Pil Pahit Korban First Travel | Cek&Ricek Anugerah Pewarta Astra 2025 - Satukan Gerak, Terus Berdampak
Sumber: Sindonews

Pil Pahit Korban First Travel

Ceknricek.com -- Korban penipuan First Travel tak kunjung mendapat keadilan. Pada Senin (2/12) kemarin, Pengadilan Negeri (PN) Depok memutus menolak seluruh gugatan perdata yang diajukan korban jamaah First Travel. Sudah begitu, hakim memutus penggugat kasus perdata tersebut membayar biaya perkara sejumlah Rp811 ribu.

Gugatan yang diajukan para penggugat yang terdiri atas agen First Travel dan jemaah dianggap cacat formil. Kemudian, kelompok penggugat tersebut dianggap tidak mencantumkan secara jelas kerugian-kerugian yang dialami. Para penggugat dianggap tidak memiliki kedudukan sah dalam hukum untuk mewakili jemaah yang menggugat sebanyak 3.275 orang, sehingga majelis hakim menilai gugatan ini cacat formil 

Selanjutnya, gugatan atas kerugian yang totalnya mencapai Rp49 miliar juga dinilai anggota majelis hakim tidak terperinci dan jelas. Majelis hakim tidak menemukan perincian uang yang yang telah diberikan jemaah kepada penggugat. 

Pil Pahit Korban First Travel
Caption

Baca Juga: Jamaah Korban First Travel Menunggu Realisasi Ide Menteri Agama

Gugatan perdata ini diajukan oleh Anny Suhartaty, Ira Faizah, Devi Kusrini, Zuherial dan Ario Tedjo Dewanggono terhadap bos First Travel Andika Surachman dan turut tergugat Kepala Kejaksaan Agung Republik Indonesia dan Kepala Kejaksaan Negeri Depok. Nilai gugatan perdata sebesar Rp49 miliar. 

Pengadilan mempersilakan bagi pihak-pihak yang tidak bisa menerima putusan tersebut untuk mengajukan upaya hukum banding. Pihak penggugat diberikan waktu 14 hari untuk mengajukan banding.

Pil Pahit 

Keputusan PN Depok terbaru itu menambah deretan kekecewaan bagi korban First Travel. Sebelumnya, para korban ini sudah harus menelan pil pahit. Peradilan pidana, mulai dari PN Depok, Pengadilan Tinggi Jawa Barat, hingga Mahkamah Agung (MA) memutuskan untuk menyerahkan aset First Travel yang disita kepada negara dan bukan kepada para calon jemaah umrah yang uangnya digelapkan oleh agen perjalanan itu.

Selama masa beroperasi, sejak November 2016 sampai dengan Mei 2017, First Travel berhasil menggaet 93.295 calon jemaah umrah dengan total setoran uang pembayarannya sebesar Rp1,319 triliun. Namun, selama kurun waktu itu, First Travel hanya memberangkatkan 29.985 orang. Artinya, orang yang telah menyetor tetapi belum diberangkatkan berjumlah 33.310 orang. Keberangkatan mereka menjadi mustahil ketika First Travel dinyatakan ditutup operasinya pada 21 Juli 2017 oleh Satgas Waspada Investasi, sebuah lembaga di bawah Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Keputusan pengadilan pidana itulah yang kemudian mendorong 3.275 orang korban mengajukan gugatan perdata melawan Andika Surachman. Perkara tersebut diregistrasi di PN Depok dengan nomor Perkara 52/Pdt.G/2019/PN.Dpk.

Pil Pahit Korban First Travel
Sumber: Istimewa

Mereka ini hanyalah bagian kecil dari korban penipuan First Travel. Tak semua korban ikut menggugat. Ada yang memilih mengikhlaskan uangnya, tetapi tak sedikit pula yang memilih untuk menanti campur tangan pemerintah untuk mengembalikan uang yang pernah mereka setorkan ke First Travel.

Baca Juga: Wapres Ma'ruf Amin Harapkan Aset First Travel Dikembalikan dengan Adil

Kementerian Agama (Kemenag), harusnya memiliki upaya deteksi dini untuk mengendus keanehan operasional First Travel. Sejak awal beroperasi, First Travel sudah menetapkan tarif sebesar Rp14,3 juta. Angka itu jelas jauh di bawah platform Rp20 juta yang ditetapkan oleh Kemenag. Harusnya, begitu melihat tarif yang terlalu rendah, Kemenag langsung turun tangan dan mencabut izin operasional biro perjalanan umrah ini. Jika Kemenag mengambil langkah cepat, jumlah korban First Travel mungkin hanya mencapai 3.000 atau 5.000 orang. Bukan 63 ribu seperti saat ini. 

Eni Rifiqyah, koordinator para jemaah korban First Travel mengaku sangat kecewa lantaran nasib uang para korban tak kunjung jelas. “Kecewa banget kasus sudah dua tahun enggak kelar-kelar dari semenjak Andika ditangkap,” ujarnya.

Eni bahkan bertutur bahwa banyak korban penipuan yang meninggal. Sebagian kematiannya disebabkan karena tak tahan mendengar omongan tetangga. Sudah terlanjur menggelar syukuran mau menjalankan ibadah umrah, tetapi tak kunjung berangkat. “Hingga saat ini, sudah ada 20 sampai 30 orang yang meninggal loh. Namun, kasusnya belum selesai juga,” papar Eni. Mereka yang meninggal itu umumnya adalah orang-orang kecil yang menabung bertahun-tahun agar bisa pergi menjalankan ibadah umrah.

Pil Pahit Korban First Travel
Sumber: Liputan6

Baca Juga: Jaksa Agung Janji Bantu Kembalikan Aset First Travel Kepada Korban

Eni mengatakan, saat ini dia dan para korban praktis hanya berharap pada bantuan, dukungan, serta perhatian dari pemerintah. Setelah MA memutuskan aset First Travel diserahkan kepada negara, pemerintah selayaknya lekas mengambil sikap dan melelang aset untuk dibagikan kepada para jamaah yang menjadi korban penipuan.

Luthfi Yazid, pengacara korban First Travel, juga berpendapat demikian. Kendati tetap menganggap keputusan pengadilan untuk menyerahkan aset First Travel sebagai keputusan yang aneh, dia tetap berharap pemerintah sebagai penyelenggara negara dapat segera mengembalikan hak-hak para korban. Maret lalu, Luthfi juga telah mengajukan gugatan ke PN Depok yang salah satu materi gugatannya adalah meminta agar negara tidak merampas aset bos First Travel.

Namun demikian, Kepala Biro Hukum dan Humas MA Abdullah mengatakan bahwa persoalan First Travel tidak hanya melibatkan satu orang, tetapi puluhan ribu. Jika yang menjadi korban hanya satu dan terbukti pemiliknya yang bersangkutan di persidangan, asetnya dapat dikembalikan kepada orang tersebut. Sementara, dalam kasus First Travel, tidak ada korban yang dihadirkan di persidangan. Alhasil, tak jelas siapa saja jemaah yang sudah menyetorkan uang, berapa jumlah setorannya, disetor lewat siapa, apa bukti setorannya. “Susah sekali menghadirkan bukti dan saksi untuk membuktikan kepemilikan itu,” ujar Abdullah. Lagi pula, penunjukan tentang siapa yang berwenang untuk membagikan aset kepada jemaah juga berada di luar kewenangan MA. 

Andi Sansan Nganro, hakim MA yang memimpin persidangan perkara ini berharap, setelah mendapatkan hasil penjualan aset, negara akan membagikannya kepada para nasabah.

Bertahap

Kembali ke keputusan PN Depok. Ketika hasil putusan diketuk oleh Ketua Majelis Hakim Raymond Wahyudi, ratusan jamaah yang memadati ruang sidang maupun di luar ruang sidang berteriak histeris dan kecewa. "Putusan hakim tidak jelas, kalau begini saya minta uang saya kembali," ujar Madani, seorang jemaah asal Tangerang, seperti dikutip Republika.

Pil Pahit Korban First Travel
Sumber: Indozone

Menurut Madani, pemerintah dalam hal ini Kementerian Agama (Kemenag) harus bertanggung jawab karena mengeluarkan izin perusahaan biro perjalanan umrah dan haji First Travel. "Kemenag yang memberi izin dan harus bertanggung jawab jika ada masalah, jangan lepas tanggung jawab. Buat apa ada banding lagi, saya sudah tidak percaya lagi sama hakim. Orang bego saja tahu, kalau itu uang kami, kok putusannya aset disita negara, bagaimana pola pikir majelis hakim," tuturnya. 

Juru bicara 30 ribu jemaah, Natali mengatakan, tidak akan berharap banyak pada proses pengadilan dan lebih berupaya untuk bernegosiasi dengan pemerintah dalam hal ini Kemenag. Pihaknya, sudah mengirim surat ke Kemenag pada 25 November 2019 dan langsung mendapat surat tanggapan dari Kemenag pada 28 November 2019. 

Kemenag berjanji akan bertanggung jawab memberangkatkan umrah 63 ribu korban First Travel secara bertahap.

BACA JUGA: Cek HUKUM, Persepektif Ceknricek.com, Klik di Sini.


Editor: Farid R Iskandar


Berita Terkait