jika pemerintah segera mengambil langkah antisipasi agar wabah korona tidak mengganggu ekonomi Indonesia.
BACA JUGA: Cek INTERNASIONAL, Persepektif Ceknricek.com, Klik di Sini.
Editor: Farid R Iskandar